Jumat, 11 November 2011

BERPRASANGKA BAIK KEPADA ALLAH



Berbaik-sangkalah kepada Rabb-mu dalam setiap keadaan.
Dan janganlah berburuk sangka,
sebab engkau tidak tahu,
apakah engkau berada dalam akhir hayatmu,
dalam setiap tarikan nafas yang keluar darimu,
dan kemudian engkau meninggal, serta…
dalam keadaan berbaik sangka kepada-Nya.

Engkaupun tidak tahu,
bahwa mungkin saja Allah menggenggammu,
pada satu tarikan nafas yang keluar darimu.

Tinggalkanlah perkataan orang,
yang menampakkan prasangka-buruk dalam hidupmu,
dan memperlihatkan prasangka baik kepada Allah,
di saat kematian menyongsongmu.

Di dalam prasangka-baik itu terdapat faedah,
dan terdapat pengetahuan tentang Allah,
yakni bahwa engkau telah memenuhi hak-Nya,
dan menunaikan hak-Nya.
Hak Allah atas dirimu ialah bahwa engkau beriman kepada firman-Nya:
”Dan Kami jadikan kamu dalam keadaan tidak mengetahui” (QS Al-Waqi’ah 56:61)

Diriwayatkan dari Rasulullah SAW dalam hadits qudsi:
”Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada-Ku.
Karena itu berbaik-sangkalah kepada-Ku”
Dan berprasangka-baik tidaklah khusus berlaku hanya pada waktu tertentu saja.
Jadikanlahprasangkamu kepada Allah sebagai pengetahuan,
bahwa dia memaafkanmu dan menyerumu kepada prasangka ini,
sesuai firman-Nya:
”Wahai hamba-hama-Ku yang melampaui batas,
kepada jiwa mereka sendiri (anfusihim),
janganlah kamu berputus-asa dari rahmat Allah.” (QS Az-Zumar 39:53)
Tidak ada yang mencegahmu dari hal itu,
melainkan kamu harus mengakhirinya.

Dia telah berfirman dalam al-Qur’an.
Firman-Nya adalah benar,

Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah mengampuni dosa seluruhnya.”
Ampunan itu tidak dikhususkan pada dosa tertentu saja.
Bahkan,
Dia menegaskan dengan firman-Nya, ”Seluruhnya.”

Kemudian Dia melanjutkan firman-Nya:
”Sesungguhnya Dia.”
Di sini disebutkan kata ganti yang kembali kepada-Nya,
yakni, ”Yang Mahapengampun, Mahapenyayang.” (Az-Zumar 39:53-54)
Rahmat-Nya mendahului murka-Nya.
Demikian pula Dia berfirman:
”Orang-orang yang melampaui batas.”
Dia tidak menyebut siapa yang melampaui batas itu,
melainkan menggunakan ism naqish,
yang mencakup setiap orang yang melampaui batas.
Kemudian al-’ibaad (hamba-hamba) di-idha-fat-kan kepada-Nya,
Karena mereka adalah hamba-hamba-Nya,
sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya tentang hamba yang shaleh,
Nabi Isa a.s.:
”Jika engkau menyiksa mereka,
maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Ku.” (QS Al-Maidah 5:118).
Dia menisbatkan mereka kepada-Nya.
Dan keluhuran penisbatan kepada Allah SWT,
cukuplah sudah dikatakan sebagai kemuliaan

Syaikh Ibn ’Arabi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar