Tetaplah untuk senantiasa menghadirkan segenap kedekatan (al-Qurb),
dengan menggunakan segenap kemampuan,
dalam setiap waktu dan keadaan,
atas apa yang disampaikan Al-Haqq (Allah) kepadamu,
Dalam waktu dan keadaan itu.
Jika engkau seorang Mu’min,
Maka kemaksiatan yang dilakukan orang lain tidak akan menyentuhmu sedikit pun,
tanpa ada campuran ketaatan.
Engkau pun meyakini bahwa hal itu adalah kemaksiatan.
Jika engkau tambah permohonan ampun (istighfar) dan taubat kepada campuran ini (yakni, ketaatan dan kemaksiatan),
Maka yang demikian itu adalah ketaatan paling baik dan kedekatan paling mulia.
Maka, bagian ketaatan yang bercampur kejahatan menjadi kuat.
Dan keimanan adalah kedekatan paling kuat dan paling agung disisi Allah.
Azas yang menjadi landasan adalah adalah seluruh kedekatan.
Termasuk dalam keimanan adalah penilaianmu tentang Allah berdasarkan apa yang diberlakukan-Nya atas diri-Nya sendiri.
Dalam sebuah riwayat shahih, Allah Ta’ala berfirman:
”Jika ia menghampiri-Ku sejengkal,
Aku menghampirimu sehasta.
Jika ia menghampiri-Ku sehasta,
Aku menghampirinya sedepa.
Jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan kaki,
Aku menghampiri dengan berlari.”
Sebab penggandaan ini dari Allah,
yang tidak lebih sedikit dan tidak lebih lemah dari apa yang sanggup dilakukan seorang hamba.
Dalam melakukan setiap pekerjaan,
Sang hamba mestilah mengerjakannya dengan niat mendekatkan diri kepada Allah.
Ia diperintahkan untuk menimbang segenap amal perbuatannya dengan timbangan syariat.
Dalam hal itu ia mesti bersabar:
Jika ia tergesa-gesa,
maka ketergesa-gesaan itu dilakukannya hanya dalam menimbang-nimbang segenap amal perbuatannya itu,
dan bukan dalam perbuatan itu sendiri.
Dengan melakukan penimbangan,
Maka muamalahnya menjadi sah.
Kedekatan kepada Allah tidak memerlukan timbangan,
Karena timbangan al-Haqq yang ada ditangan-Nya adalah timbangan yang yang engkau gunakan untuk menimbang segenap amal perbuatanmu itu.
Dengan amal perbuatan itu,
engkau pun mencari kedekatan kepada Allah.
Yang memiliki sifat ini,
mestilah kedekatan-Nya kepadamu lebih kuat dan lebih banyak dari pada kedekatanmu kepada-Nya,
maka Dia menyifati diri-Nya bahwa Dia dekat kepadamu dalam kedekatanmu kepada-Nya,
karena kelemahankedekatanmu kepada-Nya disebabkan engkau berada dalam rupa yang diciptakan
Awal kekahalifahan bagimu adalah khalifah-Nya di atas bumi jasad,
dan juga kepemimpinanmu atas anggota-anggota jasadmu,
dan kekuatanmu yang tampak dan yang tersembunyi.
Kedekatan-Nya kepadamu sama dengan kedekatanmu kepada-Nya, plus tambahan,
yaitu sebagaimana dikatakan-Nya:
Hasta, depa dan berlari.
Jengkal demi jengkal adalah hasta.
Hasta demi hasta adalah depa.
Dan berjalan, manakala dilipatgandakan, adalah berlari.
Awalnya adalah kedekatanmu kepada-Nya dan akhirnya adalah kedekatan-Nya kepadamu.
Inilah kedekatan yang saling bersesuaian.
Kedekatan Ilahi kepada seluruh makhluk bukanlah kedekatan yang demikian.
Allah berfirman:
”.... dan Kami lebih dekat kepadanya dari urat lehernya.” (QS Qaf 50:16)
Kedekatan di sini bukanlah kedekatan yang disebutkan di atas.
Yang dimaksud di sini adalah kedekatan yang merupakan balasan dari kedekatan hamba kepada Allah.
Bagi sang hamba, kedekatan kepada Allah adalah melalui keimanan pada segala sesuatau yang datang dari sisi Allah setelah keimanan kepada Allah,
Dan keimanan pada siapa saja yang menyampaikan segala sesuatu dari Allah SWT.
[Syaikh Muhyidin Ibn 'Arabi]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar