:: MERAIH SURGA TANPA HISAB


Bismillahirrahmannirahim,

ORANG Muslim yang masuk surga ada 3 macam, yaitu:
Langsung masuk surga tanpa hisab (dihitung kebaikan dan keburukannya),
Masuk surga setelah dihisab, dan
Masuk surga setelah diadzab terlebih dahulu di neraka.


Tentunya semua orang akan mengidam-idamkan masuk surga tanpa harus masuk neraka. Tapi bagaimana caranya? Mungkin ini adalah pertanyaan yang terlintas di benak setiap orang secara spontan begitu membaca judul ini.




MENYEMPURNAKAN TAUHID


"In a world where people are surrounded by darkness, ignorance and fear, it is a sign of hope to be celebrating Islam's message of peace and light, and the last great Messenger, born and chosen to deliver them to all mankind" - Yusuf Islam
Agar masuk surga tanpa hisab, syarat yang harus dipenuhi adalah membersihkan tauhid dari noda-noda syirik, bid’ah, dan maksiat.


Allah subhana wa Ta'ala berfirman,


“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif (lurus). Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Rabb).” (An Nahl: 120)


Dalam ayat ini, Allah memuji Nabi Ibrahim dengan menyebutkan empat sifat, yang apabila keempat sifat ini ada pada diri seorang insan, maka ia berhak mendapatkan balasan yang tertinggi, yaitu masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab.






MENCONTOH PARA NABI DALAM BERTAUHID


Di dalam الْقُرْآنَ Allah memberikan uswah (teladan) kepada kita pada dua sosok manusia yaitu Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad ‘alaihimashsholaatu was salaam. Allah berfirman,


“Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka, ‘Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja’.” (Al Mumtahanah: 4)




Perhatikanlah, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam menjadi teladan dengan memurnikan tauhid dengan cara berlepas diri dari kesyirikan.


Dalam ayat selanjutnya, Allah berfirman,


“Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) hari kemudian.” (QS. Al Mumtahanah: 6)




Tidak diragukan lagi, balasan yang paling besar dan keselamatan yang dimaksud adalah masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab. Itulah keselamatan yang hakiki yang dinanti oleh setiap jiwa yang pasti akan merasakan mati.




Allah juga berfirman tentang Nabi kita صلیﷲ علیﻪ و سلم محمدا ,


“Sesungguhnya telah ada pada (diri) ﺮﺴﻮلﷲ itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al Ahzab: 21)




Nabi Muhammad adalah orang yang paling paham tentang tauhid, maka orang yang hendak mempraktekkan tauhid dalam dirinya harus mencontoh ajaran beliau. Ya Allah, masukkanlah kami dalam golongan orang yang mengharap rahmat-Mu dan banyak menyebut-Mu.




PATUH TERHADAP PERINTAH ALLAH


Nabi Ibrahim adalah seorang yang sangat patuh kepada Allah, teguh dalam ketaatannya dan senantiasa berada dalam ketundukannya, apapun keadaannya. Buktinya ketika beliau diuji dengan perintah untuk menyembelih putra kesayangannya, beliau pun tetap patuh melaksanakannya (Qoulul Mufid karya Syaikh Al Utsaimin). Begitu juga keturunannya, pemimpin para Nabi Muhammad صلیﷲ علیﻪ و سلم , hamba Allah yang paling taat. Allah berfirman,


“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (adzab) akhirat dan mengharapkan rahmat Rabbnya?” (Az Zumar: 9)


"Yang paling jauh bukannya bintang, mentari pun jua rembulan, tetapi adalah masa yang berlalu dan tidak akan kembali. Kemarin yang luput menjadi secangkir kenangan, semalam yang terluput mengukir sesalan yang ada hanya hari ini dan akan datang, gunakanlah hari ini dengan sebaiknya, kerana esok belum tentu milik kita, sedangkan semalam telah pergi buat selamanya" - Imam Al-Ghazali






KELUAR DARI KEGELAPAN SYIRIK MENUJU CAHAYA TAUHID


Ibnul Qoyyim mengatakan, “Hanif adalah menujukan ibadah hanya kepada Allah (tauhid) dan berpaling dari peribadatan kepada selain-Nya (syirik).” (Fathul Majid). Inilah sifat orang yang akan masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab, yakni betul-betul menjaga kemurnian tauhidnya dengan berpaling sejauh-jauhnya dari kesyirikan dengan segala macam pernak-perniknya. Mujahid berkata, “Nabi Ibrahim adalah seorang imam walaupun beliau beriman seorang diri di tengah kaumnya yang kafir.” (Tafsir Ibnu Katsir, An Nahl: 120). Maksudnya beliau adalah sosok yang selamat dari kesyirikan baik dalam perkataan, perbuatan, maupun keyakinan.” (Al Jadid karya syaikh Al Qor’awi). Maka untuk memurnikan tauhid, kita harus berpaling dari syirik dan pelakunya.






TAWAKKAL KEPADA ALLAH, ADALAH KUNCINYA


Mari kita simak sabda Nabi yang paling kita cintai dan sangat mencintai umatnya, Muhammad sholAllahu ‘alaihi wa sallam tentang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab. Beliau bersabda,


“Beberapa umat ditampakkan kepadaku, lalu kulihat seorang nabi bersama beberapa orang, ada seorang nabi bersama satu atau dua orang, dan ada seorang nabi yang tidak disertai siapapun. Tiba-tiba ditampakkan kepadaku satu golongan dalam jumlah yang amat banyak, sehingga aku mengira mereka adalah umatku. Maka ada yang memberitahukan kepadaku, ‘Ini adalah Musa dan kaumnya.’ Aku melihat lagi, ternyata di sana ada jumlah yang lebih banyak lagi. Ada yang memberitahukan kepadaku, ‘Itulah umatmu, tujuh puluh ribu orang di antara mereka masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab.’ Kemudian beliau bangkit dan masuk rumah. Maka orang-orang berkumpul bersama orang-orang yang sudah berkumpul. Sebagian mereka mengatakan, ‘Barangkali mereka adalah para sahabat ﺮﺴﻮلﷲ shalAllahu ‘alaihi wa sallam.’ Sebagian yang lain mengatakan, ‘Boleh jadi mereka adalah orang-orang yang dilahirkan dalam Islam dan tidak menyekutukan sesuatu pun beserta Allah.’ Mereka pun mengatakan banyak hal. Lalu ﺮﺴﻮلﷲ shalAllahu ‘alaihi wa sallam keluar menemui mereka dan mereka memberitahukan kepada beliau. Maka beliau bersabda, ‘Mereka adalah orang-orang yang tidak meminta ruqyah, tidak meminta untuk (berobat dengan cara) disundut dengan api, dan tidak melakukan tathayyur[1] , serta mereka bertawakal kepada Allah.’ Lalu ‘Ukkasyah bin Mihshon berdiri dan berkata, ‘Berdo’alah kepada Allah agar Dia menjadikan aku termasuk golongan mereka.’ Beliau bersabda, ‘Engkau termasuk golongan mereka.’ Kemudian ada orang lain berdiri dan berkata, ‘Berdo’alah kepada Allah agar Dia menjadikan aku termasuk golongan mereka.’ Beliau bersabda, ‘Engkau sudah didahului ‘Ukasyah.’” (HR. Al Bukhori dan Muslim)




Di antara pelajaran paling berharga yang bisa dipetik dari hadits ini adalah bahwa tidak meminta ruqyah, tidak berobat dengan cara disundut dengan besi panas (kayy), dan tidak menganggap akan mengalami kesialan setelah mendengar atau melihat sesuatu (tathoyyur) merupakan wujud dan realisasi dari tawakkal kepada Allah. Karena itulah ﺮﺴﻮلﷲ menganjurkan kepada umatnya agar tidak melakukan ketiga hal tersebut, karena pengaruh ruqyah dan kayy yang sangat kuat sehingga dikhawatirkan seorang hamba menggantungkan harapan kesembuhannya kepada cara pengobatan tersebut dan bukannya bersandar kepada Allah.


Nota:


[1]Tathoyyur atau thiyaroh secara bahasa diambil dari kata thair (burung). Hal ini dikarenakan tathoyyur merupakan kebiasaan mengundi nasib dengan menerbangkan burung; jika sang burung terbang ke kanan, maka diartikan bernasib baik atau sebaliknya jika terbang ke kiri maka berarti bernasib buruk. Dan tathoyur secara istilah diartikan menanggap adanya kesialan karena adanya sesuatu .


Walaupun pada asalnya anggapan sial ini dengan melihat burung namun ini hanya keumuman saja. Adapun penyandaran suatu hal dengan menghubungkan suatu kejadian untuk kejadian lain yang tidak ada memiliki hubungan sebab dan hanya merupakan tahayul semata merupakan tathoyur. Misalnya, jika ada yang bersin berarti ada yang membicarakan, jika ada cicak jatuh ke badan berarti mendapat rezeki, jika ada makanan jatuh berarti ada yang menginginkan dan kepercayaan-kepercayaan yang tidak ada dasarnya sama sekali.


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,


أَلا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِندَ اللّهُ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لاَ يَعْلَمُونَ


Artinya, “Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Al A’raaf [7]:131)




Kesimpulannya, keadaan orang yang akan masuk surga sangat tergantung dari kadar tawakkal setiap orang, semakin tinggi tingkat tawakkalnya semakin tinggi pula tingkat kesempurnaan tauhidnya. Allahlah tempat kita bersandar sepenuhnya dan menyerahkan segala urusan.


Semoga Allah memberi kita kemampuan , kemudahan serta rahmat karunia Nya . Aamiin








Wallahu a’lam bishawab


(Disarikan dari kajian Kitab Tauhid bersama Al Ustadz Abu Isa -hafizhohullah-)


Nurdin Abu Yazid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar