Jumat, 11 November 2011

DZIKIR KEPADA ALLAH SEBANYAK-BANYAKNYA



Hendaklah engkau berdzikir kepada Allah,
dalam keadaan sembunyi,
maupun terang-terangan,
dalam keadan sendiri,
maupun bersama orang lain.

Allah Ta’ala berfirman:
”Ingatlah kepada-Ku,
niscaya Aku akan ingat kepada-Mu.” (QS Al-Baqarah 2:152)
Jawaban atas dzikir hamba kepada-Nya,
adalah dzikir Allah kepadanya.

Kesengsaraan apakah yang lebih besar diserita seorang hamba selain dosa?
Dalam keadaan sempit , beliau SAW berdoa,
”Alhamdulillah ’ala kulli hal
(Segala puji bagi Allah dalam segala keadaan).”
Dan dalam keadaan lapang beliau SAW berdoa,
”Alhamdulillah al-Mun’im al-Mufdhil
(Segala puji bagi Allah yang memberi Ni’mat dan Keutamaan)

Jika engkau selalu melantunkan dzikir,
dzikir kepada Allah dalam segala keadaan,
niscaya qalbumu selalu melantunkan dzikir,
yaitu dzikir dalam segala keadaan,
niscaya qalbumu akan diterangi cahaya dzikir.
Cahaya itu akan memberikan kepadamu al-Kasyf (penyingkapan).
Sebab,
Dengan cahaya itu akan tersingkaplah segala sesuatu.

Jika penyingkapan itu tampak,
maka tampaklah pada rasa malu yang menyertainya.
Buktimu atas hal itu,
adalah perasaan malumu kepada tetangga,
dan malu kepada orang-orang yang engkau lihat memiliki hak dan kemampuan.
Tak pelak lagi,
keimanan memberikan kepadamu pengaguman atas hakmu.

Pembicaraan kami hanyalah tentang orang-orang Mu’min,
dan wasiat kami hanyalah diperuntukkan bagi setiap Muslim,
Muslim yang beriman kepada Allah,
dan Muslim yang beriman kepada segala sesuatu yang datang dari sisi-Nya.

Allah berfirman dalam hadits qudsi yang shahih:
”Aku bersamanya...
Yakni bersama seorang hamba...
ketika ia mengingat-Ku.
Jika ia mengingat-Ku dalam kesendirian,
maka Aku akan mengingatnya dalam kesendirian-Ku.
Dan jika ia mengingatku dalam keramaian,
maka Aku pun menginatnya dalam keramaian yang lebih bak.”

Allah SWT berfirman:
”Dan laki-laki dan perempuan yang banyak mengingat Alllah.” (QS Al-Ahzab 33:35)
Dan dzikir yang paling agung,
adalah mengingat Allah dalam segala keadaan apa pun.

[Syaikh Ibn ’Arabi]

MENGHADIRKAN KEDEKATAN DENGAN SEGENAP KEMAMPUAN



Tetaplah untuk senantiasa menghadirkan segenap kedekatan (al-Qurb),
dengan menggunakan segenap kemampuan,
dalam setiap waktu dan keadaan,
atas apa yang disampaikan Al-Haqq (Allah) kepadamu,
Dalam waktu dan keadaan itu.

Jika engkau seorang Mu’min,
Maka kemaksiatan yang dilakukan orang lain tidak akan menyentuhmu sedikit pun,
tanpa ada campuran ketaatan.
Engkau pun meyakini bahwa hal itu adalah kemaksiatan.
Jika engkau tambah permohonan ampun (istighfar) dan taubat kepada campuran ini (yakni, ketaatan dan kemaksiatan),

Maka yang demikian itu adalah ketaatan paling baik dan kedekatan paling mulia.
Maka, bagian ketaatan yang bercampur kejahatan menjadi kuat.
Dan keimanan adalah kedekatan paling kuat dan paling agung disisi Allah.
Azas yang menjadi landasan adalah adalah seluruh kedekatan.
Termasuk dalam keimanan adalah penilaianmu tentang Allah berdasarkan apa yang diberlakukan-Nya atas diri-Nya sendiri.

Dalam sebuah riwayat shahih, Allah Ta’ala berfirman:
”Jika ia menghampiri-Ku sejengkal,
Aku menghampirimu sehasta.
Jika ia menghampiri-Ku sehasta,
Aku menghampirinya sedepa.
Jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan kaki,
Aku menghampiri dengan berlari.”
Sebab penggandaan ini dari Allah,
yang tidak lebih sedikit dan tidak lebih lemah dari apa yang sanggup dilakukan seorang hamba.

Dalam melakukan setiap pekerjaan,
Sang hamba mestilah mengerjakannya dengan niat mendekatkan diri kepada Allah.
Ia diperintahkan untuk menimbang segenap amal perbuatannya dengan timbangan syariat.
Dalam hal itu ia mesti bersabar:
Jika ia tergesa-gesa,
maka ketergesa-gesaan itu dilakukannya hanya dalam menimbang-nimbang segenap amal perbuatannya itu,
dan bukan dalam perbuatan itu sendiri.
Dengan melakukan penimbangan,
Maka muamalahnya menjadi sah.

Kedekatan kepada Allah tidak memerlukan timbangan,
Karena timbangan al-Haqq yang ada ditangan-Nya adalah timbangan yang yang engkau gunakan untuk menimbang segenap amal perbuatanmu itu.
Dengan amal perbuatan itu,
engkau pun mencari kedekatan kepada Allah.
Yang memiliki sifat ini,
mestilah kedekatan-Nya kepadamu lebih kuat dan lebih banyak dari pada kedekatanmu kepada-Nya,
maka Dia menyifati diri-Nya bahwa Dia dekat kepadamu dalam kedekatanmu kepada-Nya,
karena kelemahankedekatanmu kepada-Nya disebabkan engkau berada dalam rupa yang diciptakan

Awal kekahalifahan bagimu adalah khalifah-Nya di atas bumi jasad,
dan juga kepemimpinanmu atas anggota-anggota jasadmu,
dan kekuatanmu yang tampak dan yang tersembunyi.
Kedekatan-Nya kepadamu sama dengan kedekatanmu kepada-Nya, plus tambahan,
yaitu sebagaimana dikatakan-Nya:
Hasta, depa dan berlari.
Jengkal demi jengkal adalah hasta.
Hasta demi hasta adalah depa.
Dan berjalan, manakala dilipatgandakan, adalah berlari.
Awalnya adalah kedekatanmu kepada-Nya dan akhirnya adalah kedekatan-Nya kepadamu.
Inilah kedekatan yang saling bersesuaian.

Kedekatan Ilahi kepada seluruh makhluk bukanlah kedekatan yang demikian.
Allah berfirman:
”.... dan Kami lebih dekat kepadanya dari urat lehernya.” (QS Qaf 50:16)
Kedekatan di sini bukanlah kedekatan yang disebutkan di atas.
Yang dimaksud di sini adalah kedekatan yang merupakan balasan dari kedekatan hamba kepada Allah.
Bagi sang hamba, kedekatan kepada Allah adalah melalui keimanan pada segala sesuatau yang datang dari sisi Allah setelah keimanan kepada Allah,
Dan keimanan pada siapa saja yang menyampaikan segala sesuatu dari Allah SWT.

[Syaikh Muhyidin Ibn 'Arabi]

SUJUD YANG MELEKAT



Keberserah Dirian:  
Totalitas penyerahan kepada Allah SWT akan menghasilkan pemaknaan yang benar tentang "al-Islam". Itulah makna sujud yang dilakukan oleh hamba-Nya dalam shalat. Tidak hanya kening yang melekat di hamparan sajadah. Tetapi lebih jauh lagi adalah menyerahkan jiwa raganya kepada Allah SWT. (Imam an-Nifari)

"Yaa Allah, kepada-Mu aku bersujud, kepada-Mu aku beriman, kepada-Mu aku berserah diri, wajahku bersujud kepada Tuhan Yang menciptakannya, Yang membentuk rupanya, Yang memberikan pendengarannya, penglihatannya, Maha Suci Allah sebaik-baik Pencipta”. (HR. Muslim: 1/534, begitu pula imam hadits yang lain)

Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu'. (QS. Al-Israa [17]:109)

Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. (QS. Maryam [19]: 58)

Katakanlah: "Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, (QS. Al-Israa: 107)

Sabda Rasulullah Salallahu 'alaihi waSallam, “Barangsiapa yg mengingat Allah kemudian dia menangis sehingga air matanya mengalir jatuh ke bumi niscaya dia tdk akan diazab pada hari kiamat kelak” (HR. Al-Hakim) dan dia berkata sanadnya shahih)

Dari Ibnu Mas’ud, Nabi bersabda, “Setiap mukmin yg meneteskan air mata karena takut kepada Allah walau hanya sekecil kepala seekor lalat, lalu air matanya itu membasahi pipinya niscaya Allah haramkan neraka untuk menyentuhnya.”. (HR. Ibnu Majah, al-Baihaqi)

Abu Abdurrahman al-Asadi bertanya kepada Said Bin Abdul Azis, 'Tangisan apa ini yang terdengar ketika engkau shalat?' Said balik bertanya, 'Kenapa Engkau bertanya seperti itu?'
Abu Abdurrahman menjawab, 'Wahai saudaraku semoga Allah memberikan hidayah untukku dengan pertanyaan itu.' Said mengatakan, 'Setiap saya sholat selalu membayangkan siksa api neraka bila Allah tidak mengampuni dosa-dosa yang pernah saya lakukan.'

Itulah tanda-tanda orang yang khusyuk dalam shalatnya, Allah berfirman 'Sesungguhnya, beruntunglah mereka yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya (al-Mukminun: 1-2).

Khusyuk di dalam shalat memaksa jatuhnya air mata karena kecintaan dan takut dosanya tidak diampuni oleh Allah serta membayangkan siksa api neraka di depan mata kita disetiap shalat. Sementara ada orang yang shalat hanya mekanistik, tiada sebuah kesadaran. Hanya menggugurkan kewajiban semata, sesungguhnya shalat seperti ini adalah jiwa yang mati, berbeda dengan orang yang shalat memiliki sebuah kesadaran diri (jiwa) untuk Menangis dan meneteskan air mata memohon ampun kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

"dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin". (QS. 102:7) - “Andai kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Di Zaman Nabi & Sahabat, bila ada ayat Qur'an Neraka Jahanam dibaca, mereka akan bersujud & menangis mohon ampun, bahkan semalaman menangis, hingga ada yg pingsan ketakutan, Subhanallah, sungguh mulia mereka. 

DZIKIR MUDAH DAN BERNILAI



SUBHAANALLAAHI 'ADADA MAA KHALQA FIS-SAMAA-I,
Maha suci Allah sebanyak bilangan ciptaan-Nya di langit,

SUBHAANALLAAHI 'ADADA MAA KHALQA FIL-ARDHI,
Maha suci Allah sebanyak bilangan ciptaan-Nya di bumi,

SUBHAANALLAAHI 'ADADA MAA BAINA DZAALIKA,
Maha suci Allah sebanyak bilangan ciptaan-Nya di antara keduanya,
SUBHAANALLAAHI 'ADADA MAA HUWA KHAALIQUN.
Maha suci Allah sebanyak bilangan ciptaan-Nya.

Diriwayatkan di atas dari Sa’ad bin Abu Waqqash ra,
bahwasanya dia bersama Rasulullah SAW mendatangi seorang perempuan,
sedang pada kedua tangan perempuan itu ada biji (kurma),
atau kerikil dihitungnya dalam tasbihnya,

maka bersabda Rasulullah saw:
Maukah engkau aku beritahu sesuatu yang lebih mudah,
atau lebih utama buatmu?
Lalu beliau menyambung dengan membaca wirid yang disambung seperti diatas ini

MAKNA SEJATI HASBIYALLAAHU (CUKUPLAH ALLAH BAGIKU)



Ketika Jibril as berkata kepada Ibrahim as, “Adakah yang kau butuhkan?”

Ibrahim as menjawab, “Kepadamu, aku tidak butuh apa-apa. Aku hanya butuh kepada Allah.”

Jibril as tahu bahwa Ibrahim as tidak meminta pertolongan kepadanya dan hatinya hanya tertuju kepada Allah SWT. Karena itu, ia berkata, “Mintalah kepada-Nya!”
Artinya, jika kau tidak mau meminta kepadaku karena kau tidak mau ada perantara, mintalah kepada Tuhanmu. Dibanding aku, Dia lebih dekat kepadamu.

Kemudian Ibrahim as menjawab, “Cukuplah bagiku bahwa Dia mengetahui keadaanku.”
Maksudnya, aku melihat Dia lebih dekat kepadaku daripada permintaanku. Aku menyadari bahwa permintaanku adalah perantara. Aku tidak mau bersandar kepada sesuatu selain Dia.

Aku sadar bahwa Allah SWT Maha Mengetahui. Karenanya, Dia tidak perlu diminta dan Dia tidak akan mengabaikanku.
Aku merasa cukup dengan ilmu Allah sehingga tidak perlu meminta.

Aku mengetahui bahwa Dia pasti memperhatikanku dalam setiap keadaan.
______________________
(Dikutip dari Misteri Berserah kepada Allah - Syaikh Ibnu 'Athaillah as-Sakandari)



Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: "HASBIYALLAAHU (Cukuplah Allah bagiku); tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki Arasy yang agung". (QS At-Taubah 9:129)

Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah". Katakanlah: "Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudaratan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudaratan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?. Katakanlah: "HASBIYALLAAHU (Cukuplah Allah bagiku)". Kepada-Nya lah bertawakal orang-orang yang berserah diri. (QS Az-Zumar 39:38)

MATA HATI - BASYIRAH



Mata hati, disebut ‘basyirah’, yaitu mata batin,
fungsinya untuk melihat hal-hal yang bersifat batin,
melihat di luar kemampuan panca indera.

Bashirah ini ‘tool’ bagi manusia dari sesuatu…
yang dihasilkan dari firasat, ilham, kasyaf, atau makrifat.

Basyirah ada yang bisa diusahakan (muktasab),
dan ada pula yang merupakan anugerah Allah SWT,
yaitu anugerah bagi siapa yang Dia kehendaki-Nya.

Basyirah,
adalah cahaya yang disusupkan Allah SWT ke dalam hati,
sehingga seseorang dapat melihat hakikat risalah,
risalah yang dibawa para Rasul Allah.
Dengan basyirah ini,
ia seakan-akan dapat melihat dengan mata kepala sendiri.
Dengan demikian ia dapat mengambil manfaat dari seruan para rasul itu,
dan dapat melihat adanya bahaya yang mengancam jiwanya dari kekotoran hati.

Allah berfirman:
Dan barang siapa yang beriman kepada Allah,
niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.
(QS At-Taqhabuun 64:11)

Lalu, bagaimana yang Allah Ta’ala tutup mati mata hatinya?
Allah berfirman:
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam...
kebanyakan dari jin dan manusia,
mereka mempunyai hati,
tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah)
dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya...
untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah),
dan mereka mempunyai telinga...
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah).
Mereka itu sebagai binatang ternak,
bahkan mereka lebih sesat lagi.
Mereka itulah orang-orang yang lalai.
(QS Al-A’raaf 7:179)

BERPRASANGKA BAIK KEPADA ALLAH



Berbaik-sangkalah kepada Rabb-mu dalam setiap keadaan.
Dan janganlah berburuk sangka,
sebab engkau tidak tahu,
apakah engkau berada dalam akhir hayatmu,
dalam setiap tarikan nafas yang keluar darimu,
dan kemudian engkau meninggal, serta…
dalam keadaan berbaik sangka kepada-Nya.

Engkaupun tidak tahu,
bahwa mungkin saja Allah menggenggammu,
pada satu tarikan nafas yang keluar darimu.

Tinggalkanlah perkataan orang,
yang menampakkan prasangka-buruk dalam hidupmu,
dan memperlihatkan prasangka baik kepada Allah,
di saat kematian menyongsongmu.

Di dalam prasangka-baik itu terdapat faedah,
dan terdapat pengetahuan tentang Allah,
yakni bahwa engkau telah memenuhi hak-Nya,
dan menunaikan hak-Nya.
Hak Allah atas dirimu ialah bahwa engkau beriman kepada firman-Nya:
”Dan Kami jadikan kamu dalam keadaan tidak mengetahui” (QS Al-Waqi’ah 56:61)

Diriwayatkan dari Rasulullah SAW dalam hadits qudsi:
”Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada-Ku.
Karena itu berbaik-sangkalah kepada-Ku”
Dan berprasangka-baik tidaklah khusus berlaku hanya pada waktu tertentu saja.
Jadikanlahprasangkamu kepada Allah sebagai pengetahuan,
bahwa dia memaafkanmu dan menyerumu kepada prasangka ini,
sesuai firman-Nya:
”Wahai hamba-hama-Ku yang melampaui batas,
kepada jiwa mereka sendiri (anfusihim),
janganlah kamu berputus-asa dari rahmat Allah.” (QS Az-Zumar 39:53)
Tidak ada yang mencegahmu dari hal itu,
melainkan kamu harus mengakhirinya.

Dia telah berfirman dalam al-Qur’an.
Firman-Nya adalah benar,

Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah mengampuni dosa seluruhnya.”
Ampunan itu tidak dikhususkan pada dosa tertentu saja.
Bahkan,
Dia menegaskan dengan firman-Nya, ”Seluruhnya.”

Kemudian Dia melanjutkan firman-Nya:
”Sesungguhnya Dia.”
Di sini disebutkan kata ganti yang kembali kepada-Nya,
yakni, ”Yang Mahapengampun, Mahapenyayang.” (Az-Zumar 39:53-54)
Rahmat-Nya mendahului murka-Nya.
Demikian pula Dia berfirman:
”Orang-orang yang melampaui batas.”
Dia tidak menyebut siapa yang melampaui batas itu,
melainkan menggunakan ism naqish,
yang mencakup setiap orang yang melampaui batas.
Kemudian al-’ibaad (hamba-hamba) di-idha-fat-kan kepada-Nya,
Karena mereka adalah hamba-hamba-Nya,
sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya tentang hamba yang shaleh,
Nabi Isa a.s.:
”Jika engkau menyiksa mereka,
maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Ku.” (QS Al-Maidah 5:118).
Dia menisbatkan mereka kepada-Nya.
Dan keluhuran penisbatan kepada Allah SWT,
cukuplah sudah dikatakan sebagai kemuliaan

Syaikh Ibn ’Arabi

ALLAH MENERIMA SEKEPING UANG PALSUMU


Syaikh Jalaluddin Rumi tentang Taubat:

Jika engkau belum mempunyai ilmu dan hanya persangkaan,
maka milikilah persangkaan yang baik tentang Tuhan.
Begitulah caranya!

Jika engkau baru mampu merangkak,
maka merangkaklah kepada-Nya!!

Jika engkau belum mampu berdo'a dengan khusyu',
maka tetaplah persembahkan do'amu yang kering, munafik dan tanpa keyakinan;
karena Tuhan dalam rahmatNya tetap menerima mata uang palsumu.

Jika engkau masih mempunyai seratus keraguan mengenai Tuhan,
maka kurangilah menjadi sembilan puluh sembilan saja.
Begitulah caranya!

Wahai pejalan!
Biarpun telah seratus kali engkau ingkar janji,
ayolah datang, dan datanglah lagi!

Karena Tuhan telah berfirman:
"Ketika engkau melambung ke angkasa...
ataupun terpuruk ke dalam jurang,
ingatlah kepada-Ku,
karena Aku-lah jalannya."

:: MAKNA IBADAH QURBAN


_______________

Rasulullah SAW begitu menekankan akan pentingnya berqurban , seperti dalam sabdanya :
"Barangsiapa yang memiliki kelapangan keuangan, lalu ia tidak berkurban, maka janganlah ia datang ke tempat shalat kami " (HR Ahmad)

Beberapa hikmah berkurban antara lain :

1. Untuk mendekatkan diri kepada Allah, karena untuk mau berqurban, seorang muslim harus melakukan mujahadah (berjuang keras) terutama dlm melawan hawa nafsunya. Apabila telah tertanam sifat ini pada diri seseorang, ia akan rela berqurban utk mengharap Ridha NYA

Kemauan utk berkurban terkait dgn ketakwaan seseorang. Dan takwa ini pula yg dinilai Allah dalam berkurban :

"Daging-daing unta & darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya (QS Al Hajj (22) : 37)"

2. Sebagai wujud syukur atas nikmat-nikmat Allah.

"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yg banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah ( QS Al Kautsar (108) : 1-2)

3. Membantu sesama Muslim yg kurang mampu, & menanamkan rasa cinta kasih persaudaraan.

4. Kurban yg dilakukan dengan menumpahkan darah hewan adalah simbol agar orang berkurban menanggalkan "sifat-sifat kebinatangan" yang melekat pada dirinya. diantaranya : sifat egois, licik, kejam , suka menindas dan penuh tipu daya, dan hendaknya seorang Muslim agar menanggalkan "penghambaan kepada sesama makhluk".
Aisyah meriwayatkan, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

“Tidak ada amal yang dilakukan oleh anak Adam pada hari nahr yang lebih dicintai Allah, selain mengalirkan darah (menyembelih haiwan). Dan haiwan yang disembelih itu kelak di hari kiamat akan datang (menemui orang yang korban) lengkap dengan tanduk, kuku dan sepatu kakinya. Dan sesungguhnya darah akan diterima Allah sebelum darah itu jatuh ke tanah. Kerana itu lakukanlah korban itu dengan seikhlas mungkin. (Hadis Riwayat Tirmidzi)
Nabi Daud a.s berkata, "Ya Rabb, sebesar apakah pahala orang-orang yang berqurban bagi umatnya nabi Muhammad SAW?"

Jawab Allah Ta'ala, "Aku memberi pahala kepada mereka, setiap helai bulu dari badannya menjadi 10 kebaikan, dan kuhapus 10 keburukan (jiwanya), serta kunaikkan derajatnya 10 tingkat. Baginya setiap rambut sebuah gedung di surga, seorang putri pelayan dari bidadari yang molek, dan kendaraan yang bersayap berkecepatan tinggi sekali melesat sejauh pandangan mata, itu adalah kendaraan ahli surga, mengangkasa dengan kendaraan itu sesukanya."

Allah Ta'ala melanjutkan penjelasannya, "Perlu kau ketahui hai Daud, bahwa hewan qurban itu menjadi kendaraan, dan sebagai perlindungan dari bahaya di hari Kiamat kelak." (Zahratur Riyadl)  -  Sumber Kitab Duratun Nasihin


ZUHUD - MENGGAPAI CINTA ALLAH TA'ALA

Sahabat Hikmah...
Ketahuilah bahwa cinta dunia adalah pangkal segala kesalahan, sedangkan zuhud terhadap dunia merupakan maqom yang mulia. Zuhud adalah memalingkan diri dari sesuatu yang disukai demi untuk sesuatu yang lebih baik dan lebih dicintai.  Zuhud merupakan buah dari kalimat syahadat LAA ILAAHA ILLALLAAH. Bahwa tidak ada yang dijadikan ILAAH (Sesuatu yang DICINTAI, DITAKUTI dan DIHARAPKAN) kecuali HANYA Allah.

"Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)." (QS Al Baqarah:165)


Hakikat Dunia

Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma berkisah, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati pasar sementara orang-orang ada di sekitar beliau. Beliau melintasi bangkai seekor anak kambing yang kecil atau terputus telinganya (cacat). Beliau memegang telinga bangkai tersebut seraya berkata:
أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنَّ هَذَا لَهُ بِدِرْهَمٍ؟ فَقَالُوا: مَا نُحِبُّ أَنَّهُ لَنَا بِشَيْءٍ وَمَا نَصْنَعُ بِهِ؟ قَالَ: أَتُحِبُّوْنَ أَنَّهُ لَكُمْ؟ قَالُوا: وَاللهِ، لَوْ كَانَ حَيًّا كَانَ عَيْبًا فِيْهِ لِأَنَّهُ أَسَكُّ فَكَيْفَ وَهُوَ مَيِّتٌ؟ فَقَالَ: فَوَاللهِ لَلدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ هَذَا عَلَيْكُمْ

“Siapa di antara kalian yang suka memiliki anak kambing ini dengan membayar seharga satu dirham?” Mereka menjawab, “Kami tidak ingin memilikinya dengan harga semurah apapun. Apa yang dapat kami perbuat dengan bangkai ini?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata, “Apakah kalian suka bangkai anak kambing ini menjadi milik kalian?” “Demi Allah, seandainya pun anak kambing ini masih hidup, tetaplah ada cacat, kecil/terputus telinganya. Apatah lagi ia telah menjadi seonggok bangkai,” jawab mereka. Beliau pun bersabda setelahnya, “Demi Allah, sungguh dunia ini lebih rendah dan hina bagi Allah daripada hinanya bangkai ini bagi kalian.” (HR. Muslim no.7344)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun pernah bersabda:
لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوْضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ
“Seandainya dunia punya nilai di sisi Allah walau hanya menyamai nilai sebelah sayap nyamuk, niscaya Allah tidak akan memberi minum kepada orang kafir seteguk airpun.” (HR. At-Tirmidzi no. 2320, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 686)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berpesan kepada Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma, sambil memegang pundak iparnya ini:
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ
“Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau bahkan seperti orang yang sekedar lewat (musafir).” (HR. Al-Bukhari no. 6416)

Suatu ketika Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidur di atas selembar tikar. Ketika bangkit dari tidurnya tikar tersebut meninggalkan bekas pada tubuh beliau.

Berkatalah para shahabat yang menyaksikan hal itu, “Wahai Rasulullah, seandainya boleh kami siapkan untukmu kasur yang empuk!” Beliau menjawab:
مَا لِي وَمَا لِلدُّنْيَا، مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Ada kecintaan apa aku dengan dunia? Aku di dunia ini tidak lain kecuali seperti seorang pengendara yang mencari teteduhan di bawah pohon, lalu beristirahat, kemudian meninggalkannya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2377, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih At-Tirmidzi)

Bukanlah yang disebut Zuhud itu meninggalkan harta, tetapi yang disebut zuhud itu meninggalkan dunia karena tahu kerusakannya dan berpaling pada akhirat yang kekal.
Firman Allah SWT:
“Apa-apa yang di sisimu akan sirna, dan apa yang disisi ALLAH akan kekal” (QS An-Nahl 16/96).

Berkata al-Fudhail: "Allah menciptakan keburukan dalam satu rumah dan menjadikan cinta dunia sebagai kuncinya, dan ALLAH menciptakan kebaikan dalam satu rumah dan menjadikan Zuhud sebagai kuncinya."
Bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam zuhud.
Zuhud akan sangat nyata bila dilakukan oleh orang yang kaya,  orang miskin akan zuhud dari apa? Sedangkan Allah tidak banyak memberikan kekayaan? Dan  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai suri tauladan manusia, beliau adalah orang kaya yang zuhud. Sebelum menjadi Rasul beliau seorang pedagang yang sukses, beliau menikahi Siti Khodijah RA dengan mahar  100 ekor unta. Beliau memiliki unta terbaik dan kuda tercepat (berapa harga kuda tercepat sekarang ini? atau kendaraan tercepat?). Dan setelah menjadi kepala negara sebenarnya beliau lebih kaya lagi. Tetapi karena beliau sebagai kepala negara adalah pemimpin dan pelayan, beliau tidak akan makan sebelum rakyatnya makan, dan berusaha tidak lebih enak keadaannya dari rakyatnya.

Dalam hadits disebutkan:
“Tidaklah beriman seseorang bila ia dalam keadaan kenyang sementara tetangganya kelaparan”.(Al-Adabul Mufrad no 112, dishahihkan asy-Syaikh al-Albani).

Lalu apakah juga dikatakan beriman bila seorang PENGUASA kenyang, sementara RAKYATNYA kelaparan? Inilah yang dilakukan Rasulullah dalam hidupnya:
  1. Zuhud terhadap makanan, dalam hadits Nabi SAW disebutkan kata A’isyah ra kepada keponakannya ‘Urwah: “Telah berlalu atas kami bulan baru, bulan baru, bulan baru (3 bulan) sementara tidak pernah menyala api di dapur rumah Nabi SAW dan keluarganya, maka ditanyakan oleh ‘Urwah: Wahai bibinda maka dengan apa kalian makan? Dijawab: Dengan air dan kurma.” (HR Bukhari 8/121 dan Muslim 8/217)
  2. Zuhud terhadap pakaian, diriwayatkan dari Abi Bardah: “Telah keluar A’isyah ra pada kami membawa sehelai selendang kasar dan selembar kain keras sambil berkata: Telah dibungkus jasad Nabi SAW dengan kain seperti ini.” (HR Bukhari 7/195, Muslim 6/145, Abu Daud 4036 dan Turmudzi 1733) Dan berkata Al-Hasan ra: Umar ra pernah berkhutbah saat ia menjabat presiden sementara di bajunya aku hitung ada 12 bekas jahitan.
  3. Zuhud terhadap tempat tinggal, dalam hadits disebutkan: “Seorang muslim diberi pahala dari semua harta yang dinafkahkannya, kecuali dari apa yang dibuatnya dari tanah ini (bangunan).” (HR Ibnu Maajah 4163), berkata al-Hasan ra: "Aku jika memasuki rumah Nabi SAW, maka kepalaku menyentuh atap daun kurmanya."
  4. Zuhud dalam alat rumah tangga, dalam hadits disebutkan kata Umar ra: “Saya masuk ke dalam rumah Nabi SAW, sedang ia bertelekan pada sebuah tikar kasar sehingga berbekas pada tubuhnya, maka aku melihat pada perabotannya hanya kulihat segenggam tepung sebanyak 1 sha’.” (HR Bukhari 7/38, Muslim 4/189, 191) 
Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu pernah menangis melihat kesahajaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai beliau hanya tidur di atas selembar tikar tanpa dialasi apapun. Umar radhiyallahu ‘anhu berkata:
فَرَأَيْتُ أَثَرَ الْحَصِيْرِ فِي جَنْبِهِ فَبَكَيْتُ. فَقَالَ: مَا يُبْكِيْكَ؟ فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّ كِسْرَى وَقَيْصَرَ فِيْمَا هُمَا فِيْهِ وَأَنْتَ رَسُوْلُ اللهِ. فَقَالَ: أَمَا تَرْضَى أَنْ تَكُوْنَ لَهُمُ الدُّنْيَا وَلَنَا اْلآخِرَةُ؟

Aku melihat bekas tikar di lambung/rusuk beliau, maka aku pun menangis, hingga mengundang tanya beliau, “Apa yang membuatmu menangis?” Aku menjawab, “Wahai Rasulullah, sungguh Kisra (raja Persia, –pent.) dan Kaisar (raja Romawi –pent.) berada dalam kemegahannya, sementara engkau adalah utusan Allah.” Beliau menjawab, “Tidakkah engkau ridha mereka mendapatkan dunia sedangkan kita mendapatkan akhirat?” (HR. Al-Bukhari no. 4913 dan Muslim no. 3676)

Seorang sahabat datang kepada Nabi Saw dan bertanya, "Ya Rasulullah, tunjukkan kepadaku suatu amalan yang bila aku amalkan niscaya aku akan dicintai Allah dan manusia." Rasulullah Saw menjawab, "Hiduplah di dunia dengan berzuhud (bersahaja) maka kamu akan dicintai Allah, dan jangan tamak terhadap apa yang ada di tangan manusia, niscaya kamu akan disenangi manusia." (HR. Ibnu Majah).

Jadi dalam kehidupan ini, yang kita utamakan adalah mengupayakan segala sesuatunya untuk mencapai kebahagiaan hidup di akhirat, kebutuhan di dunia ini juga penting sehingga jangan dilupakan (sekedarnya saja)

"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS Al Qashash : 77)


ZUHUD YANG TERBAIK

Menurut Ibnul Mubarak adalah yang menyembunyikan kezuhudannya dari manusia, ciri-cirinya adalah:
1. Ia tidak merasa senang dengan adanya sesuatu dan tidak merasa sedih dengan ketiadaannya, sebagaimana firman ALLAH SWT: “Agar engkau tidak berputus asa atas apa yang hilang darimu dan merasa senang dengan apa yang ada padamu.” (QS al-Hadiid 23) Dan inilah zuhud dalam harta.
2. Sama baginya dicela atau dipuji, ini merupakan tanda zuhud terhadap kedudukan.
3. Sangat dekat ia dengan ALLAH, dan hatinya dikuasai kelezatan taat pada ALLAH SWT.

Ketahuilah bahwa antara cinta pada ALLAH dengan cinta pada dunia sebagaimana air dengan udara dalam sebuah bejana, jika air masuk maka udara akan keluar dari bejana itu sebanyak air yang masuk, maka ada bejana yang dipenuhi air, 2/3 nya, 1/2 nya, dan seterusnya sampai ada yang kosong sama sekali dari air. Maka dimanakah letak hatimu ?!

Sesungguhnya banyak diantara kita yang berusaha zuhud dengan sebenar-benarnya. Ia berusaha meninggalkan segala harta bendanya. Namun ternyata hal itu hanya terbatas pada sisi lahiriahnya saja. Sedangkan batinnya masih ada sisi untuk tetap menyintai isi dunia tersebut. Lahiriahnya menghindari harta kekayaan (tidak begitu memburu harta benda) namun hatinya tetap saja sibuk memikirkannya. Pikirannya tenggelam dalam pergulatan dan penderitaan yang sangat payah. Padahal yang dimaksud zuhud ialah harus menyeluruh, yaitu bersikap acuh tak acuh terhadap harta dan batinnya sama sekali tak tertarik terhadap kekayaan.

Orang yang benar-benar bisa mencapai amalan zuhud sudah tertanam keyakinan dihatinya yang seyakin-yakinnya bahwa surga itu dipersiapkan untuk orang-orang yang tidak menganggap kemuliaan dunia dan segala sesuatu isi dunia (harta benda) yang sebentar saja rusak. Keyakinan yang demikian ini dianggapnya sebagai syarat untuk mendapatkan syurga kelak diakhirat. Firman Allah :

“Aku jadikan surga itu, untuk orang-orang yang tidak menginginkan ketinggian (kesombongan) dan kerusakan di muka bumi ini”. (QS Al Qashash :83)

“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.” (QS. Asy Syuraa: 20)

Maka jelaslah bagimu wahai saudaraku, uraian diatas baik firman Allah maupun yang lainnya adalah suatu isyarat agar kita bisa mengekang keinginan-keinginan yang berlebihan terhadap harta kekayaan. Sebab itulah urusan dan perkara keinginan ini penting sekali untuk dibicarakan agar kita mampu mengendalikan nafsu kita sendiri.

Marilah kita membiasakan hidup untuk mencari harta atau rejeki dengan keridhoan Allah dan jangan mengharapkan yang berlebihan. Harapan kita hanyalah sekedar sesuai takaran yang dibagikan Allah kepada kita. Kemudian jika kita mendapatkan rejeki, hendaknya suka membagi-bagikan kepada orang lain yang membutuhkannya. Sedekah adalah jalan utama dalam hidup ini. Jika kita sudah terbiasa hidup yang demikian itu dalam menjalankan ibadah, insya Allah Tuhan akan memberikan taufiq dan karunianya kepada kita. Yaitu kita akan mampu menghalau keinginan dan khayalan dalam hati tentang harta kekayaan dan kemewahan dunia. Pada akhirnya kita akan mendapatkan ketenangan hati dan ketenangan raga, sehingga bisa berkonsentrasi menunaikan ibadah dengan baik.

Agar engkau tergerak untuk memberikan sedekah dari harta/rejeki yang kau dapatkan serta tidak mengharapkan rejeki berlebih-lebihan dari Allah, maka hendaknya engkau senantiasa ingat bahwa harta dan isi dunia itu terdapat cela dan membahayakan, juga tidak akan dibawa mati.

‎Nasehat seorang ulama sufi :
"Adakalanya nuur Illahi itu turun kepadamu", tulis Syaikh Ibnu Atho’illah dalam kitabnya, Al Hikam, "tetapi ternyata hatimu penuh dengan keduniaan, sehingga kembalilah nuur itu ke tempatnya semula. Oleh sebab itu, kosongkanlah hatimu dari segala sesuatu selain Allah, niscaya Allah akan memenuhinya dengan ma’rifat dan rahasia-rahasia."



Wallahu a'lam bishsowab

OFA

12 GOLONGAN YANG DIDOAKAN MALAIKAT



1. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci.

"Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa 'Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci". (HR Imam Ibnu Hibban dari Abdullah bin Umar)

2. Orang yang sedang duduk menunggu waktu shalat.


"Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya 'Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia' (HR Imam Muslim dari Abu Hurairah, Shahih Muslim 469)

3. Orang-orang yang berada di shaf barisan depan di dalam shalat berjamaah.

"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang - orang) yang berada pada shaf - shaf terdepan" (Imam Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra' bin 'Azib)

4. Orang-orang yang menyambung shaf pada sholat berjamaah (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalam shaf).

"Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang-orang yang menyambung shaf-shaf" (Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah)

5. Para malaikat mengucapkan 'Amin' ketika seorang Imam selesai membaca Al Fatihah.

"Jika seorang Imam membaca 'ghairil maghdhuubi 'alaihim waladh dhaalinn', maka ucapkanlah oleh kalian 'aamiin', karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu" (HR Imam Bukhari dari Abu Hurairah, Shahih Bukhari 782)

6. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat.

"Para malaikat akan selalu bershalawat ( berdoa ) kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata, 'Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia'" (HR Imam Ahmad dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 8106)

7. Orang-orang yang melakukan shalat shubuh dan 'ashar secara berjama'ah.

"Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat ( yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat 'ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat 'ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, 'Bagaimana kalian meninggalkan hambaku?', mereka menjawab, 'Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat'" (HR Imam Ahmad dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 9140)

8. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan.

"Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata 'aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan' (HR Imam Muslim dari Ummud Darda', Shahih Muslim 2733)

9. Orang-orang yang berinfak.

"Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, 'Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak'. Dan lainnya berkata, 'Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit'" (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah, Shahih Bukhari 1442 dan Shahih Muslim 1010)

10. Orang yang sedang makan sahur.

"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat (berdoa ) kepada orang-orang yang sedang makan sahur" Insya Allah termasuk disaat sahur untuk puasa"sunnah" (HR Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, dari Abdullah bin Umar)

11. Orang yang sedang menjenguk orang sakit.

"Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh" (HR Imam Ahmad dari 'Ali bin Abi Thalib, Al Musnad 754)

12. Seseorang yang sedang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.

"Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain" (HR Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily)

Wallahua’lam bish shawwab.
Sumber : Syaikh Dr. Fadhl Ilahi, Orang-Orang yang Didoakan Malaikat, Pustaka Ibnu Katsir,

----------------------------

Barakallahufikum ..
Mari sahabat bersemangat menjadikan setiap aktivitas kita kebaikan.

KIAT MERAIH KEIKHLASAN

Ruhnya amal shaleh adalah Keikhlasan
------------------------------
-------------------

"Amal itu beragam, lantaran beragamnya keadaan yang menyelinap ke dalam hati (jiwa). Amal itu merupakan kerangka yang tetap (mati, tidak bergerak), dan ruhnya ialah keikhlasan yang ada (melekat) padanya" ( Ibn 'Athaillah as-Sakandari, Al-Hikam)









Unsur terpenting dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Ikhlas,Yakni kemurnian dari ketaatan yang dilakukan hanya ditujukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan terlepas dari seluruh faktor selain-Nya. Sebagaimana dinyatakan,

Allah Subhanahu wa Ta’ala Berfirman :

“Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, yakni dalam Menjalankan agama, dengan lurus”.(Q.S. Al Bayyinah : 5)

Allah pun mengetahui segala sesuatu yang ada dalam isi hati setiap hamba.

Allah Subhanahu wa Ta’ala Berfirman :

“Katakanlah: "Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui”." (QS. Ali Imran: 29)

Diriwayatkan dari’Alqamah bin Waqqas Al Laitsi, dari Umar bin Al Khathab Radhiyallahu Anhu,dimana beliau berkata,

Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam Bersabda :

“Sesungguhnya sempurnanya amal-amal perbuatan hanya dengan niat-niatnya.Dan sesungguhnya bagi setiap orang terantung pada apa yang di niatkannya.Barangsiapa yan hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya,maka hijrahnya itu dinilai karena Allah dan Rasul-Nya.Dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang ia cari atau karena wanita yang dinikahinya,maka hijrahnya itu dinilai karena apa ia berhijrah kepadanya”.

Menurut Hudzaifah Al Mar’asyi”Bahwa ikhlas adalah adanya keseimbangan atas perbuatan seseorang pada lahir maupun batinnya.Al Imam Al Ustadz Abu Al Qashim Al Qusyairi bahwa
“Ikhlas adalah memurnikan ketaatan kepada Al Haq Allah Subhanahu wa Ta’ala,dengan meyengaja melakukan suatu ibadah kepada-Nya,ketaatan ditunjukan untuk Ber-Taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ikhlas adalah salah satu syarat diterimanya suatu amalan, di samping amalan tersebut harus sesuai dengan tuntunan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tanpa ikhlas, amalan jadi sia-sia belaka. Ibnul Qayyim dalam Al Fawa-id memberikan nasehat yang sangat indah tentang ikhlas,

“Amalan yang dilakukan tanpa disertai ikhlas dan tanpa mengikuti tuntunan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bagaikan seorang musafir yang membawa bekal berisi pasir. Bekal tersebut hanya memberatkan, namun tidak membawa manfaat apa-apa.”

Karena ikhlas adalah merupakan syarat diterimanya ibadah,maka apapun yang dikerjakan hanya mengharap dan mendapatkan ke Ridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala,dengan niat baik yang terpelihara dalam hati.

Keikhlasan berarti memenuhi semua perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala,setiap perbuatan,langkah,kata-kata dan Doa hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mencari ridha-Nya. Untuk mendapatkan itu semua keikhlasan tidak datang dengan sendirinya,keikhlasan adalah suasana hati yang harus diusahakan setiap Muslim.

Tidak mudah memperoleh keikhlasan dalam diri seorang muslim.Diatara cara untuk mendapatkanya adalah dengan menumbuhkan rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,dan dengan kecintaan yang mendalam, setelah memahami kebesaran-Nya.Bahwa tidak ada kekuatan lain selain Allah Subhanahu wa Ta’ala,bahwa hanya Allah yang menciptakan alam semesta dari ketiadaan dan yang memelihara makhluk hidup penuh dengan Rahman dan Rahim-Nya,oleh karena itu keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah satu-satunya pengakuan yang harus dicari.

Rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, muncul dari pemahaman dan penghargaan akan kebesaran dan kekuatan-Nya,seseorang yang memahami kebesaran kuasa Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kekuatan abadi-Nya,akan mengetahui bahwa ia bisa saja menghadapi murka dan hukuman-Nya, sebagai bagian dari keadilan Ilahi Rabb,jika ia tidak mampu mengarahkan hidupnya seseuai dengan keinginan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Disamping itu juga untuk memperoleh keikhlasan adalah dengan mengharapkan balasan hanya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.Ibadah apapun bila dilakukan hanya untuk mencari ridha-Nya,pasti akan membuahkan balasan syurga.Seseorang harus berpikir yang membuat ikhlas dalam perbuatannya adalah melakukannya dengan murni dan tulus karena perintah Allah dan tujuan adalah mencapai keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Keikhlasan juga dapat diperoleh dengan cara menguatkan hati nurani.Kata hati adalah kekuatan yang dipercayakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada manusia,untuk menunjukkan jalan yang benar,kata hati akan mengingatkan manusia akan syehtan yang ada dalam jiwa mereka dan segala macam sikap serta tingkah laku yang tidak sesuai dengan Al Qur’an.

Allah Subhanahu wa Ta’ala Berfirman :

“Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun ia mengemukakan alasan-alasannya”.(Q.S. Al Qiyaamah : 14-15)

Setiap manusia secara naluri mengetahui,bisikan yang terdengar adalah suara hati nuraninya dan alasan-alasan yang ia ajukan untuk mengabaikan suara tersebut,yang lebih penting adalah keikhlasan diharapkan dapat diperoleh dengan memahami,kehidupan dunia adalah sementara dan sangat singkat, sementara kehidupan di akhirat adalah kekal abadi.

Kedudukan Ikhlas adalah sebagaimana, Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam bersabda yang artinya, “Ikhlaslah dalam beragama, cukup bagimu amal yang sedikit.” Dalam hadist lain Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam bersabda yang artinya,”Sesungguhnya Allah tidak menerima amal kecuali dilakukan dengan ikhlas dan mengharap ridha-Nya.”


Ciri-Ciri Orang Ikhlas


1. Terjaga dari segala sesuatu yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik sedang bersama dengan manusia atau sendiri. Disebutkan dalam hadits,

“ Aku beritahukan bahwa ada suatu kaum dari umatku datang di hari kiamat dengan kebaikan seperti Gunung Tihamah yang putih, tetapi Allah menjadikannya seperti debu-debu yang beterbangan. Mereka adalah saudara-saudara kamu, dan kulitnya sama dengan kamu, melakukan ibadah malam seperti kamu. Tetapi mereka adalah kaum yang jika sendiri melanggar yang diharamkan Allah.” (HR Ibnu Majah)

2. Senantiasa beramal di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala baik dalam keadaan sendiri atau bersama orang orang lain, baik ada pujian ataupun celaan.

Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu Berkata :

“ Orang yang riya memiliki beberapa ciri; malas jika sendirian dan rajin jika di hadapan banyak orang. Semakin bergairah dalam beramal jika dipuji dan semakin berkurang jika dicela.”

3. Selalu menerima apa adanya yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

4. Mudah memaafkan kesalahan orang lain.


Pengelompokan Ikhlas


1. Ikhlas Mubtadi

Yakni orang yang beramal karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, tetapi di dalam hatinya terbesit keinginan pada dunia. Ibadahnya dilakukan hanya untuk menghilangkan kesulitan dan kebingunan. Ia melaksanakan shalat tahajud dan bersedekah karena ingin usahanya berhasil. Ciri orang yang mubtadi’ bisa terlihat dari cara dia beribadah. Orang yang hanya beribadah ketika sedang butuh biasanya ia tidak akan istiqamah. Ia beribadah ketika ada kebutuhan. Jika kebutuhannya sudah terpenuhi, ibadahnyapun akan berhenti.


2. Ikhlas Abid

Yakni orang yang beramal karena Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hatinya bersih dari riya’ serta keinginan dunia. Ibadahnya dilakukan hanya karena Allah dan demi meraih kebahagiaan akhirat, menggapai syurga, takut neraka, dengan dibarengi keyakinan bahwa amal ini bisa menyelamatkan dirinya dari siksaan api neraka. Ibadah seorang abid ini cenderung berkesinambungan, tetapi ia tidak mengetahui mana yang harus dilakukan dengan segera (mudhayyaq) dan mana yang bisa diakhirkan (muwassa’), serta mana yang penting dan lebih penting. Ia menganggap semua ibadah itu adalah sama.


3. Ikhlas Muhibb

Yakni orang yang beribadah hanya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan ingin syurga atau takut neraka. Semuanya dilakukan karena bakti dan memenuhi perintah dan mengagungkan-Nya

.
4. Ikhlas Arif,

Yaitu orang yang dalam ibadahnya memiliki perasaan bahwa ia digerakkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia merasa bahwa yang beribadah itu bukanlah dirinya. Ia hanya menyaksikan ia sedang digerakkan Allah karena memiliki keyakinan bahwa tidak memiliki daya dan upaya melaksanakan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan. Semuanya berjalan atas kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala.


Manfaat dan Keutamaan Ikhlas

1. Membuat hidup menjadi tenang dan tenteram
2. Amal ibadahnya akan diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
3. Dibukanya pintu ampunan dan dihapuskannya dosa serta dijauhkan dari api neraka.
4. Diangkatnya derajat dan martabat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
5. Doa kita akan diijabah.
6. Dekat dengan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala
7. Mendapatkan perlindungan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
8. Akan mendapatkan naungan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala .di hari kiamat.
9. Allah Subhanahu wa Ta’ala, akan memberi hidayah (petunjuk) sehingga tidak tersesat ke jalan yang salah.
10. Allah akan membangunkan sebuah rumah untuk orang-orang yang ikhlas dalam membangun masjid
11. Mudah dalam memaafkan kesalahan orang lain
12. Dapat memiliki sifat zuhud (menerima dengan apa adanya yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala)

Sahabat-sahabat yang di Rahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, demikian semoga manfaat buat kita semua, Yang benar haq semua datang-Nya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala,yang kurang dan khilaf mohon sangat dimaafkan ’’Akhirul qalam “Wa tawasau bi al-haq Watawa saubil shabr “.
Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala . senantiasa menunjukkan kita pada sesuatu yang di Ridhai dan di Cintai-NYA...aamin
By  Menata Akhlak Menuju Cinta Nya
Aamiin Allahuma AAmiin.

MEMUPUK KETENANGAN DENGAN CINTA ALLAH



Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh..


Saudaraku Fillah...

Firman ALLAH SWT:

'... Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain ALLAH; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai ALLAH. Adapun orang-orang yang beriman sangat kuat kecintaannya kepada ALLAH.. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahawa kekuatan itu kepunyaan ALLAH semuanya dan bahawa ALLAH amat berat siksaan-Nya (nescaya mereka menyesal).'

(Al Baqarah;165)


1. Untungnya mencintai ALLAH..
Menjadikan Tuhan sebagai cinta agung adalah jaminan kebahagiaan dan keselamatan hidup dunia dan Akhirat.Roh semulajadi manusia ingin disayangi dan menyayangi, ingin dikasihi dan mengasihi serta ingin dicintai dan mencintai. Perasaan sayang manusia tiada terhad sesama insan semata tetapi meliputi semua makhluk sama ada yang bernyawa sayang pula diberi hanya sesama manusia, tidak kepada benda. Ini yang membezakan di antara 'sayang' dengan 'kasih sayang'. Manakala perasaan cinta pula walaupun tidak salah diberikan sesama makhluk tetapi cinta paling agung hanya layak diberikan untuk Tuhan.

Menyintai atau ingin dicintai oleh manusia bukanlah kemuncak cinta atau cinta agung, kerana cinta sesama manusia tidak kekal. Paling lama sekadar tempoh masa kita masih hidup. Bahkan sering berlaku dalam sebahagian perjalanan usia kita lagi, iaitu sebelum kita mati, cinta itu telah pudar atau terungkai sama sekali. Cinta yang diagung-agungkan dan dipuja-puja itu akan hancur berkeping

Di sini barulah kita sedar bahawa cinta kepada makhluk atau cinta daripada makhluk bukanlah cinta yang hakiki atau sejati. Itu hanya cinta sementara waktu. Kita saja yang menyangka cinta itu sejati dan sampai ke hujung. Rupa-rupanya dalam perjalanan umur, cinta kita kepada orang lain atau cinta orang lain kepada kita, dengan sendirinya dia ataupun kita sendiri yang mengungkainya semula atas sebab-sebab yang berrnacam-macam.

Oleh kerana itulah, mencintai makhluk selalu mengecewakan kita sekalipun bukan satu kesalahan. Jadi jangan meminta, menagih atau mengharapkan sangat untuk mencintai manusia atau dicintai oleh manusia walaupun itu tidak salah...


2. Cinta pada selain Allah itu tidak abadi

Sebaliknya berilah dan terimalah cinta yang kekal abadi. Itulah cinta agung namanya. Iaitu cintakan Allah yang Maha Agung. Inilah cinta yang hakiki, yang sejati, yang kekal abadi dan membawa kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di Akhirat.

Cintakan Allah ini tiada tandingan dan bandingannya. Cinta ini jika berjaya diperolehi adalah cinta yang paling memuaskan dan menenangkan. Buahnya paling menghiburkan dan paling membahagiakan. Tetapi malangnya cinta yang hakiki dan agung ini jarang orang ambil perhatian. Jarang orang memburunya seperti cinta-cinta murahan yang lain. Mungkin daripada jutaan manusia, hanya seorang yang memburunya.


Kalau seseorang itu telah mencintai Allah, walaupun seluruh makhluk memusuhinya atau membencinya, namun dia tetap mendapat kebahagiaan dan ketenangan. Sebaliknya cinta kepada makhluk tidak akan membawa manusia kepada kebahagiaan sejati dan kekal abadi, selagi cinta hakiki lagi agung daripada Allah itu tidak dimiliki. Sebab itulah orang yang beriman dengan Allah dan mentaatiNya sentiasa tenang walaupun di dalam kesusahan dan ujian.


Oleh yang demikian, kalau kita tidak dapat memiliki cinta daripada manusia, usahlah bersedih hati kerana cinta itu tidak abadi. Pun tidak hakiki dan sejati. Kalau begitu, cari dan burulah cinta yang agung, yaitu Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Beruntungnya siapa yang menjadikan Tuhan sebagai cinta Agungnya....

Subhanallah...Maha Besar Engkau yaa Allah ...

JANGANLAH KAU SIA-SIAKAN USIAMU, WAHAI SAUDARAKU ..

Tiap-tiap sesuatu dapat dicari penggantinya,kecuali usia. Dan, tiap-tiap sesuatu bila telah lenyap, adakalanya dapat dikembalikan melalui suatu jalan atau lainnya, kecuali usia. Karena apa yang telah berlalu dari usia tidak dapat dikembalikan dan ia pergi untuk selamanya.

Apa yang sudah berlalu dari usia, berarti lenyap yang diharapkan masih belum pasti, dan bagimu hanyalah saat sekarang yang sedang dijalani.


Allah Ta'ala berfirman :
أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُم مَّا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَن تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ
"Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?" (QS. Fathir [35] : 37)

Huruf ma disebutkan dalam penggunaannyadakalanya sebagai huruf maushul yang berarti: "Dalam yang cukup untuk berpikir" atau sebagai huruf mashdar yang berarti: "Untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir" dalam kehidupan ini.


Allah Ta'ala berfirman :
قَالَ كَمْ لَبِثْتُمْ فِي الْأَرْضِ عَدَدَ سِنِينَقَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ فَاسْأَلِ الْعَادِّينَ
"Allah bertanya: 'Berapa tahunkah lamanya kamu tinggi di bumi?' Mereka menjawab: 'Kami tinggal di (dibumi) sehari atau setengah hari'." (QS. Al-Mu'muninun [23] : 112-113)


Allah Ta'ala berfirman :
قَالَ إِن لَّبِثْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا ۖ لَّوْ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَعْلَمُونَأَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَفَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ
"Kamu tidak tinggal (di bumi), melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui. Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Mahatinggi Allah, Raja yang sebenarnya, tidak ada tuhan(yang berhak disembah) selain Dia, Tuhan (yang mempunyai) Arsy yang mulia." (QS. Al-Mu'muninun [23] : 114-116)

Kuserahkan Putriku Padamu (Renungan untuk Para Suami)


Saat pertama kali putri kecil kami terlahir di dunia, dia menjadi simbol kebahagiaan bagi kami, orang tuanya. Bahagia yang tiada tara kami rasakan karenanya. Kami menjaganya siang dan malam, sampai kami melupakan keadaan diri sendiri. Kami sadar, memang seharusnyalah seperti itu kewajiban orang tua.

Kami besarkan dia dengan segenap jiwa dan raga. Kami didik dengan semaksimal ilmu yang kami punya. Dan kami jaga dia dengan penuh kehati-hatian.

Dan waktupun berlalu...

Dia kini telah menjadi sesosok gadis yang cantik. Betapa bangga kami memilikinya. Kami berpikir, betapa cepat waktu berlalu, dan terbersit dalam hati kami untuk tetap menahannnya disini. Bukan bermaksud meletakkan ego kami atas hidupnya, Namun sebagai orang tua, siapa yang dapat berpisah dari anaknya. Putri kesayangannnya.

Tapi,...

Hari ini, akhirnya datang juga. Saat dimana kami harus melihatnya terbalut dalam pakaian cantik, yaitu gaun pengantinnya. Gadis kecil kami telah tumbuh dewasa. Dan sesudah ijab kabul ini, kau lah kini yang menjadi penjaganya. Menggantikan kami. Mari ikatkan tanganmu kepadanya.

Waktu akhirnya memaksa kami berpisah dengannya. Walaupun kau adalah orang yang asing dan baru sebentar dikenalnya, sedangkan kami adalah orang tuanya yang telah mengorbankan semua yang kami punya untuknya. Namun, tak ada sama sekali kemarahan kami atas dirimu, menantuku. Namun ijinkan kami sedikit meluapkan kesedihan atas seorang putri kami yang harus jauh meninggalkan kami, karena harus mengikutimu. Kamipun tak akan protes kepadamu, karena mulai hari ini, dia harus mengutamakan kau diatas kami.

Tolong, jangan beratkan hatinya, karena sebenarnya pun hatinya telah berat untuk meninggalkan kami dan hanya mengabdi kepadamu. Seperti hal nya anak yang ingin berbakti kepada orang tua, pun demikian dengannya. Kami tidak keberatan apabila harus sendiri, tanpa ada gadis kecil kami dulu yang selalu menemani dan menolong kami dimasa tua.

Kami menikahkanmu dengan anak gadis kami dan memberikan kepadamu dengan cuma- cuma, kami hanya memohon untuk dia selalu kau jaga dan kau bahagiakan.

Jangan sakiti hatinya, karena hal itu berarti pula akan menyakiti kami. Dia kami besarkan dengan segenap jiwa raga, untuk menjadi penopang harapan kami dimasa depan, untuk mengangkat kehormatan dan derajat kami. Namun kini kami harus menitipkannya kepadamu. Kami tidaklah keberatan, karena berarti terjagalah kehormatan putri kami.

Jika kau tak berkenan atas kekurangannya, ingatkanlah dia dengan cara yang baik, mohon jangan sakiti dia, sekali lagi, jangan sakiti dia.

Suatu saat dia menangis karena merasa kasihan dengan kami yang mulai menua, namun harus sendiri berdua disini, tanpa ada kehadirannya lagi. Tahukah engkau wahai menantuku, bahwa kau pun memiliki orang tua, pun dengan istrimu ini. Disaat kau perintahkan dia untuk menemani orang tuamu disana, pernahkah kau berpikir betapa luasnya hati istrimu? Dia mengorbankan egonya sendiri untuk tetap berada disamping orang tuamu, menjaga dan merawat mereka, sedang kami tahu betapa sedih dia karena dengan itu berarti orang tuanya sendiri, harus sendiri. Sama sekali tiada keluh kesah darinya tentang semua itu, karena semua adalah untuk menepati kewajibannya kepada Allah.

Dia mementingkan dirimu dan hanya bisa mengirim doa kepada kami dari jauh. Jujur, sedih hati kami saat jauh darinya. Namun apalah daya kami, memang sudah masa seharusnya seperti itu, kau lebih berhak atasnya dari pada kami, orang tuanya sendiri.

Maka hargailah dia yang telah dengan rela mengabdi kepadamu. Maka hiburlah dia yang telah membuat keputusan yang sedemikian sulit. Maka sayangilah dia atas semua pengorbanannya yang hanya demi dirimu. Begitulah cantiknya putri kami, Semoga kau mengetahui betapa berharganya istrimu itu, jika kau menyadari.



HAL-HAL YANG MENCEGAH DATANGNYA HIDAYAH ALLAH

Tidak Punya Kesiapan Menerima Hidayah.

Sesungguhnya hal ini telah saya sebutkan, yaitu bahwa hati orang yang bersangkutan tidak punya kesiapan untuk menerima hidayah, tidak punya kemauan untuk itu, tidak menyukainya, tidak mencarinya, dan tidak pula menginginkannya dengan keinginan yang keras.

Sesungguhnya sebagian orang ada yang tidak memperhatikan apakah dirinya beroleh petunjuk ataukah sesat. Dia pun tidak punya perhatian untuk menimba ilmu atau meraih faidah yang berguna. Dia sama sekali tidak perhatian untuk menuntut ilmu agama atau tidak menuntutnya.

Akan tetapi, seandainya keluarganya tidak punya roti (beras), tentulah problem ini lebih penting baginya daripada mengetahui makna surat al Fatihah atau hal-hal yang dpat menunjukinya kepada masalah-masalah agamanya yang bersfiat fardhu 'ain atau sunnah Nabi Shallahu alahi wasslam dalam shalatnya.

Orang seperti ini tidak punya kesiapan untuk menerima hidayah dan tidak pula memperhatikannya. Sehubungan dengan hal ini Allah Ta'ala telah berfirman:
"Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu." (QS. al-Anfal [8] : 23)

Dalam kitab Shahihain disebutkan bahwa Rasulullah Shallahu alaihi wassalam bersabda,"Perumpaan hidayah dan ilmu yang diperintahkan oleh Allah kepadaku untuk menyampaikannya sama dengan hujan yang menimpa bumi".

Selanjutnya, Rasululllah Shallahlu alaihi wassalam membagi-bagi bumi ini ke dalam beberapa bagian sesuai dengan kondisinya."Maka sebagian di antara bumi ini ada yang subur", dalam teks lain disebutkan "baik, mau menerima air sehingga dapat menumbuhkan tetumbuhan dan rumput yang banyak".

Ini adalah perumpaan orang-orang yagn mau menerima hidayah, kemudian menyebarkannya kepada orang lain.
"Sebagiannya ada yang dapat menahah air, maka Allah menjadikannya berguna bagi manusia, sehingga mereka dapat beroleh minuman dan bercocok tanam".

Ini adalah perumpamaan orang-orang yang mau menimba ilmu, tetapi tidak mengajarkannya kepada orang lain. Golongan ini relatif baik, tetapi tidak seperti golongan yang pertama.
"Dan sebagian yang lainnya ada kawasan yang tiada lain hanyalah ketandusan belaka, tidak dapat menahan air tidak dapat menumbuhkan tetumbuhan".

Ini adalah perumpaan tentang orang-orang yang telah berpaling dari hidayah. Selanjutnya, Rasulullah saw. bersabda,"Seperti itulah perumpaan orang yang beroleh manfaat dari ilmu yang diperintahkan Allah kepadaku untuk menyampaikannya, kemudian menjadi orang yagn berilmu, lalu mengajarkannya (kepada orang lain), dan perumpamaan orang yang tidak mau memperhatikan hal tersebut serta tiak pula mau menerima hidayah Allah yang disampaikan olehku".


Orang Yang Lalai Itu Ada Dua Macam:

Pertama, sebagian dari mereka terdiri dari golongan yang fasiq lgi bobrok tak ubahnya seperti hewan atau kedudukannya sama seperti hewan ternak. Semoga Allah melindungi kit adari hal i tu. Kepentingannya hanyalah hawa nafsunya. Dia tidak mengenal, baik Al-Qur'an maupun Sunnah. Adakalanya dia menjalani siang dan malam harinya tanpa mengetahui hendak ke manakah dia pergi dan apakah yang ada dihadapnnya?

Kedua, golongan yang lainnya adalah golongan yang lalai lagi kurang akalnya. Mereka banyak di dapati di daerah pedalaman da tempat-tempat yang tidak mendapat penerangan dari cahaya Islam dan tidak pula pernah tersentuh oleh dakwahnya. Untuk itu sudah menjadi kewajiban bagi para ulama, para mahasiswa, da para da'i untuk pergi ke sana guna mengajari mereka agama Islam, karena sesungguhnya mereka, tidak diragukan lagi, mempunyai tanggung jawab untuk mempunyai tanggung jawab untuk menyampaikan dakwha kepada orang-orang itu.


Berteman dan Bergaul Dengan Orang-Orang Yang  Melalaikan/Buruk

Salah seorang yang shalih mengatakan: "Jauhilah oleh kalian teman yang buruk dan tiada yang membahayakan Abu Thalib selain teman-teman sekedudukannya, karna sesungguhnya tatkala ditawarkan kepadanya kalimah laa ilaaha illallooh, lalu dia hendak mengucapkannya, maka teman-teman sekedudukannya berkata kepadanya: "Jangan kau ucapkan kalimat itu!" Ali Ra pernah berkata: "Berbekallah kalian dari teman-teman sekedudukan yang baik, karena sesungguhnya mereka adalah penolong di dunia dan di akhirat".

Mereka bertanya, "Wahai Abul Hasan (Ali Ra), kalau menjadi penolong di dunia kami mengerti, tetapi bagaimana dengan menjadi penolong di akhirat?"
Ali menjawab, "Tidakkah kalian mendengar firman Allah Ta'ala yang menyebutkan:
الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ
"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertaqwa". (QS. Az-Zukhruf [43] : 67)

Semoga Allah selalu melindungi kita dari teman-teman yang jahat, karena sesungguhnya Rasulullah Shallahu alaihi wasslam, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Shahihain menyebut mereka seperti peniup perapaian pande besi. Rasulullah Shallahu alaihi wassla pernah besabda,"Seseorang itu akan dihimpunkan bersama dengan orang yang disukainya".

Dalam hadist lain Beliau Shallahu alaihi was salam pernah bersabda pula,"Seseorang itu dinilai berdasarkan tuntunan teman dekatnya. Oleh karena itu, hendaklah seseorang diantara kalian memperhatikan sispa yagn akan dijadikan teman dekatnya". (HR. Abu Dawud dan Tirmizi)

Oleh karena itu, Imam Syafi'i rahimahumullah mengatakan dengan rendah diri dalam bait-bait syairnya:
"Aku menyukai orang-orang shalih,
meskipun diriku bukan termasuk di antara mereka,
mudah-mudahan aku beroleh syafa'at dari mereka,
Dan aku benci,
terhadap orang-orang yang kerjanya hanya maksiat,
meskipun kita mempunyai pekerjaaan yang sama.
Semoga Allah melindungi kita dari teman-teman yang buruk,
yaitu orang-orang yang tidak membantu untuk berdzikir."


Penyakit syubhat adalah penyakit keraguan. Penyakit ini sulit disembuhkan. Allah Ta'ala berfirman,
بَلِ ادَّارَكَ عِلْمُهُمْ فِي الْآخِرَةِ ۚ بَلْ هُمْ فِي شَكٍّ مِّنْهَا ۖ بَلْ هُم مِّنْهَا عَمُونَ
"Sebenarnya pengetahuan mereka tentang akhirat tidak sampai (kesana), malahan mereka ragu-ragu tentang akhirat itu, lebih-lebih lagi mereka buta darinya". (QS. An-Naml [27] : 66).

Kemudian, penyakit syahwat dapat menjerumuskan farji dan lisan kebanyakan kaum muslimin, terkecuali orang-orang yang dipelihara oleh Allah, kedalam perbuatan fahisyah (zina), dan menggelincirkan telapak kakinya ke dalam kenistaan yang membuat Tuhan murka, karena kemaksiatan da hal-hal yang diharamkan-Nya. Penyakit ini sulit disembuhkan, meskipun lebih ringan daripada penghalang sebelumnya, karena penyakit ini menyebar melalui kemaksiatan dan dosa-dosa besar.

Penawa kedua penyakit ini dengan mempertebal keyakinan, mempertajam padangan hati, dan memperbanyak pengetahuan agama Islam. Sementara penawar penyakit syahwat, bersikap sabar dengan semua ketentuan dan hukum Allah.


Wallahu'alam.
Dr Aidh Al Qarni

Meraih Cinta Allah

Keuntungan terbesar bagi kita adalah ketika kita mendapatkan Cinta dan kasih sayang Allah. Itulah cita-cita terbesar kita. Dengan cintaNya, rahmat-rahmatNya akan mengundang kesuksesan buat kita. Dan yang lebih terpenting adalah kelapangan, kedamaian dan kebahagiaan hati.

Kita semua merindukan Cinta Allah, tapi seringkali kita lupa untuk mencintaiNya. Coba kita periksa diri kita, seberapa sering kita mengingatNya, karena itulah ciri kalau kita mempunyai cinta. Ketika kita mencintai seseorang, biasanya kita akan mengingat orang itu dalam setiap kesempatan. Apa yang kita lihat dan kita dengar pun langsung kita hubungkan dengan yang kita cintai. Nah, mari kita periksa, apakah setiap yang kita lihat dan kita dengar mengingatkan kita pada Allah?

Indikator berikutnya, ketika kita membicarakan orang atau sesuatu yang kita cintai, biasanya ada getran khusus dalam hati. Pertanyaannya, bagaimana suasana hati kita ketika disebut nama Allah?

Mari kita simak firman Allah dalam Surat Al Anfaal ayat 2 sebagai berikut:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal"

Demikianlah, mari kita jadikan cinta Allah sebagai prioritas pencarian dalam hidup kita.



Sumber : MQ

Manajemen Sakit Hati


Hampir setiap orang tentu pernah mengalami sakit hati dalam hidupnya. Baik dalam keluarga, berteman, maupun bermasyarakat. Sebagaimana sifat sedih dan gembira, rasa yang satu ini adalah suatu kewajaran dalam hidup manusia. Apalagi, mengingat manusia adalah mahluk sosial, yang dalam setiap interaksinya tidak lepas dari kekhilafan.

Sebab-sebab datangnya perasaan ini pun bermacam-macam. Dari masalah sepele hingga masalah besar, dapat menjadi pemicunya. Misalnya berawal dari perbedaan pendapat, adanya konflik atau ketidakcocokan, hingga iri dan dengki. Bila perasaan ini dibiarkan terlalu lama bercokol dalam hati, maka tidak sehatlah hati itu. Pemiliknya pun akan stress dan jauh dari keceriaan. Lebih jauh lagi, hal itu bisa menjauhkan manusia dari RabbNya. Na'udzubillaahi mindzaalik.

Bagaimana memenej rasa sakit hati, agar tidak membuahkan dosa dan azabNya bagi kita sendiri? Allah dan RasulNya telah mengajarkan kiat-kiat tersendiri yang dapat menjadi penawar, bila diamalkan. Apa sajakah itu?

1. Muhasabah (Koreksi Diri).
Sebelum kita menyalahkan orang lain, seharusnyalah kita melihat diri kita sendiri. Bisa jadi kita merasa tersakiti oleh saudara kita, padahal ia tak bermaksud menyakiti. Cobalah bertanya pada diri sendiri, mengapa saudara kita sampai bersikap demikian. Jangan-jangan kita sendiri yang telah membuat kesalahan.


2. Menjauhkan Diri dari Sifat Iri, Dengki, dan Ambisi.
Iri, dengki, dan ambisi adalah beberapa celah yang menjadi pintu bagi syetan untuk memasuki hati manusia. Ambisi yang berlebihan, dapat membuat seseorang buta dan tuli. Bila tidak dilandasi iman, seorang yang ambisius cenderung akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan ambisinya.

Demikian sifat iri dan dengki. Sifat ini berasal dari kecintaan terhadap hal-hal yang bersifat materi, kehormatan, dan pujian. Manusia tidak akan tenang bila dalam hatinya ada sifat ini. Manusia juga tak akan pernah bisa bersyukur, karena selalu merasa kurang. Ia selalu memandang ke atas, dan seolah tidak rela melihat orang lain memiliki kelebihan atas dirinya. Maka hapuslah terlebih dahulu sikap cinta dunia, sehingga dengki pun sirna.

Rasulullah bersabda, "Tidak boleh dengki kecuali kepada dua orang. Yaitu orang yang diberi harta oleh Allah, kemudian memenangkannya atas kerakusannya di jalan yang benar. Dan orang yang diberi hikmah oleh Allah, kemudian memutuskan persoalan dengannya dan mengajarkannya." (HR. Bukhari).


3. Menjauhkan Diri dari Sifat Amarah dan Keras Hati.
Bila marah telah timbul dalam hati manusia, maka kadang manusia bertindak tanpa pertimbangan akal. Jika akal sudah melemah, tinggallah hawa nafsu. Dan syetan pun semakin leluasa melancarkan serangannya, lalu mempermainkan diri manusia. Ibnu Qudamah dalam Minhajul Qashidin menyebutkan bahwa Iblis pernah berkata, "Jika manusia keras hati, maka kami bisa membaliknya sebagai anak kecil yang membalik bola."


4. Menumbuhkan Sifat Pemaaf.
"Jadilah engkau pemaaf, dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh." Demikian firman Allah dalam Al-Qur'an Surat Al-A'raf : 199.

Allah sang Khaliq saja Maha Pemaaf terhadap hambaNya. Tak peduli sebesar gunung atau sedalam lautan kesalahan seorang hamba, jika ia bertaubat dengan sungguh-sungguh, maka Allah akan membukakan pintu maaf selebar-lebarnya. Kita sebagai manusia yang lemah, tidak sepantasnya berlaku sombong, dengan tidak mau memaafkan kesalahan orang lain, sebelum ia meminta maaf. Insya Allah, dengan begitu, hati akan lebih terasa lapang.

Rasulullah bersabda, "Bertakwalah kepada Allah di mana engkau berada, tindaklanjutilah kesalahan dengan kebaikan, niscaya kebaikan tersebut menghapus kesalahan tersebut, dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik." (HR. Hakim dan At-Tirmidzi).


5. Husnudhdhan (Berprasangka Baik).
Allah berfirman, "Hai orang-orang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya." (QS. Al-Hujurat : 12).

Adakalanya seorang muslim berburuk sangka terhadap seorang muslim lainnya sehingga ia melecehkan saudaranya. Ia mengatakan yang macam-macam tentang saudaranya, dan menilai dirinya lebih baik. Tentu, itu adalah hal yang tidak dibenarkan. Akan tetapi, hendaknya setiap muslim harus mawas diri terhadap titik-titik rawan yang sering memancing tuduhan, agar orang lain tidak berburuk sangka kepadanya.


6. Menumbuhkan Sikap Ikhlas.
Ikhlas adalah kata yang ringan untuk diucapkan, tetapi cukup berat untuk dilakukan. Orang yang ikhlas dapat meniatkan segala tindakannya kepada Allah. Ia tidak memiliki pamrih yang bersifat duniawi. Apabila Allah mengujinya dengan kenikmatan, maka ia bersyukur. Bila Allah mengujinya dengan kesusahannya pun, ia bersabar. Ia selalu percaya bahwa Allah akan senantiasa memberikan yang terbaik bagi hambaNya. Orang yang ikhlas akan lebih mudah memenej kalbunya untuk selalu menyerahkan segalanya hanya kepada Allah. Hanya kepadaNyalah ia mengantungkan harapan.
Bila anda sedang dilanda sakit hati, cobalah amalkan kiat di atas. Insya Allah, beban hati akan berkurang. Dada anda pun terasa lapang. Insya Allah.



Maraji' :
- Minhajul Qashidin. Ibnu Qudamah
- Minhajul Muslim. Abu Bakr Jabir Al-Jazairi

Cara Meraih Hidayah Allah


Untuk meraih hidayah Allah, setiap Muslim harus memiliki naluri spiritual, menggunakan akal dan pancaindera, yang sesuai dengan ajaran Islam. Tiga hal tersebut akan lebih lengkap jika kita kembali pada Alquran, hadis Nabi SAW, dan memakmurkan masjid. Salah satu cara meraih hidayah Allah SWT adalah dengan memakmurkan masjid. Bukan sekadar menghadiri shalat, tetapi bagaimana menangkap cahaya hidayah yang terpancar dari masjid.

“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS At-Taubah [9]: 18).

Masjid adalah pancaran nur Ilahi. Allah adalah sumber dan pemberi cahaya. Suatu bahan yang terlihat mengilap atau kusam bergantung pada sifat dan posisi bahan itu apakah dia memantulkan, menyerap cahaya atau tidak. Cahaya dapat berbelok, dapat memantul.

Hidayah juga demikian. Cahaya hanya menembus benda yang transparan melalui kaca. Cahaya tidak dapat menembus tembok, demikian juga cahaya spiritual. Jika hati tertutup, cahaya atau hidayah Allah tidak akan masuk. Ini salah satu sebab mengapa orang ingkar dinamakan kafir. Sebab, hati mereka telah tertutup. Karena itu, bukalah pintu hati dan pikiran untuk meraih hidayah Allah.

Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus1040, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya)1041, yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu..” (QS An Nuur [24]: 35)

Kalau kita ingin pengetahuan, ingin hidayah, maka gunakan naluri kita, gunakan pancaindera dan akal kita. Akal saja tidak cukup, dia memerlukan minyak untuk menyalakan api itu. Kalau minyaknya kotor, akan lahir asap yang memburamkan cahaya. Dan minyak yang bersih akan melahirkan cahaya yang bersih pula.

Peliharalah cahaya itu agar senantiasa bersinar dan menerangi hati kita. Gunakanlah hati, pikiran, dan seluruh pancaindera, agar api dan cahaya itu tidak padam. Dan dari masjid kiranya hal tersebut bisa kita dapatkan. Sebab, orang yang memakmurkan masjid, berarti telah memancarkan cahaya Ilahi. Dan siapa yang berada di jalan cahaya Ilahi, niscaya dia akan selalu diterangi. Mudah-mudahan kita selalu mendapatkan limpahan hidayah Allah karena aktivitas kita selalu terpaut ke masjid.



SEDIHLAH PADA TEMPATNYA, SAUDARAKU ..


Saudaraku..banyak di antara kita yang lebih bersedih pada urusan-urusan sepele seputar duniawi; bersedih karena sedikitnya harta, bersedih karena belum mendapatkan jodoh, bersedih karena belum memiliki anak, bahkan ada yang bersedih karena karena kecewa dengan cinta yang tak abadi. Padahal dunia ini tempat persinggahan sementara.

Setiap orang sudah pasti akan mati, menemui Tuhannya, masuk surga atau neraka. Jangan pernah berpikir bahwa kematian kita akan datang pada usia 70 atau 80 tahun, misalnya. Tetapi berpikirlah bagaimana kita mengisi waktu dengan kebaikan.

Para ulama adalah orang yang hidup sederhana. Jika mendapatkan harta sekian, mereka mensyukurinya dan merasa cukup ( qana’ah) dengannya. Sebut saja misalnya Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ibnu Taimiyah, Rabi’ah al-Adawiyah, dan Sayyid Quthb. Mereka hidup melajang hingga wafatnya, tapi mereka tidak bersedih karena belum menikah. Imam Bukhari hingga wafatnya belum memiliki anak satu pun, tapi tak pernah sekalipun dalam hidupnya dia meratap karena tidak dikaruniai anak.

Kebahagiaan seseorang itu tidak diukur dari materi duniawi, melainkan dari kebenaran yang sedang ditegakkannya dan kedekatannya pada Allah SWT. Bersedih karena urusan-urusan duniawi tidaklah menenteramkan hati dan tidaklah menambah kebaikan apa pun kepada kita. Sebaliknya, kesedihan hanya menambah gejolak dalam jiwa kita.

Dikisahkan bahwa seorang laki-laki pernah mendatangi salah seorang tabi’in yang sedang menangis, maka orang itu menaruh belas kasihan kepadanya. Ia lalu bertanya, ”Apa yang menyebabkanmu menangis? Apakah ada rasa sakit yang kau alami?” Tabi’in itu menjawab, ”Lebih dahsyat dari itu.” Orang tadi bertanya lagi, ”Apakah kamu mendapat berita bahwa salah seorang anggota keluargamu meninggal dunia?” Tabi’in itu menjawab, ”Lebih dahsyat dari itu.” Orang itu bertanya lagi, ”Apakah kamu kehilangan hartamu?” Tabi’in itu menjawab, ”Lebih dahsyat dari itu.”
Laki-laki itu pun berkata sambil terheran-heran, ”Lalu, apakah yang lebih dahsyat dari semua itu?” Tabi’in itu menjawab, ”Kemarin, karena tertidur, saya lupa bangun malam ( tahajud ).” Semestinya memang itulah yg harus kita sedihkan ….
Shalat yang tidak khusyuk, tidak mengisi waktu luang dengan amal shalih, tidak qiyamul lail, atau tidak bersedekah. Atau, melalaikan segala amal shalih lainnya padahal seharusnya kita sempat mengerjakannya.
Kita bersedih mestinya karena bekal untuk akhirat belum terisi penuh, padahal kita tak pernah tahu sampai batas mana usia kita. Lalu kesedihan itu akan menggerakkan hati untuk menjadi manusia yang lebih baik.

Saudaraku,…

Jika bukan sabar, apalagi? tidak ada yg lebih indah dari sebuah kesabaran. Sabar dalam duka dan suka, sabar dalam nikmat dan ujian, semuanya butuh kesabaran, sabar menghadapi sahabat, saudara dan kehidupan, semua diantara kita mempunyai kelemahan, dan cara terbaik menghadapi kelemahan itu dengan kesabaran? fasbir, shobron jamill. Subhanallah..



Tazkiah an Nafs