Sahabat Hikmah...
Ketahuilah bahwa cinta dunia adalah pangkal
segala kesalahan, sedangkan zuhud terhadap dunia merupakan maqom yang
mulia. Zuhud adalah memalingkan diri dari sesuatu yang disukai demi
untuk sesuatu yang lebih baik dan lebih dicintai. Zuhud merupakan buah
dari kalimat syahadat LAA ILAAHA ILLALLAAH. Bahwa tidak ada yang
dijadikan ILAAH (Sesuatu yang DICINTAI, DITAKUTI dan DIHARAPKAN) kecuali
HANYA Allah.
"Dan di antara manusia ada orang-orang
yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya
sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat
sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang
berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari
kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah
amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)." (QS Al Baqarah:165)
Hakikat Dunia
Jabir
bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma berkisah, “Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam melewati pasar sementara orang-orang ada di sekitar
beliau. Beliau melintasi bangkai seekor anak kambing yang kecil atau
terputus telinganya (cacat). Beliau memegang telinga bangkai tersebut
seraya berkata:
أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنَّ هَذَا لَهُ بِدِرْهَمٍ؟
فَقَالُوا: مَا نُحِبُّ أَنَّهُ لَنَا بِشَيْءٍ وَمَا نَصْنَعُ بِهِ؟
قَالَ: أَتُحِبُّوْنَ أَنَّهُ لَكُمْ؟ قَالُوا: وَاللهِ، لَوْ كَانَ حَيًّا
كَانَ عَيْبًا فِيْهِ لِأَنَّهُ أَسَكُّ فَكَيْفَ وَهُوَ مَيِّتٌ؟
فَقَالَ: فَوَاللهِ لَلدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ هَذَا
عَلَيْكُمْ
“Siapa di antara kalian yang suka memiliki anak kambing
ini dengan membayar seharga satu dirham?” Mereka menjawab, “Kami tidak
ingin memilikinya dengan harga semurah apapun. Apa yang dapat kami
perbuat dengan bangkai ini?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
kemudian berkata, “Apakah kalian suka bangkai anak kambing ini menjadi
milik kalian?” “Demi Allah, seandainya pun anak kambing ini masih hidup,
tetaplah ada cacat, kecil/terputus telinganya. Apatah lagi ia telah
menjadi seonggok bangkai,” jawab mereka. Beliau pun bersabda setelahnya,
“Demi Allah, sungguh dunia ini lebih rendah dan hina bagi Allah daripada hinanya bangkai ini bagi kalian.” (HR. Muslim no.7344)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun pernah bersabda:
لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوْضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ
“Seandainya
dunia punya nilai di sisi Allah walau hanya menyamai nilai sebelah
sayap nyamuk, niscaya Allah tidak akan memberi minum kepada orang kafir
seteguk airpun.” (HR. At-Tirmidzi no. 2320, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 686)
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berpesan kepada Abdullah bin Umar
radhiyallahu 'anhuma, sambil memegang pundak iparnya ini:
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ
“Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau bahkan seperti orang yang sekedar lewat (musafir).” (HR. Al-Bukhari no. 6416)
Suatu
ketika Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu melihat Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam tidur di atas selembar tikar. Ketika bangkit dari
tidurnya tikar tersebut meninggalkan bekas pada tubuh beliau.
Berkatalah
para shahabat yang menyaksikan hal itu, “Wahai Rasulullah, seandainya
boleh kami siapkan untukmu kasur yang empuk!” Beliau menjawab:
مَا لِي وَمَا لِلدُّنْيَا، مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Ada
kecintaan apa aku dengan dunia? Aku di dunia ini tidak lain kecuali
seperti seorang pengendara yang mencari teteduhan di bawah pohon, lalu
beristirahat, kemudian meninggalkannya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2377, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih At-Tirmidzi)
Bukanlah
yang disebut Zuhud itu meninggalkan harta, tetapi yang disebut zuhud
itu meninggalkan dunia karena tahu kerusakannya dan berpaling pada
akhirat yang kekal.
Firman Allah SWT:
“Apa-apa yang di sisimu akan sirna, dan apa yang disisi ALLAH akan kekal” (QS An-Nahl 16/96).
Berkata al-Fudhail: "Allah
menciptakan keburukan dalam satu rumah dan menjadikan cinta dunia
sebagai kuncinya, dan ALLAH menciptakan kebaikan dalam satu rumah dan
menjadikan Zuhud sebagai kuncinya."
Bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam zuhud.
Zuhud
akan sangat nyata bila dilakukan oleh orang yang kaya, orang miskin
akan zuhud dari apa? Sedangkan Allah tidak banyak memberikan kekayaan?
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai suri tauladan
manusia, beliau adalah orang kaya yang zuhud. Sebelum menjadi Rasul
beliau seorang pedagang yang sukses, beliau menikahi Siti Khodijah RA
dengan mahar 100 ekor unta. Beliau memiliki unta terbaik dan kuda
tercepat (berapa harga kuda tercepat sekarang ini? atau kendaraan
tercepat?). Dan setelah menjadi kepala negara sebenarnya beliau lebih
kaya lagi. Tetapi karena beliau sebagai kepala negara adalah pemimpin
dan pelayan, beliau tidak akan makan sebelum rakyatnya makan, dan
berusaha tidak lebih enak keadaannya dari rakyatnya.
Dalam hadits disebutkan:
“Tidaklah beriman seseorang bila ia dalam keadaan kenyang sementara tetangganya kelaparan”.(Al-Adabul Mufrad no 112, dishahihkan asy-Syaikh al-Albani).
Lalu
apakah juga dikatakan beriman bila seorang PENGUASA kenyang, sementara
RAKYATNYA kelaparan? Inilah yang dilakukan Rasulullah dalam hidupnya:
- Zuhud
terhadap makanan, dalam hadits Nabi SAW disebutkan kata A’isyah ra
kepada keponakannya ‘Urwah: “Telah berlalu atas kami bulan baru, bulan
baru, bulan baru (3 bulan) sementara tidak pernah menyala api di dapur
rumah Nabi SAW dan keluarganya, maka ditanyakan oleh ‘Urwah: Wahai
bibinda maka dengan apa kalian makan? Dijawab: Dengan air dan kurma.”
(HR Bukhari 8/121 dan Muslim 8/217)
- Zuhud terhadap pakaian,
diriwayatkan dari Abi Bardah: “Telah keluar A’isyah ra pada kami membawa
sehelai selendang kasar dan selembar kain keras sambil berkata: Telah
dibungkus jasad Nabi SAW dengan kain seperti ini.” (HR Bukhari 7/195,
Muslim 6/145, Abu Daud 4036 dan Turmudzi 1733) Dan berkata Al-Hasan ra:
Umar ra pernah berkhutbah saat ia menjabat presiden sementara di bajunya
aku hitung ada 12 bekas jahitan.
- Zuhud terhadap tempat tinggal,
dalam hadits disebutkan: “Seorang muslim diberi pahala dari semua harta
yang dinafkahkannya, kecuali dari apa yang dibuatnya dari tanah ini
(bangunan).” (HR Ibnu Maajah 4163), berkata al-Hasan ra: "Aku jika
memasuki rumah Nabi SAW, maka kepalaku menyentuh atap daun kurmanya."
- Zuhud
dalam alat rumah tangga, dalam hadits disebutkan kata Umar ra: “Saya
masuk ke dalam rumah Nabi SAW, sedang ia bertelekan pada sebuah tikar
kasar sehingga berbekas pada tubuhnya, maka aku melihat pada
perabotannya hanya kulihat segenggam tepung sebanyak 1 sha’.” (HR
Bukhari 7/38, Muslim 4/189, 191)
Umar ibnul Khaththab
radhiyallahu ‘anhu pernah menangis melihat kesahajaan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai beliau hanya tidur di atas selembar
tikar tanpa dialasi apapun. Umar radhiyallahu ‘anhu berkata:
فَرَأَيْتُ
أَثَرَ الْحَصِيْرِ فِي جَنْبِهِ فَبَكَيْتُ. فَقَالَ: مَا يُبْكِيْكَ؟
فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّ كِسْرَى وَقَيْصَرَ فِيْمَا هُمَا
فِيْهِ وَأَنْتَ رَسُوْلُ اللهِ. فَقَالَ: أَمَا تَرْضَى أَنْ تَكُوْنَ
لَهُمُ الدُّنْيَا وَلَنَا اْلآخِرَةُ؟
Aku melihat bekas tikar di
lambung/rusuk beliau, maka aku pun menangis, hingga mengundang tanya
beliau, “Apa yang membuatmu menangis?” Aku menjawab, “Wahai Rasulullah,
sungguh Kisra (raja Persia, –pent.) dan Kaisar (raja Romawi –pent.)
berada dalam kemegahannya, sementara engkau adalah utusan Allah.” Beliau
menjawab, “Tidakkah engkau ridha mereka mendapatkan dunia sedangkan
kita mendapatkan akhirat?” (HR. Al-Bukhari no. 4913 dan Muslim no. 3676)
Seorang
sahabat datang kepada Nabi Saw dan bertanya, "Ya Rasulullah, tunjukkan
kepadaku suatu amalan yang bila aku amalkan niscaya aku akan dicintai
Allah dan manusia." Rasulullah Saw menjawab, "Hiduplah di dunia
dengan berzuhud (bersahaja) maka kamu akan dicintai Allah, dan jangan
tamak terhadap apa yang ada di tangan manusia, niscaya kamu akan
disenangi manusia." (HR. Ibnu Majah).
Jadi dalam
kehidupan ini, yang kita utamakan adalah mengupayakan segala sesuatunya
untuk mencapai kebahagiaan hidup di akhirat, kebutuhan di dunia ini juga
penting sehingga jangan dilupakan (sekedarnya saja)
"Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(keni`matan) dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan
di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan." (QS Al Qashash : 77)
ZUHUD YANG TERBAIK
Menurut Ibnul Mubarak adalah yang menyembunyikan kezuhudannya dari manusia, ciri-cirinya adalah:
1.
Ia tidak merasa senang dengan adanya sesuatu dan tidak merasa sedih
dengan ketiadaannya, sebagaimana firman ALLAH SWT: “Agar engkau tidak
berputus asa atas apa yang hilang darimu dan merasa senang dengan apa
yang ada padamu.” (QS al-Hadiid 23) Dan inilah zuhud dalam harta.
2. Sama baginya dicela atau dipuji, ini merupakan tanda zuhud terhadap kedudukan.
3. Sangat dekat ia dengan ALLAH, dan hatinya dikuasai kelezatan taat pada ALLAH SWT.
Ketahuilah
bahwa antara cinta pada ALLAH dengan cinta pada dunia sebagaimana air
dengan udara dalam sebuah bejana, jika air masuk maka udara akan keluar
dari bejana itu sebanyak air yang masuk, maka ada bejana yang dipenuhi
air, 2/3 nya, 1/2 nya, dan seterusnya sampai ada yang kosong sama sekali
dari air. Maka dimanakah letak hatimu ?!
Sesungguhnya
banyak diantara kita yang berusaha zuhud dengan sebenar-benarnya. Ia
berusaha meninggalkan segala harta bendanya. Namun ternyata hal itu
hanya terbatas pada sisi lahiriahnya saja. Sedangkan batinnya masih ada
sisi untuk tetap menyintai isi dunia tersebut. Lahiriahnya menghindari
harta kekayaan (tidak begitu memburu harta benda) namun hatinya tetap
saja sibuk memikirkannya. Pikirannya tenggelam dalam pergulatan dan
penderitaan yang sangat payah. Padahal yang dimaksud zuhud ialah harus
menyeluruh, yaitu bersikap acuh tak acuh terhadap harta dan batinnya
sama sekali tak tertarik terhadap kekayaan.
Orang yang
benar-benar bisa mencapai amalan zuhud sudah tertanam keyakinan
dihatinya yang seyakin-yakinnya bahwa surga itu dipersiapkan untuk
orang-orang yang tidak menganggap kemuliaan dunia dan segala sesuatu isi
dunia (harta benda) yang sebentar saja rusak. Keyakinan yang demikian
ini dianggapnya sebagai syarat untuk mendapatkan syurga kelak diakhirat.
Firman Allah :
“Aku jadikan surga itu, untuk orang-orang yang tidak menginginkan ketinggian (kesombongan) dan kerusakan di muka bumi ini”. (QS Al Qashash :83)
“Barang
siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah
keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di
dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak
ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.” (QS. Asy Syuraa: 20)
Maka
jelaslah bagimu wahai saudaraku, uraian diatas baik firman Allah maupun
yang lainnya adalah suatu isyarat agar kita bisa mengekang
keinginan-keinginan yang berlebihan terhadap harta kekayaan. Sebab
itulah urusan dan perkara keinginan ini penting sekali untuk dibicarakan
agar kita mampu mengendalikan nafsu kita sendiri.
Marilah
kita membiasakan hidup untuk mencari harta atau rejeki dengan keridhoan
Allah dan jangan mengharapkan yang berlebihan. Harapan kita hanyalah
sekedar sesuai takaran yang dibagikan Allah kepada kita. Kemudian jika
kita mendapatkan rejeki, hendaknya suka membagi-bagikan kepada orang
lain yang membutuhkannya. Sedekah adalah jalan utama dalam hidup ini.
Jika kita sudah terbiasa hidup yang demikian itu dalam menjalankan
ibadah, insya Allah Tuhan akan memberikan taufiq dan karunianya kepada
kita. Yaitu kita akan mampu menghalau keinginan dan khayalan dalam hati
tentang harta kekayaan dan kemewahan dunia. Pada akhirnya kita akan
mendapatkan ketenangan hati dan ketenangan raga, sehingga bisa
berkonsentrasi menunaikan ibadah dengan baik.
Agar engkau
tergerak untuk memberikan sedekah dari harta/rejeki yang kau dapatkan
serta tidak mengharapkan rejeki berlebih-lebihan dari Allah, maka
hendaknya engkau senantiasa ingat bahwa harta dan isi dunia itu terdapat
cela dan membahayakan, juga tidak akan dibawa mati.
Nasehat seorang ulama sufi :
"Adakalanya nuur Illahi itu
turun kepadamu", tulis Syaikh Ibnu Atho’illah dalam kitabnya, Al Hikam,
"tetapi ternyata hatimu penuh dengan keduniaan, sehingga kembalilah nuur
itu ke tempatnya semula. Oleh sebab itu, kosongkanlah hatimu dari
segala sesuatu selain Allah, niscaya Allah akan memenuhinya dengan
ma’rifat dan rahasia-rahasia."
Wallahu a'lam bishsowab
OFA