Jumat, 11 November 2011

ZUHUD - MENGGAPAI CINTA ALLAH TA'ALA

Sahabat Hikmah...
Ketahuilah bahwa cinta dunia adalah pangkal segala kesalahan, sedangkan zuhud terhadap dunia merupakan maqom yang mulia. Zuhud adalah memalingkan diri dari sesuatu yang disukai demi untuk sesuatu yang lebih baik dan lebih dicintai.  Zuhud merupakan buah dari kalimat syahadat LAA ILAAHA ILLALLAAH. Bahwa tidak ada yang dijadikan ILAAH (Sesuatu yang DICINTAI, DITAKUTI dan DIHARAPKAN) kecuali HANYA Allah.

"Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)." (QS Al Baqarah:165)


Hakikat Dunia

Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma berkisah, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati pasar sementara orang-orang ada di sekitar beliau. Beliau melintasi bangkai seekor anak kambing yang kecil atau terputus telinganya (cacat). Beliau memegang telinga bangkai tersebut seraya berkata:
أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنَّ هَذَا لَهُ بِدِرْهَمٍ؟ فَقَالُوا: مَا نُحِبُّ أَنَّهُ لَنَا بِشَيْءٍ وَمَا نَصْنَعُ بِهِ؟ قَالَ: أَتُحِبُّوْنَ أَنَّهُ لَكُمْ؟ قَالُوا: وَاللهِ، لَوْ كَانَ حَيًّا كَانَ عَيْبًا فِيْهِ لِأَنَّهُ أَسَكُّ فَكَيْفَ وَهُوَ مَيِّتٌ؟ فَقَالَ: فَوَاللهِ لَلدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ هَذَا عَلَيْكُمْ

“Siapa di antara kalian yang suka memiliki anak kambing ini dengan membayar seharga satu dirham?” Mereka menjawab, “Kami tidak ingin memilikinya dengan harga semurah apapun. Apa yang dapat kami perbuat dengan bangkai ini?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata, “Apakah kalian suka bangkai anak kambing ini menjadi milik kalian?” “Demi Allah, seandainya pun anak kambing ini masih hidup, tetaplah ada cacat, kecil/terputus telinganya. Apatah lagi ia telah menjadi seonggok bangkai,” jawab mereka. Beliau pun bersabda setelahnya, “Demi Allah, sungguh dunia ini lebih rendah dan hina bagi Allah daripada hinanya bangkai ini bagi kalian.” (HR. Muslim no.7344)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun pernah bersabda:
لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوْضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ
“Seandainya dunia punya nilai di sisi Allah walau hanya menyamai nilai sebelah sayap nyamuk, niscaya Allah tidak akan memberi minum kepada orang kafir seteguk airpun.” (HR. At-Tirmidzi no. 2320, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 686)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berpesan kepada Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma, sambil memegang pundak iparnya ini:
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ
“Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau bahkan seperti orang yang sekedar lewat (musafir).” (HR. Al-Bukhari no. 6416)

Suatu ketika Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidur di atas selembar tikar. Ketika bangkit dari tidurnya tikar tersebut meninggalkan bekas pada tubuh beliau.

Berkatalah para shahabat yang menyaksikan hal itu, “Wahai Rasulullah, seandainya boleh kami siapkan untukmu kasur yang empuk!” Beliau menjawab:
مَا لِي وَمَا لِلدُّنْيَا، مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Ada kecintaan apa aku dengan dunia? Aku di dunia ini tidak lain kecuali seperti seorang pengendara yang mencari teteduhan di bawah pohon, lalu beristirahat, kemudian meninggalkannya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2377, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih At-Tirmidzi)

Bukanlah yang disebut Zuhud itu meninggalkan harta, tetapi yang disebut zuhud itu meninggalkan dunia karena tahu kerusakannya dan berpaling pada akhirat yang kekal.
Firman Allah SWT:
“Apa-apa yang di sisimu akan sirna, dan apa yang disisi ALLAH akan kekal” (QS An-Nahl 16/96).

Berkata al-Fudhail: "Allah menciptakan keburukan dalam satu rumah dan menjadikan cinta dunia sebagai kuncinya, dan ALLAH menciptakan kebaikan dalam satu rumah dan menjadikan Zuhud sebagai kuncinya."
Bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam zuhud.
Zuhud akan sangat nyata bila dilakukan oleh orang yang kaya,  orang miskin akan zuhud dari apa? Sedangkan Allah tidak banyak memberikan kekayaan? Dan  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai suri tauladan manusia, beliau adalah orang kaya yang zuhud. Sebelum menjadi Rasul beliau seorang pedagang yang sukses, beliau menikahi Siti Khodijah RA dengan mahar  100 ekor unta. Beliau memiliki unta terbaik dan kuda tercepat (berapa harga kuda tercepat sekarang ini? atau kendaraan tercepat?). Dan setelah menjadi kepala negara sebenarnya beliau lebih kaya lagi. Tetapi karena beliau sebagai kepala negara adalah pemimpin dan pelayan, beliau tidak akan makan sebelum rakyatnya makan, dan berusaha tidak lebih enak keadaannya dari rakyatnya.

Dalam hadits disebutkan:
“Tidaklah beriman seseorang bila ia dalam keadaan kenyang sementara tetangganya kelaparan”.(Al-Adabul Mufrad no 112, dishahihkan asy-Syaikh al-Albani).

Lalu apakah juga dikatakan beriman bila seorang PENGUASA kenyang, sementara RAKYATNYA kelaparan? Inilah yang dilakukan Rasulullah dalam hidupnya:
  1. Zuhud terhadap makanan, dalam hadits Nabi SAW disebutkan kata A’isyah ra kepada keponakannya ‘Urwah: “Telah berlalu atas kami bulan baru, bulan baru, bulan baru (3 bulan) sementara tidak pernah menyala api di dapur rumah Nabi SAW dan keluarganya, maka ditanyakan oleh ‘Urwah: Wahai bibinda maka dengan apa kalian makan? Dijawab: Dengan air dan kurma.” (HR Bukhari 8/121 dan Muslim 8/217)
  2. Zuhud terhadap pakaian, diriwayatkan dari Abi Bardah: “Telah keluar A’isyah ra pada kami membawa sehelai selendang kasar dan selembar kain keras sambil berkata: Telah dibungkus jasad Nabi SAW dengan kain seperti ini.” (HR Bukhari 7/195, Muslim 6/145, Abu Daud 4036 dan Turmudzi 1733) Dan berkata Al-Hasan ra: Umar ra pernah berkhutbah saat ia menjabat presiden sementara di bajunya aku hitung ada 12 bekas jahitan.
  3. Zuhud terhadap tempat tinggal, dalam hadits disebutkan: “Seorang muslim diberi pahala dari semua harta yang dinafkahkannya, kecuali dari apa yang dibuatnya dari tanah ini (bangunan).” (HR Ibnu Maajah 4163), berkata al-Hasan ra: "Aku jika memasuki rumah Nabi SAW, maka kepalaku menyentuh atap daun kurmanya."
  4. Zuhud dalam alat rumah tangga, dalam hadits disebutkan kata Umar ra: “Saya masuk ke dalam rumah Nabi SAW, sedang ia bertelekan pada sebuah tikar kasar sehingga berbekas pada tubuhnya, maka aku melihat pada perabotannya hanya kulihat segenggam tepung sebanyak 1 sha’.” (HR Bukhari 7/38, Muslim 4/189, 191) 
Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu pernah menangis melihat kesahajaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai beliau hanya tidur di atas selembar tikar tanpa dialasi apapun. Umar radhiyallahu ‘anhu berkata:
فَرَأَيْتُ أَثَرَ الْحَصِيْرِ فِي جَنْبِهِ فَبَكَيْتُ. فَقَالَ: مَا يُبْكِيْكَ؟ فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّ كِسْرَى وَقَيْصَرَ فِيْمَا هُمَا فِيْهِ وَأَنْتَ رَسُوْلُ اللهِ. فَقَالَ: أَمَا تَرْضَى أَنْ تَكُوْنَ لَهُمُ الدُّنْيَا وَلَنَا اْلآخِرَةُ؟

Aku melihat bekas tikar di lambung/rusuk beliau, maka aku pun menangis, hingga mengundang tanya beliau, “Apa yang membuatmu menangis?” Aku menjawab, “Wahai Rasulullah, sungguh Kisra (raja Persia, –pent.) dan Kaisar (raja Romawi –pent.) berada dalam kemegahannya, sementara engkau adalah utusan Allah.” Beliau menjawab, “Tidakkah engkau ridha mereka mendapatkan dunia sedangkan kita mendapatkan akhirat?” (HR. Al-Bukhari no. 4913 dan Muslim no. 3676)

Seorang sahabat datang kepada Nabi Saw dan bertanya, "Ya Rasulullah, tunjukkan kepadaku suatu amalan yang bila aku amalkan niscaya aku akan dicintai Allah dan manusia." Rasulullah Saw menjawab, "Hiduplah di dunia dengan berzuhud (bersahaja) maka kamu akan dicintai Allah, dan jangan tamak terhadap apa yang ada di tangan manusia, niscaya kamu akan disenangi manusia." (HR. Ibnu Majah).

Jadi dalam kehidupan ini, yang kita utamakan adalah mengupayakan segala sesuatunya untuk mencapai kebahagiaan hidup di akhirat, kebutuhan di dunia ini juga penting sehingga jangan dilupakan (sekedarnya saja)

"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS Al Qashash : 77)


ZUHUD YANG TERBAIK

Menurut Ibnul Mubarak adalah yang menyembunyikan kezuhudannya dari manusia, ciri-cirinya adalah:
1. Ia tidak merasa senang dengan adanya sesuatu dan tidak merasa sedih dengan ketiadaannya, sebagaimana firman ALLAH SWT: “Agar engkau tidak berputus asa atas apa yang hilang darimu dan merasa senang dengan apa yang ada padamu.” (QS al-Hadiid 23) Dan inilah zuhud dalam harta.
2. Sama baginya dicela atau dipuji, ini merupakan tanda zuhud terhadap kedudukan.
3. Sangat dekat ia dengan ALLAH, dan hatinya dikuasai kelezatan taat pada ALLAH SWT.

Ketahuilah bahwa antara cinta pada ALLAH dengan cinta pada dunia sebagaimana air dengan udara dalam sebuah bejana, jika air masuk maka udara akan keluar dari bejana itu sebanyak air yang masuk, maka ada bejana yang dipenuhi air, 2/3 nya, 1/2 nya, dan seterusnya sampai ada yang kosong sama sekali dari air. Maka dimanakah letak hatimu ?!

Sesungguhnya banyak diantara kita yang berusaha zuhud dengan sebenar-benarnya. Ia berusaha meninggalkan segala harta bendanya. Namun ternyata hal itu hanya terbatas pada sisi lahiriahnya saja. Sedangkan batinnya masih ada sisi untuk tetap menyintai isi dunia tersebut. Lahiriahnya menghindari harta kekayaan (tidak begitu memburu harta benda) namun hatinya tetap saja sibuk memikirkannya. Pikirannya tenggelam dalam pergulatan dan penderitaan yang sangat payah. Padahal yang dimaksud zuhud ialah harus menyeluruh, yaitu bersikap acuh tak acuh terhadap harta dan batinnya sama sekali tak tertarik terhadap kekayaan.

Orang yang benar-benar bisa mencapai amalan zuhud sudah tertanam keyakinan dihatinya yang seyakin-yakinnya bahwa surga itu dipersiapkan untuk orang-orang yang tidak menganggap kemuliaan dunia dan segala sesuatu isi dunia (harta benda) yang sebentar saja rusak. Keyakinan yang demikian ini dianggapnya sebagai syarat untuk mendapatkan syurga kelak diakhirat. Firman Allah :

“Aku jadikan surga itu, untuk orang-orang yang tidak menginginkan ketinggian (kesombongan) dan kerusakan di muka bumi ini”. (QS Al Qashash :83)

“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.” (QS. Asy Syuraa: 20)

Maka jelaslah bagimu wahai saudaraku, uraian diatas baik firman Allah maupun yang lainnya adalah suatu isyarat agar kita bisa mengekang keinginan-keinginan yang berlebihan terhadap harta kekayaan. Sebab itulah urusan dan perkara keinginan ini penting sekali untuk dibicarakan agar kita mampu mengendalikan nafsu kita sendiri.

Marilah kita membiasakan hidup untuk mencari harta atau rejeki dengan keridhoan Allah dan jangan mengharapkan yang berlebihan. Harapan kita hanyalah sekedar sesuai takaran yang dibagikan Allah kepada kita. Kemudian jika kita mendapatkan rejeki, hendaknya suka membagi-bagikan kepada orang lain yang membutuhkannya. Sedekah adalah jalan utama dalam hidup ini. Jika kita sudah terbiasa hidup yang demikian itu dalam menjalankan ibadah, insya Allah Tuhan akan memberikan taufiq dan karunianya kepada kita. Yaitu kita akan mampu menghalau keinginan dan khayalan dalam hati tentang harta kekayaan dan kemewahan dunia. Pada akhirnya kita akan mendapatkan ketenangan hati dan ketenangan raga, sehingga bisa berkonsentrasi menunaikan ibadah dengan baik.

Agar engkau tergerak untuk memberikan sedekah dari harta/rejeki yang kau dapatkan serta tidak mengharapkan rejeki berlebih-lebihan dari Allah, maka hendaknya engkau senantiasa ingat bahwa harta dan isi dunia itu terdapat cela dan membahayakan, juga tidak akan dibawa mati.

‎Nasehat seorang ulama sufi :
"Adakalanya nuur Illahi itu turun kepadamu", tulis Syaikh Ibnu Atho’illah dalam kitabnya, Al Hikam, "tetapi ternyata hatimu penuh dengan keduniaan, sehingga kembalilah nuur itu ke tempatnya semula. Oleh sebab itu, kosongkanlah hatimu dari segala sesuatu selain Allah, niscaya Allah akan memenuhinya dengan ma’rifat dan rahasia-rahasia."



Wallahu a'lam bishsowab

OFA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar