DIANTARA ROTI DAN BARA API?

TENTU kita percaya bahwa memberi kail, jauh lebih mendidik dibandingkan dengan memberi ikan. Ungkapan "Berikan kail, bukan ikan!" Itu jika kita berada dalam posisi sebagai 'sang pemberi'. Seandainya anda diposisi 'yang diberi', tentu pilihan kita menjadi bias dan sedikit gengsi (Eng: prestige, put on airs, esteem, respect, prestige). Saya justru ingin anda menawari opsi (BM: opsyen, pilihan) lain:



Diantara sepotong roti dan sepercik api.
Mana yang akan anda pilih: roti atau api?





APA KEPUTUSAN ANDA?


Saya tidak akan mencampuri keputusan anda. Namun, sebelum saya membahas lebih lanjut, tentukan pilihan anda: roti atau api? Itu penting bagi anda, karena dalam sejarah umat manusia; ada seorang Nabi besar yang "berurusan dengan roti dan api". Anda ingat siapa orang itu? Ya, dia adalah Nabi Musa alaihissalam.



Di zaman ketika dia dilahirkan, pembaca bintang meramalkan bahwa Firaun akan dikalahkan oleh bayi laki-laki yang dilahirkan di Bani Israil. Oleh karena itu, Firaun memerintahkan untuk membunuh semua bayi lelaki yang lahir. Sedangkan isteri Firaun, menemukan bayi yang tampan dan segera menyembunyikannya karena tertarik dan agar tak dibunuh Firaun.



Tentu ketika melihat bayi itu, Firaun memaksa untuk membunuhnya, tapi sang ratu tentu keberatan.



Sehingga, akhirnya mereka bersepakat untuk melakukan ujian. Dihadapan sang bayi disediakan dua pilihan; roti dan api (terdengar aneh memang). Jika bayi itu memilih api, maka dia akan diij(z)inkan untuk hidup. Tetapi, jika dia memilih roti, maka dia harus mati! (Lihat Nota 1, pengkisahan alternatif pada kisah Firaun, Musa alaihissalam, dan AsIyah)



Nah, sekarang perhatikan kembali pilihan anda tadi ....





ANDA PILIH ROTI?



Jan-jane, Ada apa diantara roti dan api? Begini. Roti, adalah barang dengan proses panjang. Untuk mendapatkan sepotong roti kita harus membutuhkan sekurang-kurangnya seribu orang yang tak kelihatan. Seribu orang? Ada petani yang menanam gandum. Buruh yang menyiangi (BM: membersih, menyediaka) rumput. Kul (BM: Buruh)i angkut. Sopir truk. Penjual bensin. Pembuat oven. Pedagang loyang. Pertenak telur ayam. Karyawan (BM: Pekerja) pabrikgula, penjual eceran (BM: Peruncit), dan lain-lain. Mereka adalah orang yang berperanan dalam pembuatan roti hingga ke mulut anda.



Ini adalah bukti bahwa untuk sepotong roti yang kita nikmati, kita bergantung pada ribuan orang. Tetapi, mengapa Allah memberi pertanda melalui roti dan api? Roti, tiada lain adalah isyarat kenikmatan. Sehingga, Musa yang masih bayi itu mengajarkan kepada kita sebuah moral bahwa semua kenikmatan dan pencapaian hidup yang kita dapatkan – tidak ada yang terlepas dari kontribusi orang lain. Allah melalui bayi Musa mengajarkan itu!



Roti juga adalah simbol dari kemakmuran dan kekayaan. Mari kita perhatikan apakah ada satu rupiah saja dari harta yang kita miliki itu diperoleh tanpa peranan orang lain? Pasti tidak ada. Harta kita, semuanya didapatkan atas jasa dan bantuan serta kontribusi orang lain.



Oleh karena itu, orang kaya yang sombong tak ubahnya seperti manusia pandir (Eng: silly, stupid) yang tidak menuruti ajaran Rasulullah. Roti adalah jabatan (BM: jawatan, kedudukan). Bisakah ktia mendapatkan jabatan itu tanpa dukungan dan bantuan serta kontribusi orang lain? Jika anda pejabat perusahaan. Supervisor, Manager, Direktur, atau CEO sekalipun.



Bisakah anda mendapatkan jabatan itu tanpa orang lain? Tunjukkan kepada dunia satu orang saja manusia dimuka bumi ini yang memiliki jabatan tinggi dengan hasil yang diusahakannya sendiri (jika itu ada).






HIKMAH MUSA PILIH API?



Api, adalah salah satu energi murni di alam. Artinya, alam menyediakan api tanpa campur tangan manusia sekalipun. Mengapa Musa yang masih bayi itu memilih api? Ternyata, itu merupakan makna simbolik penuh arti. Seolah melalui Sang Nabi, Allah hendak menyampaikan sebuah wahyu. Seperti yang dirangkum didalam dua aspek berikut ini:


Pertama, mari kita hindari roti. Perhatikan, dij(z)aman ini; orang-orang sibuk berebut sepotong roti. Berlomba rebutan harta sabetan. bersaing meraih simpati untuk mendapatkan kekuasaan. Sikut-sikutan (BM: menolak dengan siku, berlumba) untuk memperoleh jabatan di perusahaan. Sikut kiri. Tonjok (BM: ketuk) kanan. Injak (BM: Pijak) bawah, tendang depan, sundul atas. Mari hindari "roti" diatas!



Kedua, memilih api. Milikilah unsur api yang murni. Karena api adalah simbol dari daya hidup yang membara dan semangat mengelora. Biarkan api itu memberi sinar bagi dirimu.






ANDA PILIH APA TADI?


Sekarang, perhatikan kembali pilihan anda tadi. Jika anda memilih roti, anda benar.


Dengan roti itu anda akan menjadi kenyang. Yang perlu kita lakukan adalah; hendaknya anda selalu ingat bahwa ada ribuan orang yang tidak anda kenal telah memberikan kontribusinya, kepada sepotong roti yang anda miliki. Kepada kekayaan anda. Kepada kedudukan anda.


Dan berbuat baiklah dengan roti yang anda miliki itu. Janganlah kita mengkhianatinya dengan bertindak sewenang-wenang.


Jika anda memilih api. Tetapkanlah hati anda dengan pilihan itu.



Karena, meskipun anda tidak kekenyangan; namun anda mempunyai cahaya yang bisa menjadi penerang dan punya semangat menggelora.


Sehingga, terang anda; bisa menjadi petunjuk bagi para pemilik roti, dan pengembara serta para pencari cahaya.



Karena, ketika anda memilih api; sesungguhnya anda telah dipilih Allah, untuk menjadi pembawa terang.


Nyaris seperti Allah telah memilih Musa, untuk membawa umatnya menuju pencerahan.






Dipetik & Disunting Dari:
Jodol Asal: Hikmah dari Musa
http://apipuzi.blogspot.com/2008/12/hikmah-dari-musa.html
Shared By Bicara Hidayah
(Nota 1)



ASIYAH BINTI MUZAHIM = WANITA SOLEHIN DI ISTANA KEMUSYRIKAN



KETAULADANAN ASIYAH

Asiyah termasuk sedikit diantara manusia yang namanya terukir dalam Al Qur'an. Allah memberikan penghormatan kepadanya karena ketakwaan dan keshalehannya. Allah menjadikannya sebagai contoh bagi kaum hawa yang tetap tegak dalam keyakinan tauhid walaupun berada di tengah-tengah lingkungan yang penuh dengan dosa dan kemusyrikan. Allah juga menjadikannya sebagai contoh bagi istri yang sabar. Istri penyabar bisa memberikan jasa sangat besar dalam memelihara keutuhan rumah tangga, kebahagiaan suami dan kegembiraan anak-anaknya. Istri seperti itu tidak akan mudah menceritakan kesulitan dan berbagai permasalahan yang akan menyedihkan dan mencemaskan suaminya. Walaupun sebenarnya ia menyimpan kepahitan dalam hatinya. Semua kesulitan akan dihadapinya dengan penuh ketabahan dan sikap pasrah kepada Allah.


Asiyah termasuk orang yang tak silau dengan kehidupan duniawi. Meski ia hidup di lingkungan Istana. Ia tidak tertarik dengan segala kemewahan yang ada di dalamnya. Ia tidak mau memanfaatkan kesempatan sebagai seorang istri Raja untuk bersenang-senang dan berfoya-foya. Malah ia mengangap rendah segala kemewahan dunia yang ada padanya dan meminta agar diselamatkan dari Fir'aun berikut keburukannya demi untuk menggapai kehidupan akhirat.


Sikap yang meremehkan bentuk-bentuk penampilan duniawi itu sudah menjadi sikap hidupnya. Padahal jika mau, ia tinggal berkata kepada para abdinya untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Tapi hal itu tidak ia lakukan. Ia menyadari bahwa apa yang ada di istananya itu hanya kepuasan semu.


Baginya, kemuliaan yang hakiki dan kehormatan yang mutlak hanya ada pada Allah swt. Ia meyakini bahwa dunia beserta kenikmatannya akan lenyap, sedangkan akhirat adalah kehidupan kekal, damai abadi selamanya. Maka baginya lebih memilih hal yang kekal daripada yang fana.


Allah juga memberikan Asiyah hati yang lemah lembut. Hatinya yang lembut itu ia tunjukkan tatkala Fir'aun menghukum keluaga Masyithoh yang tak mau mengakui ketuhanannya. Ia adalah satu-satunya keluarga istana yang bercucuran air matanya ketika menyaksikan bagaimana keluarga Masyithoh dilemparkan ke dalam api, karena keluarga itu beriman kepada apa yang dibawa oleh Musa. Tanpa belas kasihan, pengawal Fir'aun melemparkan satu per satu anak Masyithoh ke dalam api. Hati Asiyah semakin teriris tatkala giliran anak terkecil yang masih ada dalam pelukan pelayan perempuan istana Fir'aun itu juga dilempar ke dalam api. Dan pada saat itulah ia juga melihat sebuah kebenaran ketika tiba-tiba bayi yang masih dalam gendongan itu berkata, "Wahai ibuku, bersabarlah. Sesungguhnya engkau berada di atas kebenaran". Bayi itu berkata kepada ibunya ketika perasaan takut dan iba menguasai hati Masyithoh.


Sewaktu semua orang berbondong-bondong menyatakan pengakuan terhadap ketuhanan Fir'aun, Asiyah malah sebaliknya. Ia terang-terangan menolak Fir'aun sebagai Tuhan. Betapapun besar kecintaan dan kepatuhannya pada suami, ia tidak bisa menerima pengakuan itu. Ia tetap memegang teguh keyakinannya bahwa Tuhan yang patut disembah adalah Allah Yang Esa.


Ia lebih memilih dihukum daripada harus mengakui ketuhanan suaminya yang berarti musyrik kepada yang kekal yaitu Allah. Sikapnya itu membuat Fir'aun marah. Asiyah terus menerus mendapat tekanan agar meninggalkan keyakinannya itu. Tetapi usaha itu sia-sia. Meski hidup di bawah tekanan dan ancaman, ia tak takut sedikitpun mempertahankan keyakinannya. Ia tetap sabar menghadapi perilaku buruk suaminya. Tabah menghadapi kekejaman suaminya dan hanya pasrah pada Allah.



Asiyah tetap teguh dalam mengikuti ajaran Musa Alaihisalam walau nyawa sebagai taruhannya.


Ketika Fir'aun masuk ke dalam kamarnya setelah membakar keluarga Masyithoh, Fir'aun berkata, "Kuharap kamu telah menyaksikan bagaimana yang terjadi atas perempuan yang ingkar kepada tuhannya yang agung, Fir'aun. " Dengan cepat Asiyah menyela, "Celaka engkau hai Fir'aun dengan azab Allah!" Tak ayal lagi, perkataannya itu telah membuat Fir'aun marah besar. Fir'aun segera memerintahkan para pengawal untuk mengikatnya di empat tiang kebun istana, kemudian para pengawal mengambil cemeti dan menderakan ke tubuh Asiyah. Sementara Fir'aun memerintahkan untuk memperkeras siksaan itu. Tak sepatah katapun keluar dari mulut Asiyah selain munajat kepada Allah SWT yang diabadikan dalam al-Qur'an,



"Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim". (QS. 66:11).


Setelah itu Asiyah pun pergi menuju Tuhannya sebagai wanita syahidah di empat tiang.•





(Bul) .Copyright© Suara Hidayatullah, 2002
Shared By Bicara Hidayah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar