Sabtu, 07 April 2012

::: SHALAT KHUSYUK ITU MUDAH DAN SANGAT NIKMAT ... :::


Bismillahirahmannirahim,

Satu prinsip utamanya adalah jangan ‘mencari’ khusyu’, cukup siapkan diri untuk ‘menerima’ khusyu’ itu, karena khusyu’ bukan kita ciptakan tapi ‘diberi langsung’ oleh Allah sebagai hadiah nikmat kita menemuiNya.


RILEKS

Maka saya bersikap rileks. Kepala hingga pinggang dikendorkan, jatuh laksana kain basah yang dipegang ujungnya dari atas. Berat badan mengumpul di kaki yang kemudian serasa keluar akarnya, mengakar ke bumi. Berdiri santai, senyaman kita berdiri. Abu Sangkan (1) menggambarkan laksana pohon cemara, meluruh atasnya, kukuh akarnya sehingga luwes tertiup angin namun tak roboh. Bersikap rileks menyiapkan diri kita untuk siap ‘menerima’ kurnia khusyu’, karena khusyu’ itu diberi bukan kita ciptakan.

Lalu saya mulai bertakbir, Allahu Akbar. Dan selanjutnya saya baca dengan pelan-pelan. Karena bacaan subuh harus diucapkan agak keras, maka saya rendahkan suara saya. Pelan (Perlahan) sesuai tips buku itu, rendah suara karena -jujur- saya agak malu kalau suara saya terdengar isteri saya yang sedang tiduran. Rasanya seperti baru belajar solat lagi. Saya berdiri lama, banyak berhenti kalau memang sedang tidak ingin baca. Saya meresapi kesendirian dan berusaha menangkap kehadiran Tuhan yang sesungguhnya amat dekat dengan kita, namun kita tumpul untuk merasakannya. Saya sedang menemuiNya sekarang. Saya, roh saya tepatnya. Badan fisik ini hanyalah alat yang mengantar roh ini berjumpa kembali dengan yang dicintainya, ialah Allah yang meniupkan roh ini dahulu ke dalam badan fisik.


Ketika kita solat, selain badan fisik kita ini solat pula roh kita. Roh inilah yang benar-benar ingin solat - kembali menemui Tuhannya- sementara badan fisik ini sarana kita mengantarnya dengan gerakan dan bacaan. Roh kita ini sesungguhnya ingin solat dengan tenang, santai, tuma’ninah. Sayangnya badan kita ‘ngebut’ (suka berebut, lekas, cepat, terburu-buru) jadilah roh kita itu jengkel. sejengkel-jengkelnya kerana selalu ketinggalan gerakan badan. Maka tips sederhana dari buku itu adalah jika ruku’, tunggu, tunggu hingga roh ikut mantap dalam ruku’ itu. Saat I’tidal, tunggu, tunggu hingga roh mu ikut mantap I’tidal. Demikian pula saat sujud, duduk antara dua sujud, juga duduk tasyahud. Tunggu, tunggu hingga roh mu ikut sujud, ikut duduk, ikut tasyahud.


BERIKAN KESEMPATAN PADA ROH KITA

Berikan kesempatan roh kita - sebut saja “aku” yang sejati - untuk mengambil sikap solatnya. Dia agak lamban, namun sholat ini utamanya untuk ‘aku” kita itu, bukan untuk badan fisik kita.

Maka saya solat dengan sangat perlahan. Santai. kalau sedang malas baca, saya diam saja. menikmati kepasrahan saya hadir menemui Tuhan. Saya baca bacaan solat dengan pelan .. Saya mencoba berdialog, dan itulah memang esensi sholat.


ESENSI SOLAT ADALAH DO'A, BERDIALAOG DENGAN ALLAH SECARA LANGSUNG

Kita sebenarnya diberi kesempatan untuk mengadu. Kita adukan semua persoalan kita kepada Allah. Kita adukan semua kebingungan kita, pekerjaan, rezki, kesehatan, cinta, dan semua apapun. Kita mengadu, dan kita pasrah menunggu dijawab. Dan pasti Allah menjawabnya langsung. Roh bisa merasakannya, namun kalau dia dipaksa tertinggal-tinggal oleh gerakan badan, maka dia tidak sempat menikmati pertemuan dengan Allah itu.

Saat ruku’ saya ruku’ lama, sambil menarik regang kaki dan punggung saya. Nikmati saja seperti menikmati peregangan bila senam. Saat sujud, saya tumpukan kepala sebagai tumpuan utama. Nikmat rasanya ‘terpijat’ dahi ini oleh gerak sujud. Saat roh telah ikut sujud, saya baca dengan penghayatan, “Subhana robbiyal a’laa wa bi hamdih” (Maha Suci Engkau yang Maha Tinggi dan Maha Terpuji). Rasanya nikmat sekali sujud lama.

Lalu, lalu saya duduk setelah sujud. Saya baca sepotong-sepotong bacaannya, sesuai tips buku itu. Robbighfirlii (Ya Tuhan ampunilah aku). Lalu saya diam. Tiba-tiba keluar sendiri air mata, saya menangis karena menyadari betapa dalam makna kalimat pengaduan ini. Kita minta secara langsung untuk dimaafkan. Roh kita meminta secara langsung, dan Allah menjawabnya.

Saya menangis. Roh saya, kita yang sejati, menangis.

# War hamnii (dan sayangilah aku), air mata itupun tumpah.

# Wajburnii. Diam.

# War fa’nii. Diam. Saya tak terlalu yakin arti yang saya baca. Tapi saya makin menangis.

# Warzuqnii (beri rizki padaku -Ya Allah), air mata saya tumpah, betul-betul saya tiba-tiba sadar bahwa selama ini saya mengejar-ngejar rezeki tapi tidak serius mengakui itu dariNya, lalu saat ini saya sedang memintanya langsung!

# Wahdinii (tunjukilah aku -karena aku sedang bingung dan tak tahu). Diam, saya menangis.

# Wa’aafinii (dan sihatkan aku -aku yang sedang sakit pelik).

# Wa’fuannii (dan maafkan aku- yang banyak dosa ini). Saya duduk lama sekali. Sambil mengusap air mata yang bercucuran.



SAYA MENGANGKAT TANGAN SEPERTI SEORANG PENGEMIS ...

Solat Subuh dua rakaat ini panjang. Ditutup dengan tasyahud yang menggetarkan. Apalagi ketika membaca “Assalaamu’alainaa wa ‘alaa ibaadillahisshoolihiin” (keselamatan mohon dikaruniakan kepada kami - para roh yang sedang menemuiMu - dan atas roh-roh ahli-ahli ibadah yang soleh). Saya menangis terus-menerus, sehingga berulang kali mengusap hingus yang keluar dari hidung.

Setelah solat, sesuai dengan tips buku itu, saya mulai berdoa dengan meratap. Saya ucapkan hanya, “Ya Allah… Ya Allah… Ya Allah…”, sambil mengangkat tangan setinggi wajah seperti seorang pengemis yang meminta-minta. Berkali-kali, hingga hati saya siap berdoa.

Saya ingat buku Al Ghazali dulu saya baca, sekitar 15 tahun lalu, yang berjudul Rahasia Solat. Salah satu point yang saya ingat adalah, kalau kita ingin dekat Allah maka kita harus sungguh-sungguh memanggilnya laksana seorang anak kecil yang ketakutan karena ada ular atau bahya, lalu memanggil-manggil ayahnya, “Ayah… Ayah… Ayah…”, maka ayahnya pasti datang dengan seruan itu dan melindungi anak tersebut. Demikianlah kalau kita ingin bebas dari maksiat, kata Al Ghazali, maka kita harus panggil dengan betul-betul ketakutan akan maksiat tersebut, kita panggil pelindung kita dengan sungguh-sungguh seakan anak kecil memanggil-manggil ayahnya, maka akan dilindungi kita dari maksiat tersebut.

Lalu saya berdoa, dengan masih terus menangis. Saya merasa mengadu dan masih mengadu di depan Tuhan secara langsung. Saya mengikhlaskan apapun jawaban dari doa saya tersebut.

Saya bahagia bisa merasakan solat seperti itu. Tidak akan tergantikan dengan wang dan kemewahan dunia lainnya.


SUNGGUH PENGALAMAN YANG MENAKJUBKAN

Sungguh pengalaman yang menakjubkan. Cerita berhalaman-halaman tidak akan mampu melukiskan hal itu. Silakan coba sendiri, rasakan sendiri, menangislah bermohon kepada Allah.


Khusyu’ dalam solat adalah cermin kekhusyu’an seseorang di luar solat.
--------------------------------------------------------------------------

Khusyu’ dalam solat adalah sebuah ketundukan hati dalam zikir dan kosentrasi hati untuk taat, maka ia menentukan nata’ij (hasil-hasil) di luar solat. Oleh kerana itulah Allah memberi jaminan kebahagiaan bagi mu’min yang khusyu’ dalam solatnya.

“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang yang dalam solatnya selalu khusyu’” (Al-Mu’minun:1-3).


Begitu juga iqamatush-shalah yang sebenarnya akan menjadi kendali diri sehingga jauh dari tindakan keji dan munkar. Allah berfirman,

“Dan tegakkanlah solat, sesungguhnya solat itu mencegah tindakan keji dan munkar” (Al-Ankabut:45).


Sebaliknya, orang yang melaksanakan solat sekadar untuk menanggalkan kewajipan dari dirinya dan tidak megambil berat kualiti solatnya, apatah lagi waktunya, maka Allah dan Rasul-Nya mengecam pelaksanaan solat yang semacam itu. Allah berfirman,

“Maka celakalah orang-orang solat, iaitu orang-orang yang lalai dari solatnya” (Al-Maun: 4-5)


Solat yang tidak khusyu’ merupakan ciri solat orang-orang munafik. Seperti yang Allah firmankan,

“Sessungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, padahal Allah (balas) menipu mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk solat mereka berdiri malas-malasan, mereka memamerkan ibadahnya kepada banyak orang dan tidak mengingat Allah kecuali sangat sedikit” (An-Nisa’:142).


Rasulullah saw. bersabda,

“Itulah solat orang munafiq, ia duduk-duduk menunggu matahari sampai ketika berada di antara dua tanduk syetan, ia berdiri kemudian mematok empat kali, ia tidak mengingat Allah kecuali sedikit.” (Diriwayatkan Al-Jama’ah kecuali Imam Bukhari).


Semoga Allah memberi karunia dan rahmat , khusyu ni'mat dalam solat bagi kita bersama.. aamiin



Wallahua'lam bishawab,
Semoga bermanfaat ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar