Waktu dua puluh empat jam sehari, terasa kurang karena banyaknya pekerjaan. Akibatnya tak jarang kita mengkambing hitamkan waktu. Padahal menyalahkan waktu termasuk sikap mencela masa (sabbud dahr) yang di benci Allah.
Rasulullah SAW pun pernah berpesan:
”Janganlah kalian menyalahkan waktu.”
Persoalan waktu sebenarnya bukan terletak pada jumlah yang tersedia, melainkan kualitasnya. Kualitas ini dapat di hasilkan lewat manajemen waktu yang menghasilkan disiplin dalam pemanfaatan waktu. Bukankah setiap waktu-waktu yang kita lewati dalam kehidupan ini akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah kelak? Bila kesadaran ini muncul, maka berbagai alasan dan keluhan yang mencerminkan sikap lari dari tanggung jawab tidak akan ada, atau minimal berkurang.
Berbagai alasan mengenai waktu habis tersita untuk bekerja, karir, kegiatan sosial, ekonomi, hingga tidak sempat mengurus serta memperhatikan anak, istri atau suami. Tidak sempat (mujahadah) yaumiyah, usbuiyah, syahriyah dan seterusnya, bahkan tidak sempat (maaf) shalat (naudzubillah), merupakan bukti kurang baiknya manajemen waktu.
Pengelolaan waktu yang baik haruslah dimulai dengan mengendalikan langkah harian. Manajemen waktu harian ini bisa berbentuk rencana harian. Setiap pagi saat bangun dari tidur, rencana harian kita sudah harus memenuhi kilasan waktu 24 jam.
Rasulullah SAW bersabda:
”Wahai anak Adam! Aku adalah hari yang baru dan aku datang untuk menyaksikan semua amal kamu, oleh sebab itu manfaatkanlah aku sebaik-baiknya karena aku tidak kembali lagi hingga Hari Pengadilan.”
Ada beberapa hal yang daoat kita jadikan panduan dalam manajemen waktu, yaitu: biasakan membuat skala prioritas, selalu berusaha lebih keras, jangan menunda-nunda pekerjaan, jangan memikirkan pekerjaan yang menumpuk, tetapi mulailah mengerjakanya satu persatu, dan jangan bilang ‘SAYA TIDAK PUNYA WAKTU’ untuk suatu hal yang baik.
Islam mengajarkan beberapa petunjuk dalam manajemen waktu agar seseorang tidak merugi:
* Pertama, selalu menggunakan waktu secara positif. Bila sikap mubadzir terhadap harta sangat tercela, maka, adakah harta yang lebih berharga dari kehidupan atau waktu?
”Beruntunglah orang-orang mukmin, yaitu mereka yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan sia-sia.” (QS. Al Mu’minun: 3)
* Kedua, menyadari hakekat dan nilai waktu agar tidak mudah menyia-nyiakanya dan selalu produktif mengisi kekosongan waktu (QS. Al Insyirah: 7-8). Nabi SAW juga bersabda:
”Jagalah lima perkara sebelum datang lima perkara:
1. Masa hidupmu sebelum datang kematianmu.
2. Masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu.
3. Waktu luangmu sebelum masa sempitmu.
4. Masa mudamu senbelum datang masa tuamu.
5. Masa kayamu sebelum datang masa miskinmu.” (HR. Hakim dan Baihaqi dalam bab Iman, dan Ahmad dalam bab Zuhud dari Ibnu Abbas RA.)
Begitupun hadits yang mengatakan:
”Barangsiapa yang hari ini seperti hari kemarin, ia adalah orang yang merugi dan barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin ia adalah orang yang tercela.”
* Ketiga, berlomba-lomba dalam meningkatkan efektivitas dan optimalisasi waktu. Rasa cinta, takut dan harapan kepada Allah membantu kita untuk memperbanyak amal. Nabi SAW sendiri setiap pagi dan sore selalu memanjatkan doa:
”Yaa Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kepedihan dan kesedihan, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan.”
Sikap malas adalah cirri khas orang munafik terutama dalam mengerjakan shalat (QS. An Nisa: 142, At Taubah: 54). Sementara semangat berkompetisi dengan waktu merupakan cirri orang yang beruntung di dunia dan bahagia di akhirat: (Al Maidah: 48, Al Imran: 133, Al Hadid: 21, Al Muthaffifin: 26, Al Anbiya’: 90, Ali Imran: 114)
* Keempat, belajar dari pengalaman masa lalu sambil menata masa depan. Untuk itu, perlu ditumbuhkan kemauan keras dan cita-cita luhur. Firman Allah SWT:
”Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.” (QS. Al Hasyr: 18)
* Kelima, mengelola waktu secara baik; dengan memperhatikan ketepatan penggunaan waktu sesuai situasi dan kondisi secara proposional. Nabi SAW bersabda:
”Orang yang pintar selalu memiliki empat porsi waktu:
pertama, waktu untuk bermunajat kepada Rabbnya (perawatan rohani),
kedua, waktu untuk mengintropeksi dan evaluasi diri (pengembangan diri),
ketiga, waktu untuk memikirkan ciptaan Allah (pengembangan daya fikir dan sosialisasi lingkungan), dan yang
keempat, waktu untuk merawat jasmani.
Kesadaran pengendalian waktu sangat penting mengingat waktu sangat cepat berlalu (QS. An Nazi’at: 46, Yunus: 45, As Sajadah: 12) dan tidak dapat kembali lagi. Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam Kitab Shoidul Khoir hal. 20 berkata:
”Tatkala seorang menyadari betapa berharga dan pentingnya waktu, maka ia tidak akan menyia-nyiakan sesaatpun tanpa aktivitas yang aham dan anfa, tetap energik dan bersemangat melakukan kebaikan tanpa kenal lelah demi efesiensi waktu.”
Maka bagi kita, kapan saja dimana saja, jangan pernah mengabaikan waktu luang. Manfaatkanlah sebaik mungkin. Bila seluruh hidup ini kesempatan, maka sepanjang itu pula kita harus pandai-pandai memanfaatkan. Karena suatu kesempatan, belum tentu akan terulang lagi dalam waktu dekat, dalam situasi dan kondisi yang lebih baik, atau bahkan mungkin tidak aka nada kesempatan lagi. Hentikan kebiasaan menunda, hari ini juga. Segeralah membuat komitmen untuk mulai melaksanakan tugas dan pekerjaan yang telah dan sedang di tunda.
Hanya orang berakal dan mau berfikir, merenung dan menghayati, yang bisa merasakan, bahwa waktu-waktu dalam hidup ini harus memberi kesempatan untuk lahirnya sosok muslim yang berkualitas. Setiap kali kita melewati sepotong waktu, serentang masa, kita harus mengerti, bahwa itu adalah kesempatan yang sangat berharga. Itu adalah momentum yang bisa mengantarkan kita ke hamparan bahagia, atau himpitan sengsara. Semua terserah bagaimana kita menjalaninya. Setiap kali waktu datang, ia meminta haknya, saat itu juga. Sebab waktu tak bisa diputar ulang. Allahu a’lam
Ali Mukhtar Ghazali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar