Sabtu, 04 Mei 2013

:: SESUNGGUHNYA NIKMAT DAN REZEKI BUKAN UNTUK MEMULIAKAN MANUSIA



“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik amalannya.” (Al-Kahf(i): 7)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
 

♥ ♥ “Sesungguhnya bagi tiap umat ada fitnah (ujian yang menyesatkan), dan fitnah umatku adalah harta.” (Shahih Sunan At-Tirmdzi no. 2336)


DUA JENIS NIKMAT


Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullahu membagi nikmat ke dalam dua bagian.

• PERTAMA, AN-NI’MAH AL-MUTHLAQAH

Yaitu kenikmatan yang bisa menghantarkan kepada kebahagiaan abadi. Seperti nikmat dalam berislam dan mengikuti As-Sunnah. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan untuk memohon meraup nikmat ini. Memohon agar mendapat hidayah untuk menempuh jalan orang-orang yang meraih nikmat ini:

  ♥ ♥ “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (An-Nisa`: 69)

• KEDUA, AN-NI’MAH AL-MUQAYYADAH

Yaitu kenikmatan yang digambarkan seperti nikmat memperoleh kesehatan, kekayaan, kekuatan jasad, kedudukan, banyak anak dan memiliki para istri yang baik, serta nikmat-nikmat yang sejenis.

Kenikmatan semacam ini diberikan kepada orang yang berbuat kebaikan, juga kepada orang yang berbuat kemaksiatan, mukmin maupun kafir. Kenikmatan seperti di atas, bila diberikan kepada orang kafir, merupakan bentuk istidraj (dalam bahasa Jawa: dilulu) dengan kenikmatan itu, mengarahkan dirinya kepada azab, petaka. Hakikatnya dia tidak memperoleh nikmat, tapi sesungguhnya dirinya memperoleh bala (sesuatu yang bisa menyusahkan). 


Sekiranya nikmat semakin bertambah , namun hati semakin jauh dari Allah dan tidak diiringi dengan pertambahan iman, amal /ibadah serta syukur, maka semoga nikmat yang ada bukanlah merupakan istidraj (menghabiskan pahala untuk kebaikan dunia, sehingga pahala untuk akhirat semakin menipis dan lama-lama habis).

************

NIKMAT DAN REZEKI BUKAN UNTUK MEMULIAKAN MANUSIA

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

  ♥ ♥ “Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: ‘Rabbku telah memuliakanku’. Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata: ‘Rabbku menghinakanku’.” (Al-Fajr: 15-16) [Ijtima’ Al-Juyusy Al-Islamiyyah, hal. 33]

|| Kata Ibnu Katsir rahimahullahu bahwa firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (dalam ayat di atas) sebagai bentuk pengingkaran terhadap orang yang berkeyakinan apabila Allah Subhanahu wa Ta’ala meluaskan rezkinya berarti dirinya mendapat kemuliaan. Padahal tidak demikian. Bahkan hal itu merupakan bentuk bala dan ujian. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala firmankan:

  ♥ ♥ “Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Sekali-kali Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (Al-Mu`minun: 55-56)

Demikian pula sebaliknya, apabila mengalami bala, ujian dan kesempitan rezki, dirinya berkeyakinan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menghinakannya. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: كَلاَّ (Sekali-kali tidak demikian). Permasalahannya tidaklah seperti yang dia yakini. Karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan harta kepada siapa yang Dia suka dan yang tidak Dia suka, serta menyempitkan harta kepada yang Dia suka dan yang tidak Dia suka.




Allah subhana wa Ta'ala berfirman dalam surah Al Qashash :


78. Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku". Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? .......

79. Maka tatkala Qarun keluar kepada kaumnya dalam kemegahannya . Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar".

80. Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu wahai Qarun, (sesungguhnya) pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali bagi orang-orang yang sabar".

Begitulah dalam kehidupan ketika ada kesempitan rezeki /ujian/sakit/musibah, tanamkan ikhas dan bersabarlah wahai saudaraku, karena sesungguhnya Allah sedang menabungkan pahala atas buah kesabaran tersebut
***********
 

BERSYUKUR KARENA NIKMAT

Sesungguhnya titik pijak dari itu semua adalah ketaatan terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam (menyikapi) dua keadaan: apabila dia sebagai orang yang berkecukupan (kaya), hendaknya dia BERSYUKUR kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas yang demikian ini. Apabila dia fakir, hendaknya menyikapinya dengan SABAR.” (‘Umdatut Tafsir ‘an Al-Hafizh Ibni Katsir, Asy-Syaikh Ahmad Syakir rahimahullahu, 3/683)

Karenanya, seseorang yang telah dikaruniai nikmat (harta, anak dan sebagainya) hendaknya memanfaatkan nikmat tersebut di jalan yang diridhoi Allah agar tidak menghadirkan bala dan malapetaka. Kehadiran nikmat agar tidak menjadi fitnah (ujian) yang menyeret penerima kenikmatan tersebut kepada sesuatu yang dimurkai Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan bahwa harta dan anak adalah fitnah (ujian).

 ♥ ♥ “Sesungguhnya harta dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (At-Taghabun: 15)




Wallahu a'lam bishawab
Barakallahufikum ..


Rujukan (disusun dari berbagai sumber dibawah ini):
- “Menyikapi Nikmat Dunia Sebagai Ujian”, Penulis : Al-Ustadz Abu Muhammad AbdulMu’thi, Lc
- “Anak, Antara Harapan dan Impian”, tulisan Al-Ustadz Abulfaruq Ayip Syafruddin.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar