Jumat, 22 November 2013

:: DO'A DALAM QS. Al-ANBIYA : 89...."KISAH NYATA : BAGI YANG SABAR MENUNGGU MOMONGAN



Saya menikah sudah lebih dari 7 tahun. Alhamdulillah semuanya yang saya idam-idamkan menurut sudut pandang saya sudah saya dapatkan. Saya tenang dalam bekerja dan berumah tangga.saya tidak mengeluhkan apa-apa selain kebosanan. Karena, saya dan istri saya belum dikaruniai momongan.

Rasa bosan pun mulai hadir. Mengunjungi dokter telah sering kami lakukan. Saya merasa sudah telah mengerahkan segala usaha. Saya sudah berpergian kedalam dan luar negeri. Setiap kali mendengar ada dokter baru spesialis kemandulan, kami langsung membuat janji konsultasi. Berbagai analisa sudah banyak dilakukan dan berbagai macam obat sudah banyak diberikan, tapi hasilnya nihil.

Akhirnya, sebagai besar topic perbincangan saya dengan istri saya adalah tentang dokter fulan, apa katanya dan apa yang kami bayangkan. Bayang-bayangan itu berlangsung selama satu atau dua tahun. Tahapan terapinya sangat panjang. Ada yang menyampaikan bahwa kemandulan itu berasal dari istri saya. Pendek kata, hari-hari kami berjalan dalam proses evaluasi dan pencarian solusi.

Pikiran tentang anak menguasai benak kami kendati saya berusaha untuk tidak menampakkan hal itu kepada istri saya, tetapi dia pasti merasakan apa yang sedang terjadi. Pertanyaan banyak sekali kami dengar. Ada yang bertanya kepada istri saya, “Apa yang kamu tunggu?” seolah-olah keputusan dokter di tempat tertentu. Si fulanah sudah pernah datang kesana dan sudah melahirkan anak dan si fulanah juga pernah kesana. Dan seterusnya.

Lingkungan istri saya banyak memiliki pertanyaan tidak ada seorang pun yang mengatakan kepada kami, “mengapa kami tidak mengadu kepada Allah dan memanjatkan doa yang sungguh-sungguh kepadanya. Tujuh tahun berlalu, sementara kami terengah-engah dibelakang para dokter. Kami lupa berdoa dan lupa mengadu kepada Allah.

Pada suatu sore saya menyebrang jalan. Tiba-tiba ada orang buta yang hendak menyebrang jalan. Kemudian saya pegang tangannya dan menyebrangkannya kebagian jalan yang pertama. Kami berhenti ditengah-tengah sambil menunggu sepinya jalan di arah yang lain. ketika itu dia mendapat kesempatan untuk bertanya kepada saya setelah mendoakan kepada saya agar diberi pertolongan dan kesehatan.
“sudah menikah?” katanya.
“sudah,” jawabku.
“sudah punya anak?” tanyanya kemudian.

Saya menjawab, “Allah belum mentakdirkannya. Sejak tujuh tahun kami menunggu jalan keluar.”
Kami berhasil menyebrang jalan. Dan ketika saya hendak berpamitan, ia mengatakan kepada saya, “Anakku, aku pernah mengalami apa yang kau alami. Lalu dalam setiap shalat aku berdoa:

رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ

“Ya Tuhanku janganlah engkau biarkan aku hidup seorang diri dan engkaulah pewaris yang paling baik.” (QS.Al-Anbiya:89)


Dan, Alhamdulillah, aku punya tujuh orang anak.” Kemudian ia genggam tangan saya dan berkata, “Jangan berdoa.” Padahal, saya tidak sedang membutuhkan nasehat. Tapi saya telah menemukan sesuatu yang hilang dari saya.

Saya menceritakan apa yang terjadi kepada istri saya dan kami pun terlibat perbincangan untuk mencari doa. Semua telah kami cari dan kami coba. Semua dokter yang kami dengar, kami ketuk pintunya. Tapi, mengapa kami tidak mengetuk pintu Allah? Padahal Dia memiliki pintu yang paling luas dan paling dekat.

Istri saya teringat ada seorang wanita tua pernah berkata padanya, dua tahun silam, “Kamu harus berdoa.”
Akan tetapi, seperti kata istri saya, ketika itu kami punya janji konsultasi dengan para dokter menjadi sesuatu yang biasa, tanpa antusiasme dan tanpa kegelisahan. Hanya konsultasi biasa.

Kami mencari terapi terbatas saja, sebagai salah satu usaha. Sementara kami menghadapkan hati kami kepada Allah dalam shalat-shalat fardhu dan tengah malam. Kami memilih waktu-waktu terkabulnya doa. Kami tidak dikecewakan dan tidak ditolak. Allah membukakan pintu terkabulnya doa. Istri saya hamil dan melahirkan seorang bayi. Maha Suci Allah, sebaik-baik Maha Pencipta.

Kami tidak bisa menyembunyikan kegembiraan dan kebahagiaan. Namun, sekarang ini kami selalu membaca,

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati, dan jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqan:74)


(diambil dari kitab Mausu'atul Qashashal Mu'atstsiroh)
---------------------------------

Sahabat di manapun berada, keingingan memiliki keturuanan adalah fitroh setiap manusia. Sehingga haruslah bersyukur orang-orang yang telah dikaruniai keturunan dengan mengarahkannya kepada dieul islam....

TERKADANG kita lebih memaksimalkan usaha dan melupakan Do'a. Sehingga seolah-olah usaha kitalah yang mutlak memberi keputusan dan lupa kepada kehendak Alloh.....

Bagi yang ingin dikaruniai keturunan, selain berdo'a juga dianjurkan untuk memperbanyak istigfar dan amal soleh....


Alloh Ta'ala berifirman :

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. ath-Thalaq: 2-3)

Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. Dan MEMBANYAKKAN HARTA dan ANAK-ANAKMU, dan Mengadakan untukmu kebun-kebun dan Mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. (QS. Nuh : 10-12)

Bagi yang belum dikaruniai keturunan, semoga Alloh memudahkannya, dan memberikannya keturuan yang soleh dan solehah.
Adapun bagi yang telah dikaruniai keturunan, semoga Alloh memudahkannya untuk mengarahkan putra putrinya ke jalan yang diridoi Alloh Ta'ala... aamiin

SEMOGA KISAH NYATA di atas memberikan pelajaran yang bermanfaat kepada kita semua, aamiin....

Allah dulu, Allah lagi, Allah terus , Yaa Mushawwir..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar