Sabtu, 07 April 2012

::: KEUTAMAAN SHALAT SUNNAH RAWATIB :::


Dari Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha,
Istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkata:
Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


“Seorang hamba yang muslim melakukan shalat sunnah yang bukan wajib, karena Allah, (sebanyak) dua belas rakaat dalam setiap hari, Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah (istana) di surga.”

(Kemudian) Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha berkata, “Setelah aku mendengar hadits ini aku tidak pernah meninggalkan shalat-shalat tersebut.” (HR Muslim)


Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan shalat sunnah rawatib, sehingga Imam an-Nawawi mencantumkan hadits ini sebagai hadits yang pertama dalam bab:

Keutamaan shalat sunnah rawatib (yang dikerjakan) bersama shalat wajib (yang lima waktu), dalam kitab beliau Riyadhus Shaalihiin. (Riyadhus Shalihin)


Shalat sunnah rawatib adalah shalat sunnah yang
dikerjakan sebelum dan sesudah shalat wajib lima waktu.

Dalam riwayat lain hadits ini dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan dan memerinci sendiri makna “dua belas rakaat” yang disebutkan dalam hadits di atas

yaitu: empat rakaat sebelum shalat Zhuhur
dan dua rakaat sesudahnya,

dua rakaat sesudah Magrib,
dua rakaat sesudah Isya’
dan dua rakaat sebelum Subuh
(HR an-Nasa-i - at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Dalam riwayat shahih , dari ‘Aisyah ra, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan dan memerinci sendiri makna “dua belas rakaat” yang disebutkan dalam hadits di atas, yaitu:
- 4 rakaat sebelum shalat Dhuhur dan 2 rakaat sesudahnya,
- 2 rakaat sesudah Magrib,
- 2 rakaat sesudah Isya’ dan
- 2 rakaat sebelum Subuh.

(HR. At-Tirmizi - An-Nasai )

Adapun riwayat yang menyebutkan: “…Dua rakaat sebelum shalat Ashar”, maka ini adalah riwayat yang lemah, (Dinyatakan lemah oleh syaikh al-Albani dalam Dha’iful Jaami’ish Shagiir & kitab Bughyatul Mutathawwi’ .


Jika seseorang tidak bisa melakukan shalat sunnah rawatib pada waktunya karena ada udzur (sempitnya waktu, sakit, lupa dan lain-lain) maka dia boleh mengqadha (menggantinya) di waktu lain[10]. Ini ditunjukkan dalam banyak hadits shahih.
(kitab Bughyatul Mutathawwi’ )

Dalam hadits tersebut terdapat peringatan agar kita selalu mengikhlaskan amal ibadah kepada Alah Ta’ala semata-mata.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Amal (ibadah) yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah amal yang paling kontinyu dikerjakan meskipun sedikit.” (HR al-Bukhari dan Muslim).


Mari sahabat fillah,
Kita perlahan memperbaiki diri dan menyempurnakan ibadah kita .. sebagai wujud Cinta , syukur dan takwa kita kepada Allah Ta'ala.

Semoga kita pun mampu meneladani semangat dan kesungguhan para sahabat dalam memahami dan mengamalkan petunjuk dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,,, inilah yang menjadikan mereka lebih utama dalam keimanan dibandingkan generasi yang datang setelah mereka. aamiin.
 



*************
Wallahu a'lam bishawab
Ustadz Abdullah Taslim, M.A

Tidak ada komentar:

Posting Komentar