Jumat, 01 Februari 2013

:: KETELADANAN ..



Bismillahirrahmannirrahim,
 

Ibnu Umar RA pernah datang kepada Aisyah RA dan berkata, “Izinkan kami di sini sejenak dan ceritakanlah kepada kami perkara paling mempesona dari semua yang pernah engkau saksikan pada diri Nabi”.

Aisyah menarik nafas panjang, kemudian tersenyum. Sejurus kemudian ia terisak menahan tangis, lalu berkata dengan suara lirih, “Kaana kullu amrihi ajaba” (Yah, semua perilakunya sangat menakjubkan bagiku).

Kalau Aisyah, istri Rosulullah berkata, “Semua perilaku suamiku menakjubkan bagiku”, kira-kira apa yang akan diucapkan oleh istri kita jika sebagai suaminya ditakdirkan meninggal lebih dulu? Kita juga tidak tahu apa yang akan diucapkan oleh anak-anak kita tentang kita sebagai ayah.

Semua terpulang apakah kita mau mencoba menjadi Ayah dan suami yang mampu menyejukkan hati meski harus gagal berkali-kali, atau, merasa cukup mulia dengan perhatian kita yang tak seberapa selama ini.

Tidak sedikit para Ayah enggan mengusapkan tangan ke pipi anak yang sedang meneteskan airmata, jarang menyempatkan diri membaringkan tubuh anak yang letih hanya karena kita merasa telah banyak berjasa mencari uang yang tak seberapa itu.

Ingin dihormati oleh anak-anak tetapi menciptakan jarak sehingga anak tak pernah sanggup mencurahkan isi hatinya kepada Ayahnya sendiri, ingin menjadi Ayah yang disegani tetapi dengan cara membangkitkan ketakutan. Rasulullah Saw sering mencium putrinya, Fathimatuz Zahra bahkan ketika putrinya telah beranjak dewasa.

@@@@@

Dari Aisyah RA:

Ada seorang Arab dusun datang kepada Nabi Saw sambil berkata, “Engkau mencium anak-anak, sedangkan kami tidak pernah mencium mereka”.

Nabi Saw menjawab, “Apa dayaku apabila Allah telah mencabut kasih-sayang dari hatimu” (HR. Bukhari).

Nabi Saw mencontohkan bagaimana menyayangi anak. Pernah Rasulullah Saw. menggendong cucunya, Umamah binti Abi Al-Ash, ketika sedang shalat. Jika rukuk, Umamah diletakkan dan ketika bangun dari rukuk, maka Umamah diangkat kembali. (Muttafaq alaih)

Pernah juga Rasulullah Saw bermain kuda-kudaan dengan cucunya yang lain, Hasan dan Husain. Ketika Rasulullah Saw merangkak di atas tanah, sementara kedua cucunya berada di punggungnya. Ketika itu Umar RA datang lalu berkata, “Hai Anak, alangkah indah tungganganmu”. Rasulullah Saw menjawab, “Alangkah indahnya para penunggangnya!”

Tak jarang Rasulullah Saw menghadapi anak-anak dengan sikap melucu. Bila mendatangi anak-anak kecil, Rasulullah Saw jongkok di hadapan mereka, memberi pengertian kepada mereka, juga mendoakan mereka. Begitu hadis riwayat Ath-Thusi menceritakan.

Sementara itu Usamah bin Zaid memberi kesaksian, (Sewaktu aku masih kecil ) Rasulullah Saw pernah mengambil aku untuk didudukkan pada pahanya, sedangkan Hasan didudukkan pada paha beliau yang satunya, kemudian kami berdua didekapnya, seraya berdoa, “Ya Allah, kasihanilah keduanya, karena aku telah mengasihi keduanya” (HR. Bukhari).

Abu Hurairah RA pernah menceritakan:

“Rasulullah saw pernah menjulurkan lidahnya bercanda dengan Al-Hasan bin Ali ra. Iapun melihat merah lidah beliau, lalu ia segera menghambur menuju beliau dengan riang gembira”.

Kisah Rasulullah Saw bersama anak adalah kisah tentang kasih-sayang. Beliau memendekkan shalatnya ketika mendengar tangis anak. Karena anak pula, Rasulullah Saw pernah bersujud sangat lama, begitu lamanya bersujud sampai-sampai para sahabat mengira Rasulullah Saw sedang menerima wahyu dari Allah Azza wa Jalla. Padahal yang terjadi sesungguhnya adalah, ada cucu Beliau yang menaiki punggungnya.

Tentang mencintai anak, Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Cintailah anak-anak dan sayangilah mereka. Bila menjanjikan sesuatu kepada mereka, tepatilah. Sesungguhnya yang mereka ketahui hanya kamulah yang memberi mereka rezeki” (HR. Ath-Thahawi).

Air mata Nabi Muhammad saw menetes disebabkan kematian putra beliau bernama Ibrahim. Ketika itu Abdurrahman bin Auf RA bertanya:

“Apakah Anda juga menangis wahai Rasulullah?” Rasulullah saw menjawab: “Wahai Ibnu Auf, ini adalah ungkapan kasih sayang yang diiringi dengan tetesan air mata. Sesungguhnya air mata ini menetes, hati ini bersedih, namun kami tidak mengucapkan kecuali yang diridhai Allah Taala. Sungguh, kami sangat berduka cita berpisah denganmu, wahai Ibrahim” (HR. Bukhari).

Meskipun anak-anak biasa merengek dan mengeluh serta banyak tingkah, namun Nabi Muhammad Saw tidaklah marah, memukul, membentak, dan menghardik mereka. Beliau tetap berlaku lemah lembut dan tetap bersikap tenang dalam menghadapi mereka.

Keteladanan sekarang ini menjadi barang yang mewah dan mahal didapat. Padahal Umat Islam punya sosok teladan yang wajib dianut. Hari ini, ketika mengaku sebagai ummat Muhammad, apakah yang sudah kita lakukan pada anak-anak kita? Sudahkah mengusap kepala anak-anak kita sebagaimana Rasulullah Saw melakukan? Apakah kita juga telah mengecup kening anak-anak kita yang rindu kasih-sayang bapaknya?
Ataukah kita seperti Aqra bin Habis At-Tamimi yang tak pernah mencium anaknya, sehingga Rasulullah Saw. bersabda, “Siapa saja yang tidak punya rasa kasih sayang, dia tidak akan disayangi” (HR. Bukhari).

Bagaimana mungkin ingin disayangi anak-anak ketika telah tua dan renta, tetapi tidak pernah menanamkan cinta dan kasih-sayang. Bagaimana mungkin dirindukan anak-anak, tetapi tak pernah punya waktu untuk tertawa bersama mereka. Banyak yang merasa bahwa ia telah bekerja seharian dan merasa telah cukup membeli semua itu. Ia juga tidak mengetahui urusan anak di rumah kecuali istrinya. Bahkan lebih tragis, istri tak tahu sama sekali tentang anak-anaknya, sebab telah ada pembantu yang menggantikan semuanya.

Astaghfirullahal adzim. Alangkah sering kita merasa begitu sangat berjasa dalam keluarga, tetapi sudah seberapa banyak perilaku Nabi Saw kepada anak atau istri yang sanggup kita contoh?

Salam alaika, Ya Rosulullah ..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar