“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, agar tunduk hati mereka untuk mengingat Allah dan tunduk pada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya yang telah diturunkan Al Kitab kepadanya, setelah berlalu masa yang panjang lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik.“(al Hadid :16)
خُشُوْعُ berarti tenang, tunduk, merendahkan hati, lunak dan rasa takut. Fiil madhinya khasya’a dan mudhari’nya yakhsya’u.
خُشُوْعُ adalah sifat dan suasana hati dimana ia memiliki pengaruh yang kuat terhadap gerak gerik seluruh anggota badannya, karena itu خُشُوْعُ -nya hati akan nampak pada perilaku dan ucapan lisan. Al Hakim meriwayatkan hadith dari Abu Hurairah dari Nabi وسلم علي ﷲ صلى, beliau bersabda: “andaikata hati ini خُشُوْعُ, maka akan خُشُوْعُ -lah seluruh anggota tubuhnya.” (Jami’s Shaghir 130)
Hati menjadi tempat dimana Allah memandang dan menilai seseorang, karena bukan pakaian, bentuk tubuh, atau warna kulit yang dipandangNya, tetapi Allah memandang suasana hatinya, apakah خُشُوْعُ atau tidak. Walaupun seorang muslim secara syariat sudah melaksanakan solat tapi bila tidak terdukung dengan خُشُوْعُ nya hati, akan mengurangi nilai ibadahnya.
Imam Muslim dan Ibnu Majah meriwayatkan hadith dari Abu Hurairah dengan sanad sahih bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak melihat bentuk tubuhmu dan harta bendamu tetapi sungguh Dia melihat pada hati dan amal perbuatan kalian.” (Jami’us Shaghir 74)
خُشُوْعُ berada di kedalaman hati, dan hati berada dalam dada, karena ia berada jauh di tempat yang dalam dan tak terlihat, sering kali manusia kurang peduli terhadap suasana hatinya, apakah خُشُوْعُ atau tidak, kebanyakan mengamalkan secara lahiriyyah tetapi tidak melibatkan suasana hati yang خُشُوْعُ, padahal nilai dari apa yang terlahir itu bergantung kepada apa yang ada dalam hatinya, walaupun antara lahir dan batin itu juga harus sinkron (Eng: synchronise, BM: selari).
خُشُوْعُ memiliki sifat bertambah atau berkurang, bertambahnya kekhusyu’kan disebabkan oleh amal soleh yang selalu dijaga dan berpaling dari segala bentuk kemaksiyatan. Sebaliknya bila mencampur aduk antara ketaatan dan kemungkaran akan mengurangi bahkan menghilangkan kekhusyu’kan.
خُشُوْعُ mengandung rasa takut kepada Allah سبحانا وتعاﱃ, yang mendorong seorang mukmin untuk serius (mujahadah) mengendalikan hawa nafsunya, rasa takut kepada Allah juga menjadi modal untuk menjauhi perbuatan dosa yang menjadi sumber murka Allah. Bila rasa takut kepada Allah telah benar maka akan hilanglah ketakutan pada mahluk lainnya. Bila rasa takut dari kebanyakan manusia ini kita bandingkan dengan rasa takut kepada Allah yang dimiliki alam semesta tentu sangat berbeda.
Gunung yang gagah menjulang tinggi kelangit memiliki rasa takut yang hebat kepada Allah سبحانا وتعاﱃ sedangkan kebanyakan manusia takut miskin, takut kehilangan jabatan, takut merugi tetapi tidak takut pada murka Allah. Bagaimana takutnya gunung kepada Allah digambarkan dalam ayat berikut:
“Kalau sekiranya kami turunkan Al-Quran Ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah.” (al Hasyr: 21)
Pada akhir zaman ini menjaga خُشُوْعُ bagi kebanyakan orang muslim termasuk urusan yang sulit, karena banyaknya fitnah akhir zaman yang dihadapi hingga mempengaruhi pemikiran dan emosi yang terbawa pada palaksanaan ritual ibadah. Kerana itu bersabda:
Abu Darda’ meriwayatkan Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda,
أَوَّلُ شَيْئٍ يُرْفَعُ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ الْخُشُوْعُ حَتَّى لاَ تَرَى فِيْهَا خَاشِعًا
“Hal pertama yang diangkat dari ummat ini adalah khusyu’sampai-sampai kamu tidak menemukan seorang pun yang khusyu’.” (Thabrani dengan sanad baik dan dinilai shahih oleh Albani).
Pengertian خُشُوْعُ yang terkandung dalam surat Al Hadid ayat 16 tersebut juga berarti lunak atau lembutnya hati, artinya hati yang خُشُوْعُ adalah hati yang lembut/lunak, sebaliknya hati yang tidak خُشُوْعُ adalah hati yang keras membatu yang mengarah pada bentuk fasik, yang merusak iman seorang mukmin.
Hati yang خُشُوْعُ dapat dicapai dengan beberapa amalan pendukung seperti memperbanyak solat berjamaah di masjid, mengamalkan solat lail (solat sepertiga akhir malam), berpuasa sunat memperbanyak dzikir kepada Allah Ta’ala hal ini ditegaskan Allah dengan firmanNya :
“… gemetar kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, Kemudian menjadi lunak kulit dan hati mereka lantaran Dzikrullah” (az Zumar: 23)
Ketika Abu Dzar ditanya Nabi صلى الله عليه وسلم tentang apa yang disukainya dari kehidupan dunia ini Abu Dzar menjawab: saya suka lapar (artinya ia suka puasa sunat) karena dengan lapar itu hatiku akan menjadi lembut. Salah satu dari kekhusyu’kan adalah lunak atau lembutnya hati.
Dengan hati yang lembut ini dapat kita rasakan betapa banyaknya kesalahan dan dosa yang dilakukan, kemudian mengalirlah air mata penyesalan.
Tetesan air mata bukan tangisan karena tidak mampu membayar hutang, atau karena urusan duniawi,tetapi tangisan karena ingat kepada Allah سبحانا وتعاﱃ maka tetesan air mata yang tidak ada nilainya dihadapan manusia, tetapi dihadapan Allah akan dapat menyelamatkan dari lautan api neraka, dan ini adalah salah satu tanda hati yang خُشُوْعُ. Allah berfirman :
“Dan muka mereka menyungkur bersujud sambil menangis yang menambah خُشُوْعُ mereka.”” (al Isra : 109)
SOLAT DAN خُشُوْعُ
Allah berfirman :
“Jadikanlah sabar dan صلاة sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (Al-Baqarah: 45-46)
خُشُوْعُ dapat dipantau dari perasaan hati, bila kita melaksanakan solat terasa ringan kemudian sesudahnya kita rasakan kedamaian dan ketenteraman hati ini adalah kesan dari خُشُوْعُ -nya hati.
Sebaliknya bila melaksanakan solat terasa berat, tergesa-gesa dan bergerak-gerak selain gerakan solat, kemudian sesudahnya tidak merasakan dampak ketenteraman dan kedamaian ini pertanda hilangnya ke خُشُوْعُ kan.
Shared by bicara Hidayah
خُشُوْعُ berarti tenang, tunduk, merendahkan hati, lunak dan rasa takut. Fiil madhinya khasya’a dan mudhari’nya yakhsya’u.
خُشُوْعُ adalah sifat dan suasana hati dimana ia memiliki pengaruh yang kuat terhadap gerak gerik seluruh anggota badannya, karena itu خُشُوْعُ -nya hati akan nampak pada perilaku dan ucapan lisan. Al Hakim meriwayatkan hadith dari Abu Hurairah dari Nabi وسلم علي ﷲ صلى, beliau bersabda: “andaikata hati ini خُشُوْعُ, maka akan خُشُوْعُ -lah seluruh anggota tubuhnya.” (Jami’s Shaghir 130)
Hati menjadi tempat dimana Allah memandang dan menilai seseorang, karena bukan pakaian, bentuk tubuh, atau warna kulit yang dipandangNya, tetapi Allah memandang suasana hatinya, apakah خُشُوْعُ atau tidak. Walaupun seorang muslim secara syariat sudah melaksanakan solat tapi bila tidak terdukung dengan خُشُوْعُ nya hati, akan mengurangi nilai ibadahnya.
Imam Muslim dan Ibnu Majah meriwayatkan hadith dari Abu Hurairah dengan sanad sahih bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak melihat bentuk tubuhmu dan harta bendamu tetapi sungguh Dia melihat pada hati dan amal perbuatan kalian.” (Jami’us Shaghir 74)
خُشُوْعُ berada di kedalaman hati, dan hati berada dalam dada, karena ia berada jauh di tempat yang dalam dan tak terlihat, sering kali manusia kurang peduli terhadap suasana hatinya, apakah خُشُوْعُ atau tidak, kebanyakan mengamalkan secara lahiriyyah tetapi tidak melibatkan suasana hati yang خُشُوْعُ, padahal nilai dari apa yang terlahir itu bergantung kepada apa yang ada dalam hatinya, walaupun antara lahir dan batin itu juga harus sinkron (Eng: synchronise, BM: selari).
خُشُوْعُ memiliki sifat bertambah atau berkurang, bertambahnya kekhusyu’kan disebabkan oleh amal soleh yang selalu dijaga dan berpaling dari segala bentuk kemaksiyatan. Sebaliknya bila mencampur aduk antara ketaatan dan kemungkaran akan mengurangi bahkan menghilangkan kekhusyu’kan.
خُشُوْعُ mengandung rasa takut kepada Allah سبحانا وتعاﱃ, yang mendorong seorang mukmin untuk serius (mujahadah) mengendalikan hawa nafsunya, rasa takut kepada Allah juga menjadi modal untuk menjauhi perbuatan dosa yang menjadi sumber murka Allah. Bila rasa takut kepada Allah telah benar maka akan hilanglah ketakutan pada mahluk lainnya. Bila rasa takut dari kebanyakan manusia ini kita bandingkan dengan rasa takut kepada Allah yang dimiliki alam semesta tentu sangat berbeda.
Gunung yang gagah menjulang tinggi kelangit memiliki rasa takut yang hebat kepada Allah سبحانا وتعاﱃ sedangkan kebanyakan manusia takut miskin, takut kehilangan jabatan, takut merugi tetapi tidak takut pada murka Allah. Bagaimana takutnya gunung kepada Allah digambarkan dalam ayat berikut:
“Kalau sekiranya kami turunkan Al-Quran Ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah.” (al Hasyr: 21)
Pada akhir zaman ini menjaga خُشُوْعُ bagi kebanyakan orang muslim termasuk urusan yang sulit, karena banyaknya fitnah akhir zaman yang dihadapi hingga mempengaruhi pemikiran dan emosi yang terbawa pada palaksanaan ritual ibadah. Kerana itu bersabda:
Abu Darda’ meriwayatkan Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda,
أَوَّلُ شَيْئٍ يُرْفَعُ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ الْخُشُوْعُ حَتَّى لاَ تَرَى فِيْهَا خَاشِعًا
“Hal pertama yang diangkat dari ummat ini adalah khusyu’sampai-sampai kamu tidak menemukan seorang pun yang khusyu’.” (Thabrani dengan sanad baik dan dinilai shahih oleh Albani).
Pengertian خُشُوْعُ yang terkandung dalam surat Al Hadid ayat 16 tersebut juga berarti lunak atau lembutnya hati, artinya hati yang خُشُوْعُ adalah hati yang lembut/lunak, sebaliknya hati yang tidak خُشُوْعُ adalah hati yang keras membatu yang mengarah pada bentuk fasik, yang merusak iman seorang mukmin.
Hati yang خُشُوْعُ dapat dicapai dengan beberapa amalan pendukung seperti memperbanyak solat berjamaah di masjid, mengamalkan solat lail (solat sepertiga akhir malam), berpuasa sunat memperbanyak dzikir kepada Allah Ta’ala hal ini ditegaskan Allah dengan firmanNya :
“… gemetar kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, Kemudian menjadi lunak kulit dan hati mereka lantaran Dzikrullah” (az Zumar: 23)
Ketika Abu Dzar ditanya Nabi صلى الله عليه وسلم tentang apa yang disukainya dari kehidupan dunia ini Abu Dzar menjawab: saya suka lapar (artinya ia suka puasa sunat) karena dengan lapar itu hatiku akan menjadi lembut. Salah satu dari kekhusyu’kan adalah lunak atau lembutnya hati.
Dengan hati yang lembut ini dapat kita rasakan betapa banyaknya kesalahan dan dosa yang dilakukan, kemudian mengalirlah air mata penyesalan.
Tetesan air mata bukan tangisan karena tidak mampu membayar hutang, atau karena urusan duniawi,tetapi tangisan karena ingat kepada Allah سبحانا وتعاﱃ maka tetesan air mata yang tidak ada nilainya dihadapan manusia, tetapi dihadapan Allah akan dapat menyelamatkan dari lautan api neraka, dan ini adalah salah satu tanda hati yang خُشُوْعُ. Allah berfirman :
“Dan muka mereka menyungkur bersujud sambil menangis yang menambah خُشُوْعُ mereka.”” (al Isra : 109)
SOLAT DAN خُشُوْعُ
Allah berfirman :
“Jadikanlah sabar dan صلاة sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (Al-Baqarah: 45-46)
خُشُوْعُ dapat dipantau dari perasaan hati, bila kita melaksanakan solat terasa ringan kemudian sesudahnya kita rasakan kedamaian dan ketenteraman hati ini adalah kesan dari خُشُوْعُ -nya hati.
Sebaliknya bila melaksanakan solat terasa berat, tergesa-gesa dan bergerak-gerak selain gerakan solat, kemudian sesudahnya tidak merasakan dampak ketenteraman dan kedamaian ini pertanda hilangnya ke خُشُوْعُ kan.
Shared by bicara Hidayah