Jumat, 28 Oktober 2011
FUNGSI GUNUNG SEBAGAI PAKU - BUKTI KEBENARAN AL QUR'AN
Allah menjelaskan hal ini dalam FirmanNya :
Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi
itu (tidak) goncang bersama mereka dan telah Kami jadikan (pula) di
bumi itu jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat petunjuk. (Al
Anbiyaa QS:21;31)
Allah juga berfirman :
Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?, dan gunung-gunung sebagai pasak?,
( An Naba' QS:78;6-7)
dan Allah berfirman :
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di
segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi
mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa
sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? (Fushshilaat
QS:41;53)
SUBHANALLAH.., ALHAMDULILLAH , WALAAILAAHA'ILALLAH ..ALLAHU AKBAR.
Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat petunjuk. (Al Anbiyaa QS:21;31)
Allah juga berfirman :
Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?, dan gunung-gunung sebagai pasak?,
( An Naba' QS:78;6-7)
dan Allah berfirman :
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? (Fushshilaat QS:41;53)
SUBHANALLAH.., ALHAMDULILLAH , WALAAILAAHA'ILALLAH ..ALLAHU AKBAR.
SHALAWAT NABI
Diantara hal-hal yg mampu menciptakan kelapangan dalam dada dan
menghilangkan kegundahan salah satunya adalah mengucapkan "shalawat
nabi"
"Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya (QS Al Ahzab : 56)
Dalam riwayat shahih dari At Tirmidzi, Ubay ibn Ka'ab bertanya :
"Wahai Rasulullah, berapa banyak saya harus mengucapkan shalawat
untukmu?" Rasulullah menjawab : sesukamu. Terserah engkaulah. Dan jika
engkau tambahkan (lebih banyak lagi), maka itu akan lebih baik"
Ubay bertanya : " Apakah shalawatku untukmu seluruhnya ? " Rasullullah
menjawab : " Karena itu dosamu akan diampuni dan kesedihanmu akan
dihilangkan"
"Barangsiapa yg membaca shalawat untukku sekali, maka Allah akan membalas dengan sepuluh shalawat baginya" (HR Muslim)
Dari Aus Ibn Aus, Rasulullah SAW bersabda : "Perbanyaklah membaca
shalawat kepadaku pada malam Jumat dan hari Jumat, sebab shalawat kalian
diperlihatkan kepadaku" Para sahabat bertanya : "Bagaimana shalawat
itu akan diperlihatkan kepadamu, sementara jasad engkau telah hancur ya
Rasullullah? "
Rasulullah menjawab : Sesungguhnya Allah mengharamkan jasad para Nabi bagi tanah (HR Abu Daud)
Orang-orang yang mencontohkannya dan mengikuti cahaya yg diturunkan
kepadanya, ia akan memiliki bagian dari ketenangan jiwa, ketinggian
nilai dan kehormatan dirinya.
"Tidak ada seorangpun yg
mengucapkan salam kepadaku , melainkan Allah akan mengembalikan nyawaku
sehingga aku bisa membalas salamnya" (HR Abu Daud)
Shalawat yang paling sempurna untuk Rasulullah SAW adalah shalawat seperti dalam shalat, yakni :
"Allahumma shalli alaa Muhammad wa'ala ali Muhammad, kamaa sholaita alaa Ibrahim wa'alaa ali Ibrahim, wabarikh alaa Muhammad wa'alaa ali Muhammad, kamaa baarakta'alaa Ibrahim wa'alaa ali Ibrahim. fil alamiinainnaka hamiidummajiid"
artinya :
"Ya Allah limpahkanlah shalawat MU atas Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau telah melimpahkannya atas Ibrahim dan keluarganya.
Ya Allah berikanlah berkah MU atas Muhammad dan keluarganya, sebagimana Engkau telah melimpahkannya atas Ibrahim dan keluarganya.
Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Terhormat"
--------------
Yaa Rabb, karuniakanlah Rahmat & Kesejahteraan bagi KekaksihMU Nabi
Muhammad dan keluarga, serta Nabi Ibrahim dan keluarganya ..
Dan limpahkanlah berkah & rahmat MU pada kami umat nya , aamin yaa Rabbal alamin ..
RAHASIA HARI BESAR JUM'AT
Katakanlah: "Sesungguhnya shalat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, (QS Ali Imran 3:162)
KEUTAMAAN SEPULUH HARI PERTAMA BULAN DZULHIJJAH
Segala kepujian dan kesyukuran ditujukan kepada Allah Ta’ala, Salawat
dan Salam buat Junjungan Nabi Muhammad ‘Alaihis Solatu was Salam dan
buat keluarga dan Sahabat Baginda.
Imam al Bukhari Rahimahullah
meriwayatkan daripada Ibnu ‘Abbas Radhia Allah ‘anhuma bahawa Baginda
Nabi Salla Allah ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Tiada suatu haripun, amalan kebaikan padanya mempunyai kelebihan
melainkan pada hari-hari ini – iaitu sepuluh hari Zulhijjah-”. Para
Sahabat Baginda bertanya : “Apakah juga (pengecualian itu) termasuk
jihad pada jalan Allah ?” .
Ujar Baginda : “Tidak juga
(termasuk) berjihad pada jalan Allah kecuali bagi seorang yang keluar
dengan jiwa raga dan hartanya dan tidak membawa pulang apa-apa pun”.
Imam Ahmad Rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar Radhia Allah
‘anhuma bahawa Baginda Salla Allah ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Tiada suatu haripun, amalan kebaikan padanya mempunyai kelebihan
melainkan pada hari-hari sepuluh Zulhijjah ini, oleh kerana itu
perbanyakkanlah padanya tahlil (La Ilaha Illa Allah) , takbir (Allah
Akbar) dan tahmid (Alhamdu Lillah)”. Ibnu Hibban di dam kitab Sahihnya
meriwayatkan dari Jabir Radhia Allah ‘anhu bahawa Baginda Salla Allah
‘alaihi wa sallam bersabda : “Seutama-utama hari adalah hari ‘Arafah”.
JENIS AMALAN YANG DIANJURKAN PADANYA.
Pertama : Menunaikan ibadah haji dan ‘umrah yang merupakan sebaik-baik
amalan. Banyak hadith yang menyatakan kelebihan ibadah ini di antaranya :
Sabda Nabi Salla Allah ‘alaihi wa sallam :
“Satu ‘umrah ke ‘umrah yang lain menghapuskan (dosa) yang dilakukan di antara keduanya dan haji yang baik (diterima) tiada baginya balasan melainkan Syurga”.
Kedua : Berpuasa pada hari-hari tersebut
atau sekadar kemampuannya – terutamanya pada hari ‘Arafah - . Tidak
dinafikan bahawa puasa adalah di antara amalan yang terbaik dan ianya
adalah pilihan Allah Ta’ala sendiri sebagaimana yang dinyatakan di dalam
sebuah hadith qudsi :
“Puasa itu adalah bagiKu dan Akulah yang membalasinya, dia meninggalkan keinginan nafsunya, makanan dan minumannya semata-mata keranaKu”.
Dari Abu Sa’id al Khudri Radhia Allah ‘anhu berkata : ‘Rasulullah Salla Allah ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Tiada seorangpun yang berpuasa pada satu hari di jalan Allah melainkan Allah menjauhkan dengan puasanya itu mukanya dari api neraka sejauh tujuh puluh tahun” (muttafaq ‘alaih).
Imam Muslim Rahimahullah
meriwayatkan dari Abi Qatadah Radhia Allah ‘anhu bahawa Rasulullah Salla
Allah ‘alaihi wa sallam bersabda : “Puasa pada hari ‘Arafah, saya
mengharap Allah akan menghapuskan (dosa) setahun yang lalu dan setahun
yang mendatang”.
Ketiga : Takbir (Allahu Akbar) dan berzikir padanya, firman Allah Ta’ala yang bermaksud :
“(Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang termaklum)”, hari-hari tersebut dijelaskan sebagai sepuluh hari di bulan Zulhijjah.
Oleh kerana itulah para ‘Ulama menyarankan supaya diperbanyakkan berzikir pada hari-hari tersebut sebagaimana mafhum hadith Ibnu ‘Umar Radhia Allah ‘anhuma yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad Rahimahullah, di antaranya : “Oleh kerana itu perbanyakkanlah padanya tahlil (La Ilaha Illa Allah) , takbir (Allah Akbar) dan tahmid (Alhamdu Lillah)”.
Imam Al Bukhari Rahimahullah meriwayatkan bahawa Ibnu
‘Umar dan Abu Hurairah Radhia Allah ‘anhum kedua mereka pada hari-hari
tersebut selalu keluar ke pasar bertakbir dan diikuti oleh orang ramai.
Imam Ishaq Rahimahullah meriwayatkan bahawa para Fuqaha’ (ahli feqah) di
kalangan Tabi’in (generasi selepas Sahabat Nabi) sentiasa membaca pada
hari-hari itu “[Allahu Akbar, Allahu Akbar, La Ilaha Illa Allah, wa
Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa LillahI Hamdu]”.
Adalah amat
digalakkan supaya suara ditinggikan ketika bertakbir di pasar, rumah,
jalan, masjid dan selainnya berdasarkan firman Allah Ta’ala yang
bermaksud : “( Dan supaya kamu membesarkan (bertakbir) Allah di atas
ni’matNya menghidayat kamu)”. Dibolehkan juga pada hari-hari tersebut
berzikir dengan apa-apa zikir yang lain dan segala do’a yang baik.
Keempat : Bertaubat dan meninggalkan segala ma’siat dan dosa, semoga
dengan amalan baik dapat mencapai keampunan dan rahmat Allah. Ini kerana
ma’siat adalah punca kepada jauh dan terhindarnya seorang hamba dari
rahmat Allah manakala ketaatan pula adalah punca dekat dan kasihnya
Allah kepadanya.
Di dalam sebuah hadith yang diriwatkan oleh Abu Harairah Radhia Allah ‘anhu, Baginda Nabi Salla Allah ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya Allah mencemburui (tidak suka) apabila seseorang hambaNya melakukan perkara yang ditegahNya” (muttafaq ‘alaihi).
Kelima : Memperbanyakkan amalan soleh (baik) terutama
amalan-amalan sunat tambahan seperti solat sunat, bersedekah, berjihad,
mebaca al Quran, menyeru kepada kebaikan, mencegah kemungkaran dan
seumpamanya kerana kesemuanya akan digandakan pada hari-hari tersebut.
Amalan yang dikerjakan ketika itu walaupun ia kecil tetapi ianya lebih
disukai oleh Allah Ta’ala jika dibandingkan pada hari-hari lain, begitu
juga amalan yang besar seperti berjihad di jalan Allah yang
dikatogerikan di antara amalan yang terbaik, tidaklah mendapat kehebatan
pahala pada hari-hari itu melainkan apabila kuda (kenderaan) yang
ditungganginya terbunuh (binasa) dan darahnya keluar (dia cedera atau
mati syahid).
Keenam : Disyari’atkan bertakbir pada beberapa
hari yang mulia itu pada waktu siang atau malam terutama selepas
menunaikan fardu solat lima waktu yang dikerjakan secara berjamaah. Bagi
mereka yang tidak menunaikan ‘ibadah haji, takbir bermula dari waktu
subuh hari ‘Arafah (9 Zulhijjah) dan bagi yang menunaikannya takbir
bermula pada waktu hari raya haji (10 Zulhijjah), kesemuanya berakhir
sehingga waktu ‘Asar pada hari ketiga belas (13) Zulhijjah.
Ketujuh : Disyari’atkan amalan korban (menyembelih hewan ternakan) pada
hari raya haji dan hari-hari Tasyriq (11, 12 dan 13 Zulhijjah). Ia
merupakan sunnah (amalan) Nabi Allah Ibrahim ‘Alaihis Solatu was Salam
setelah Allah Ta’ala mengujinya dengan perintah menyembelih anaknya
Ismail ‘Alaihis Solatu was Salam tetapi ditebus ujian itu dengan
digantikan seekor hewan untuk disembelih.
Kedelapan : Imam
Muslim Rahimahullah meriwayatkan dari Ummu Salamah Radhia Allah ‘anha
bahawa Nabi Salla Allah ‘alaihi wa sallam bersabda : “Apabila kamu telah
melihat anak bulan Zulhijjah dan ada di kalangan kamu yang ingin
berkorban (sembelih hewan ternakan), hendaklah dia menahan dirinya dari
(memotong) rambut dan kukunya”, dan di dalam riwayat lain : “Maka
janganlah dia memotong rambut dan kukunya sehinggalah dia berkorban”.
Perintah (sunat) ini berkemungkinan ada persamaan dengan hukum bagi
mereka yang membawa haiwan ternakan (ketika mengerjakan haji) dari
kampung mereka yang telah dijelaskan oleh Allah Ta’ala, maksudnya :
“(Dan janganlah kamu mencukur rambut kamu sehinggalah hewan ternakan
(yang dibawa untuk dihadiahkan dagingnya kepada penduduk Makkah) itu
sampai ke tempatnya)”. Larangan (memotong rambut dan kuku) ini pada
zahirnya adalah khusus kepada pemunya haiwan korban tersebut sahaja dan
tidak termasuk isteri dan anak-anaknya melainkan mereka juga mempunyai
haiwan seumpamanya, dan tidak mengapa jika yang berkenaan membasuh dan
menggosok kepalanya kemudian terjatuh beberapa helai rambutnya.
Kesembilan : Setiap muslim hendaklah berusaha untuk menunaikan solat
hari raya secara berjamaah, menunggu mendengar khutbah yang dibaca oleh
imam selepas selepas solat tersebut supaya mendapat pengajaran
daripadanya. Sepatutnyalah dia mengetahui hikmat di sebalik perayaan ini
; ia merupakan hari menyatakan kesyukuran dengan melakukan kebaikan,
janganlah pula dilakukan padanya perkara yang mendatangkan kemurkaan
Allah dengan mengerjakan ma’siat, kesombongan, pertengkaran, bermasam
muka dan sebagainya yang boleh menjadi sebab kepada terhapusnya
amalan-amalan kebaikan yang telah dikerjakannya sebelum itu.
Kesepuluh : Penuhilah hari-hari berkenaan dengan ketaatan kepada Allah,
berzikir, bersyukur, menunaikan perintahNya, menjauhi laranganNya,
mendekatkan diri kepadaNya semoga mendapat rahmat dan keampunanNya.
Jumat, 14 Oktober 2011
APAKAH KITA TELAH MENGENAL ALLAH (MA'RIFATULLAH) ?
Assalamu’alaykum warohmatullaahi wabarokaatuh
Apakah kita Telah Mengenal Allah ?
Pertanyaan ini mungkin jarang sekali kita dengar. , bahkan bagi banyak orang akan terasa aneh dan terkesan tidak penting. Padahal, mengenal Allah dengan benar (baca: ma’rifatullah) merupakan sumber ketentraman hidup di dunia maupun di akherat.
Orang yang tidak mengenal Allah, niscaya tidak akan mengenal kemaslahatan dirinya, melanggar hak-hak orang lain, menzalimi dirinya sendiri, dan menebarkan kerusakan di atas muka bumi tanpa sedikitpun mengenal rasa malu.
Berikut ini adalah sebagian ciri-ciri seorang hamba telah mengenal Allah :
1) Orang Yang Mengenal Allah Merasa Takut Kepada-Nya
2) Orang Yang Mengenal Allah Mencurigai Dirinya Sendiri
3) Orang Yang Mengenal Allah Mengawasi Gerak-Gerik Hatinya
5) Orang Yang Mengenal Allah Tidak Tertipu Oleh Harta
6) Orang Yang Mengenal Allah Akan Merasakan Manisnya Iman
7) Orang Yang Mengenal Allah Tulus Beribadah Kepada-Nya
Tidak ada KENIKMATAN yang lebih besar di dunia ini daripada NIKMAT mengenal Allah. Bahkan bagi orang yang sudah mengenal-NYA, NIKMAT dunia dan seisinya ini tidak akan mampu menandinginya. Alam semesta ini hanya sebahagian kecil saja dari NIKMAT yang diberikan Allah kepada hamba-NYA.
Bagi orang yang mengenal Allah, semua kejadian adalah NIKMAT semata. Subhanallah, mudah-mudahan kita semua digolongkan oleh-NYA menjadi ahli makrifat seperti itu.
Barangsiapa sudah merasa bersama-NYA, tidak mungkin merasa kesepian karena Allah 'Azza wa Jallaa senantiasa bersama hamba-NYA, bahkan lebih dekat dari urat lehernya sendiri. Bagi orang yang sudah mengenal Allah, tidak mungkin lupa barang sedetik pun kepada-NYA.
Bagaimana akan lupa, kalau setiap mata memandang segala sesuatu, yang terbayang dalam benaknya adalah hasil pekerjaan-NYA. Kalau setiap telinga mendengarkan sesuatu, niscaya segala yang berbunyi itu buah tangan-NYA. Kalau setiap mulut memakan dan meminum sesuatu, mutlak segala makanan dan air itu ciptaan-NYA.
Tidak akan merasa kesepian di kala sepi dan terlena di kala ramai bagi orang yang sudah makrifat kepada-NYA. Karena, ALLAH-lah Dzat yang selalu memelihara dan mengawasi setiap makhluk-NYA dengan tanpa mengenal lupa. Di tengah orang banyak, di tengah pertempuran, di mana saja, mesti ingat kepada-NYA
Allah pun pasti akan mencabut rasa takut dari hati orang yang telah makrifat kepada-NYA. Bagaimana akan takut, sedang segala yang ditakuti juga diurus oleh-NYA dan pasti akan musnah. Tiada daya dan kekuatan, kecuali atas izin dan inayah-NYA. Laa haulaa wa laa quwwata illaa billaah
Semoga Allah memberikan rahmat dan taufik kepada kita untuk termasuk dalam golongan mereka ..
aamiin Allahumma amin ...
Apakah kita Telah Mengenal Allah ?
Pertanyaan ini mungkin jarang sekali kita dengar. , bahkan bagi banyak orang akan terasa aneh dan terkesan tidak penting. Padahal, mengenal Allah dengan benar (baca: ma’rifatullah) merupakan sumber ketentraman hidup di dunia maupun di akherat.
Orang yang tidak mengenal Allah, niscaya tidak akan mengenal kemaslahatan dirinya, melanggar hak-hak orang lain, menzalimi dirinya sendiri, dan menebarkan kerusakan di atas muka bumi tanpa sedikitpun mengenal rasa malu.
Berikut ini adalah sebagian ciri-ciri seorang hamba telah mengenal Allah :
1) Orang Yang Mengenal Allah Merasa Takut Kepada-Nya
Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Sesungguhnya yang merasa takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah orang-orang yang berilmu saja.” (QS. Fathir: 28)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Ibnu Mas’ud pernah mengatakan,
‘Cukuplah rasa takut kepada Allah sebagai bukti keilmuan.’
Kurangnya rasa takut kepada Allah itu muncul akibat kurangnya pengenalan/ma’rifah yang dimiliki seorang hamba kepada-Nya. Oleh sebab itu, orang yang paling mengenal Allah ialah yang paling takut kepada Allah di antara mereka.
Barangsiapa yang mengenal Allah, niscaya akan menebal rasa malu kepada-Nya, semakin dalam rasa takut kepada-Nya, dan semakin kuat cinta kepada-Nya. ...Semakin pengenalan itu bertambah, maka semakin bertambah pula rasa malu, takut dan cinta tersebut .” (Thariq al-Hijratain, dinukil dari adh-Dhau’ al-Munir ‘ala at-Tafsir [5/97])
2) Orang Yang Mengenal Allah Mencurigai Dirinya Sendiri
Ibnu Abi Mulaikah -salah seorang tabi’in- berkata,
“Aku telah bertemu dengan tiga puluhan orang Shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan mereka semua merasa sangat takut kalau-kalau dirinya tertimpa kemunafikan.”
(HR. Bukhari secara mu’allaq).
Suatu ketika, ada seseorang yang berkata kepada asy-Sya’bi,
“Wahai sang alim/ahli ilmu.” Maka beliau menjawab, “Kami ini bukan ulama. Sebenarnya orang yang alim itu adalah orang yang senantiasa merasa takut kepada Allah.” (dinukil dari adh-Dhau’ al-Munir ‘ala at-Tafsir [5/98])
3) Orang Yang Mengenal Allah Mengawasi Gerak-Gerik Hatinya
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
“Begitu pula hati yang telah disibukkan dengan kecintaan kepada selain Allah, keinginan terhadapnya, rindu dan merasa tentram dengannya, maka tidak akan mungkin baginya untuk disibukkan dengan kecintaan kepada Allah, keinginan, rasa cinta dan kerinduan untuk bertemu dengan-Nya kecuali dengan mengosongkan hati tersebut dari ketergantungan terhadap selain-Nya.
Lisan juga tidak akan mungkin digerakkan untuk mengingat-Nya dan anggota badan pun tidak akan bisa tunduk berkhidmat kepada-Nya kecuali apabila ia dibersihkan dari mengingat dan berkhidmat kepada selain-Nya.
Apabila hati telah terpenuhi dengan kesibukan dengan makhluk atau ilmu-ilmu yang tidak bermanfaat , maka tidak akan tersisa lagi padanya ruang untuk menyibukkan diri dengan Allah serta mengenal nama-nama, sifat-sifat dan hukum-hukum-Nya…” (al-Fawa’id, hal. 31-32)
4) Orang Yang Mengenal Allah Selalu Mengingat Akherat
Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, maka akan Kami sempurnakan baginya balasan amalnya di sana dan mereka tak sedikitpun dirugikan. Mereka itulah orang-orang yang tidak mendapatkan apa-apa di akherat kecuali neraka dan lenyaplah apa yang mereka perbuat serta sia-sia apa yang telah mereka kerjakan.”
(QS. Huud: 15-16)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Bersegeralah dalam melakukan amal-amal, sebelum datangnya fitnah-fitnah (ujian dan malapetaka) bagaikan potongan-potongan malam yang gelap gulita, sehingga membuat seorang yang di pagi hari beriman namun di sore harinya menjadi kafir, atau sore harinya beriman namun di pagi harinya menjadi kafir, dia menjual agamanya demi mendapatkan kesenangan duniawi semata.” (HR. Muslim)
5) Orang Yang Mengenal Allah Tidak Tertipu Oleh Harta
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya perbendaharaan dunia. Akan tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah rasa cukup di dalam hati.” (HR. Bukhari).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,.
“Seandainya anak Adam itu memiliki dua lembah emas niscaya dia akan mencari yang ketiga. Dan tidak akan mengenyangkan rongga/perut anak Adam selain tanah. Dan Allah akan menerima taubat siapa pun yang mau bertaubat.” (HR. Bukhari)
6) Orang Yang Mengenal Allah Akan Merasakan Manisnya Iman
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ada tiga perkara, barangsiapa memilikinya maka dia akan merasakan manisnya iman” Di antaranya, “Allah dan rasul-Nya lebih dicintainya daripada segala sesuatu selain keduanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Akan bisa merasakan lezatnya iman orang-orang yang ridha kepada Rabbnya, ridha Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim).
7) Orang Yang Mengenal Allah Tulus Beribadah Kepada-Nya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya setiap amal itu dinilai berdasarkan niatnya. Dan setiap orang hanya akan meraih balasan sebatas apa yang dia niatkan. Maka barangsiapa yang hijrahnya [tulus] karena Allah dan Rasul-Nya niscaya hijrahnya itu akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena [perkara] dunia yang ingin dia gapai atau perempuan yang ingin dia nikahi, itu artinya hijrahnya akan dibalas sebatas apa yang dia inginkan saja.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian, tidak juga harta kalian. Akan tetapi yang dipandang adalah hati dan amal kalian.” (HR. Muslim).
Ibnu Mubarak rahimahullah mengingatkan,
“Betapa banyak amalan kecil yang menjadi besar karena niat. Dan betapa banyak amalan besar menjadi kecil gara-gara niat.” (Jami’ al-’Ulum wal Hikam oleh Ibnu Rajab).
Tidak ada KENIKMATAN yang lebih besar di dunia ini daripada NIKMAT mengenal Allah. Bahkan bagi orang yang sudah mengenal-NYA, NIKMAT dunia dan seisinya ini tidak akan mampu menandinginya. Alam semesta ini hanya sebahagian kecil saja dari NIKMAT yang diberikan Allah kepada hamba-NYA.
Bagi orang yang mengenal Allah, semua kejadian adalah NIKMAT semata. Subhanallah, mudah-mudahan kita semua digolongkan oleh-NYA menjadi ahli makrifat seperti itu.
Barangsiapa sudah merasa bersama-NYA, tidak mungkin merasa kesepian karena Allah 'Azza wa Jallaa senantiasa bersama hamba-NYA, bahkan lebih dekat dari urat lehernya sendiri. Bagi orang yang sudah mengenal Allah, tidak mungkin lupa barang sedetik pun kepada-NYA.
Bagaimana akan lupa, kalau setiap mata memandang segala sesuatu, yang terbayang dalam benaknya adalah hasil pekerjaan-NYA. Kalau setiap telinga mendengarkan sesuatu, niscaya segala yang berbunyi itu buah tangan-NYA. Kalau setiap mulut memakan dan meminum sesuatu, mutlak segala makanan dan air itu ciptaan-NYA.
Tidak akan merasa kesepian di kala sepi dan terlena di kala ramai bagi orang yang sudah makrifat kepada-NYA. Karena, ALLAH-lah Dzat yang selalu memelihara dan mengawasi setiap makhluk-NYA dengan tanpa mengenal lupa. Di tengah orang banyak, di tengah pertempuran, di mana saja, mesti ingat kepada-NYA
Allah pun pasti akan mencabut rasa takut dari hati orang yang telah makrifat kepada-NYA. Bagaimana akan takut, sedang segala yang ditakuti juga diurus oleh-NYA dan pasti akan musnah. Tiada daya dan kekuatan, kecuali atas izin dan inayah-NYA. Laa haulaa wa laa quwwata illaa billaah
"Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan."
(QS Ar Rahman : 27)
Semoga Allah memberikan rahmat dan taufik kepada kita untuk termasuk dalam golongan mereka ..
aamiin Allahumma amin ...
Senin, 10 Oktober 2011
DOA UNTUK PUTRA-PUTRI KITA ...
... "Yaa Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik.
Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar do'a". QS. Ali Imran (3) : 38
Doa untuk Putra dan Putri Kami...
Bismillaahir'rahmanir'rahim...
Segala puji dan syukur hanya untuk Allah Tuhan alam semesta.
Yaa Rabb... limpahkanlah shalawat dan salam kepada Sayyidinaa Muhammad,
pembuka pintu rahmat Allah, Sebanyak pengetahuan Allah, shalawat dan
salam yang selalu tercurah sekekal kerajaan Allah, dan juga kepada
keluarga dan para sahabatnya.
Yaa Rabb... jadikanlah kami dan keturunan kami orang-orang yang selalu mendirikan shalat, Yaa Allah, kabulkanlah doa kami.
Yaa Rabb... jadikanlah keturunan kami sebagai buah hati kami dan jadikanlah mereka pemimpin orang-orang yang bertakwa.
Yaa Rabb... berilah kami ilham untuk mensyukuri nikmat yang telah
Engkau karuniakan kepada kami dan kepada ibu-bapak kami, dan agar kami
dapat beramal soleh yang Engkau ridhai, jadikanlah keturunan kami
orang-orang yang shalih, sesungguhnya kami bertaubat kepada-Mu dan
sesungguhnya kami termasuk orang-orang yang berserah diri. Kami
serahkan anak-anak kami di bawah perlindungan kalimat Allah yang
sempurna dari ganguan setan, mara bahaya dan dari pandangan yang penuh
kedengkian.
Yaa Rabb... berkahilah anak-anak kami,
janganlah Engkau celakan mereka, karuniailah kami ketaatan mereka,
jadikanlah mereka buah hati Nabi Muhammad saw dan kedua orang tua
mereka.
Yaa Rabb... berilah mereka ilmu para arifin,
jadikanlah mereka faqih (alim) dalam agama, ajarkan kepada mereka
pengetahuan ta'wil, dan tuntunlah mereka ke jalan yang lurus dan benar,
dan jadikanlah mereka ulama yang mengamalkan ilmunya, dan masukkanlah
mereka ke dalam golongan hamba-Mu yang shalih.
Yaa
Rabb... tumbuhkan mereka dengan sebaik-baik pertumbuhan, dan jadikanlah
mereka orang-orang yang memberi petunjuk dan mendapat petunjuk.
Yaa Rabb... berilah mereka taufik untuk menyintai-Mu, menta'ati-Mu dan
mencari keridhaan-Mu. Ajarkanlah kepada mereka semua yang bermanfa'at
dan berilah mereka manfa'at dari semua yang Kau ajarkan.
Yaa Rabb... lindungilah mereka dari segala fitnah, baik yang nyata maupun tersembunyi, dan juga dari segala macam kejahatan.
Yaa Rabb... mudahkanlah urusan mereka, dan perbaikilah keadaan, perbuatan dan niat mereka.
Yaa Rabb... berilah mereka kehidupan yang baik di dunia dan di akhirat.
Yaa Rabb... bantulah mereka agar dapat mengingat-Mu, mensyukuri
nikmat-Mu, dan beribadah kepada-Mu dengan sebaik-baik amal ibadah.
Yaa Rabb... akhirilah semua urusan mereka dengan keberhasilan dan selamatkanlah mereka dari kehinaan dunia dan akhirat.
Yaa Rabb... Bentuklah anak-anak kami menjadi manusia yang cukup kuat
untuk mengetahui kelemahannya. Dan berani menghadapi dirinya sendiri
saat dalam ketakutan. Menjadi hamba-hamba-Mu yang bangga dan tabah dalam
kekalahan. Tetapi Jujur dan rendah hati dalam kemenangan. Bentuklah
mereka menjadi umat yang berhasrat mewujudkan cita-citanya dan tidak
hanya tenggelam dalam angan-angannya saja. Seorang Umat yang sadar bahwa
mengenal Engkau Yaa Rabb dan dirinya sendiri adalah landasan segala
ilmu pengetahuan.
Yaa Rabb... Kami mohon, janganlah
pimpin anak-anak kami hanya di jalan yang mudah dan lunak. Namun,
tuntunlah pula mereka di jalan yang penuh hambatan dan godaan, kesulitan
dan tantangan. Biarkan mereka belajar untuk tetap bisa berdiri di
tengah badai dan senantiasa belajar untuk mengasihi mereka yang tidak
berdaya. Ajarilah mereka berhati tulus dan bercita-cita tinggi, sanggup
memimpin dirinya sendiri, sebelum mempunyai kesempatan untuk memimpin
orang lain. Berikanlah kami keturunan yang mengerti makna tawa ceria
tanpa melupakan makna tangis duka. Keturunan yang berhasrat untuk
menggapai masa depan yang cerah namun tak pernah melupakan masa lampau.
Dan, setelah semua menjadi miliknya... Berikan mereka cukup rasa humor
sehingga ia dapat bersikap sungguh-sungguh namun tetap mampu menikmati
hidupnya.
Yaa Rabb... Berilah mereka kerendahan
hati... Agar ingat akan kesederhanaan dan keagungan yang hakiki... Pada
sumber kearifan, kelemahlembutan, dan kekuatan yang sempurna...
Yaa Rabb... jadikanlah pendengaran, pandangan dan kekuatan mereka
menyenangi jalan petunjuk-Mu, dan jadikanlah hawa nafsu (keinginan)
mereka patuh pada ajaran yang dibawa oleh kekasih-Mu Muhammad saw.
Yaa Rabb... selamatkanlah mereka, berilah kesehatan dan maafkanlah
mereka, panjangkan umur mereka dalam keta'atan dan keridhaan-Mu,
terimalah amal mereka, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala
sesuatu dan Engkaulah yang patut megabulkan do'a.
Dan limpahkanlah shalawat dan salam kepada Sayyidinaa Muhammad saw serta kepada para keluarga dan sahabatnya.
Dan bila akhirnya semua itu terwujud, kami bersujud dan berujar "tiadalah hidup kami kan sia-sia"
"Yaa Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada
Engkau dan (jadikanlah) di antara cucu kami umat yang tunduk patuh
kepada Engkau." (QS. al-Baqarah: 128)
“Yaa Rabbku,
jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat.
Ya Rabb kami, perkenankanlah doaku. Ya Rabb kami, ampunilah aku dan
kedua ibu bapakku dan seluruh orang mukmin pada hari terjadinya hisab
(hari kiamat).” (Ibrahim: 40-41)
Di sanalah Zakariya
berdo'a kepada Tuhannya seraya berkata: "Yaa Tuhanku, berilah aku dari
sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar
do'a". QS. Ali Imran (3) : 38
Aamiin Yaa Rabb Yaa Mujibbassaillin.
Muhammad Irvan Ilham - Sabari Muhammad
JALANKU TERSENDAT MENUJU SURGA
Bismillah hirohmannirrohim... ...
MIMPIKU MEMBUAT DIRIKU SELALU ISTIGHFAR PADA ZAT MAHA PENGATUR • Aku tidak tahu dimana berada. Meski sekian banyak manusia berada disekelilingku, namun aku tetap merasa sendiri dan ketakutan. Aku masih bertanya dan terus bertanya, tempat apa ini, dan buat apa semua manusia dikumpulkan. Mungkinkah, ah aku tidak mau mengira- ngira.
• Rasa takutku makin menjadi-jadi, tatkala seseorang yang tidak pernah kukenal sebelumnya mendekati dan menjawab pertanyaan hatiku. "Inilah yang disebut Padang Mahsyar," suaranya begitu menggetarkan jiwaku. "Bagaimana ia bisa tahu pertanyaanku," batinku. Aku menggigil, tubuhku terasa lemas, mataku tegang mencari perlindungan dari seseorang yang kukenal
• Kusaksikan langit menghitam, sesaat kemudian bersinar kemilauan. Bersamaan dengan itu, terdengar suara menggema. Aku baru sadar, inilah hari penentuan, hari dimana semua manusia akan menerima keputusan akan balasan dari amalnya selama hidup didunia. Hari ini pula akan ditentukan nasib manusia selanjutnya, surgakah yang akan dinikmati atau adzab neraka yang siap menanti.
• Aku semakin takut. Namun ada debar dalam dadaku mengingat amal-amal baikku didunia. Mungkinkah aku tergolong orang-orang yang mendapat kasih-Nya atau jangan-jangan ......... • Aku dan semua manusia lainnya masih menunggu keputusan dari Yang menguasai hari pembalasan. Tak lama kemudian, terdengar lagi suara menggema tadi yang mengatakan, bahwa sesaat lagi akan dibacakan daftar manusia-manusia yang akan menemani Rasulullah SAW di surga yang indah.
• Lagi-lagi dadaku berdebar, ada keyakinan bahwa namaku termasuk dalam daftar itu, mengingat banyaknya infaq yang aku sedekahkan. Terlebih lagi, sewaktu didunia aku dikenal sebagai juru dakwah. "Kalaulah banyak orang yang kudakwahi masuk surga, apalagi aku," pikirku mantap
• Akhirnya, nama-nama itupun mulai disebutkan. Aku masih beranggapan bahwa namaku ada dalam deretan penghuni surga itu, mengingat ibadah-ibadah dan perbuatan-perbuatan baikku. Dalam daftar itu, nama Rasulullah Muhammad SAW sudah pasti tercantum pada urutan teratas, sesuai janji Allah melalui Jibril, bahwa tidak satupun jiwa yang masuk kedalam surga sebelum Muhammad masuk.
• Setelah itu tersebutlah para Assabiquunal Awwaluun. Kulihat Fatimah Az Zahra dengan senyum manisnya melangkah bahagia sebagai wanita pertama yang ke surga, diikuti para istri-istri dan keluarga rasul lainnya.
• Para nabi dan rasul Allah lainnya pun masuk dalam daftar tersebut. Yasir dan Sumayyah berjalan tenang dengan predikat Syahid dan syahidah pertama dalam Islam. Juga para sahabat lainnya, satu persatu para pengikut terdahulu Rasul itu dengan bangga melangkah ke tempat dimana Allah akan membuka tabirnya. Yang aku tahu, salah satu kenikmatan yang akan diterima para penghuni surga adalah melihat wajah Allah.
• Kusaksikan para sahabat Muhajirin dan Anshor yang tengah bersyukur mendapatkan nikmat tiada terhingga sebagai balasan kesetiaan berjuang bersama Muhammad menegakkan risalah. Setelah itu tersebutlah para mukminin terdahulu dan para syuhada dalam berbagai perjuangan pembelaan agama Allah.
• Sementara itu, dadaku berdegub keras menunggu giliran. Aku terperanjat begitu melihat rombongan anak-anak yatim dengan riang berlari untuk segera menikmati kesegaran telaga kautsar. Beberapa dari mereka tersenyum sambil melambaikan tangannya kepadaku. Sepertinya aku kenal mereka.
• "Subhanallah, itu si Paijo tukang ketoprak dekat rumahku," aku terperangah melihatnya melenggang ke surga. Paijo, pemuda yang tidak pernah lulus SD itu pernah bercerita, bahwa sebagian besar hasil dagangnya ia kririmkan untuk ibu dan biaya sekolah empat adiknya. Paijo yang rajin sholat itu, rela berpuasa berhari-hari asal ibu dan adik-adiknya di kampung tidak kelaparan.
• Tiba-tiba, orang yang sejak tadi disampingku berkata lagi, "Paijo yang tukang mie itu lebih baik dimata Allah. Ia bekerja untuk kebahagiaan orang lain." Sementara aku, semua hasil keringatku semata untuk keperluanku.
• Ya Allah, mereka anak-anak yatim sebelah rumahku yang tidak pernah kuperhatikan. Anak- anak yang selalu menangis kelaparan dimalam hari sementara sering kubuang sebagian makanan yang tak habis kumakan.
• "Subhanallah,itu mbah kartijo yang rumahnya dekat dengan masjid ditempatku," aku terperangah melihatnya melenggang ke surga. Mbah Kartijo, yang miskin tidak punya pekerjaan tetap,pakaianya selalu kumal,tidak bisa membaca Al qur’an,tetapi dia selalu kemasjid untuk sholat dengan membawa sajadahnya yang sudah lusuh.
• Tiba-tiba, orang yang sejak tadi disampingku berkata lagi, “mbah Kartijo itu lebih baik dimata Allah. Ia orangnya sederhana,iklas,apa adanya." Sementara diriku, merasa lebih dari yang lainya, bisa baca Alquran dengan suara yang indah tetapi tidak pernah kulakukan dengan rasa iklas semata-mata karena Alloh, jarang ke masjid karena banyak urusan serta rasanya enggan meninggalkan rumah yang lebih bagus daripada masjid .
• Lalu berturut-turut lewat didepan mataku, mbok Iyem penjual pecel yang kehadirannya selalu kutolak, pengemis yang setiap hari lewat depan rumah dan selalu mendapatkan kata "maaf" dari bibirku dibalik pagar rumahku. Orang disampingku berbicara lagi seolah menjawab setiap pertanyaanku meski tidak kulontarkan, "Mereka ihklas, tidak sakit hati serta tidak memendam kebencian meski kau tolak."
• Masya Allah murid-murid pengajian yang aku bina, mereka mendahuluiku ke surga. Setelah itu, berbondong-bondong jamaah masjid-masjid tempat biasa aku berceramah. "Mereka belajar kepadamu, lalu mereka amalkan. Sedangkan kau, terlalu banyak berbicara dan sedikit mendengarkan. Padahal, lebih banyak yang bisa dipelajari dengan mendengar dari pada berbicara," jelasnya lagi.
• Aku semakin penasaran dan terus menunggu giliranku dipanggil. Seiring dengan itu antrian manusia-manusia dengan wajah ceria, makin panjang. Tapi sejauh ini, belum juga namaku terpanggil. Aku mulai kesal, aku ingin segera bertemu Allah dan berkata, "Ya Allah, didunia aku banyak melakukan ibadah, aku bershodaqoh, banyak membantu orang lain, banyak berdakwah, izinkan aku ke surgaMu."
• Orang dengan wajah bersinar disampingku itu hendak berbicara lagi, aku ingin menolaknya. Tetapi, tanganku tak kuasa menahannya untuk berbicara. "Ibadahmu bukan untuk Allah, tapi semata untuk kepentinganmu mendapatkan surga Allah, shodaqohmu sebatas untuk memperjelas status sosial, dibalik bantuanmu tersimpan keinginan mendapatkan penghargaan, dan dakwah yang kau lakukan hanya berbekas untuk orang lain, tidak untukmu," bergetar tubuhku mendengarnya.
• Anak-anak yatim, Paijo, mbok Iyem, pengemis tua, mbah Kartijo, murid-murid pengajian, jamaah masjid dan banyak lagi orang-orang yang sering kuanggap tidak lebih baik dariku, mereka lebih dulu ke surga Allah. Padahal, aku sering beranggapan, surga adalah balasan yang pantas untukku atas dakwah yang kulakukan, infaq yang kuberikan, ilmu yang kuajarkan dan perbuatan baik lainnya.
• Ternyata, aku tidak lebih tunduk dari pada mereka, tidak lebih ikhlas dalam beramal dari pada mereka, tidak lebih bersih hati dari pada mereka, sehingga aku tidak lebih dulu ke surga dari mereka.
• Akhirnya aku hanya tertunduk dan tak terasa menetes air mataku,kaki terasa lemas tak kuasa menahan badan sehingga terduduk serta terus mohon ampun membaca Istifar………
• Aku terbangun dengan keringat dingin,rasanya lemas,jantung berdetak keras, saat itu jam 01.00.ku ambil air wudhu untuk sholat malam,
• Yaa Alloh Alhamdullah, Engkau telah ingatkan hamba MU yang banyak sekali kekurangan ini
• Aamiin………Ya Allah…….
kegelisahan ku di 1/3 malam yang dingin
By : Echo Boedy Sang Pengembara
Beranda Kita
Perjalanan Makrifatullah Ibadah Haji (Seri Tasawuf Haji)
by Imam P Hartono Full on Friday, October 22, 2010 at 8:47am
Assalamualaikum wr.wb
Sahabatku rahimakumullah,
Dalam satu bulan ke depan 220 ribu jamaah haji Indonesia akan menuju Tanah suci, dimana diantaranya mungkin Anda yang membaca tulisan ini atau sahabat2 Anda, tetangga, orangtua dll. Terlampir di bawah ini adalah tulisan Ulama seri ke# 5 tentang “Perjalanan Makrifatullah Ibadah Haji” yang merupakan ringkasan dari Buku Hidup dan Pikiran Ali Zainal Abidin Cucu Rasulullah SAW,
Selamat menjalankan ibadah haji (bagi yang menjalankan), semoga menjadi haji yg mabrur. Untuk sahabatku yang belum berhaji, semoga segera berhaji di tahun-tahun mendatang. Amiin
Semoga bermanfaat ..
Wassalam, IPH (Gus Im)
===================
Perjalanan Makrifatullah Ibadah Haji (Tasawuf Haji)
(Sebuah Dialog Spiritual antara Ali Zainal Abidin dengan Asy Syibli, Muridnya)
Diriwayatkan salah seorang murid Imam Ali Zainal Abidin bernama Asy Syibli setelah selesai melaksanakan ibadah haji, pergi menemui gurunya untuk menyampaikan apa-apa yang dialaminya selama berhaji. Terjadilah kemudian percakapan di antara keduanya.
Imam Ali Zainal Abidin (Ali ZA) : “Wahai Syibli, bukankah engkau telah selesai mengerjakan ibadah haji ?”.
Asy Syibli (Syibli) : “Benar, wahai Guru”.
Ali ZA : “Apakah engkau telah berhenti di Miqat, lalu menanggalkan semua pakaian yang terjahit, yang terlarang bagi orang yang sedang mengerjakan haji, dan kemudian mandi ?”
Syibli : “Ya, benar!”.
Ali ZA : “Adakah engkau ketika berhenti di Miqat juga meneguhkan niat untuk menanggalkan semua pakaian maksiat dan sebagai gantinya mengenakan pakaian taat ?”
Syibli : “Tidak Guru”.
Ali ZA : “Berarti engkau belum berniat. Dan pada saat menanggalkan semua pakaian yang terlarang itu, adakah engkau menanggalkan semua sifat riya', munafik, serta segala yang diliputi syubhat ?”
Syibli : “Tidak Guru”.
Ali ZA : “Berarti engkau belum menanggalkan pakaianmu yang terlarang itu. Kemudian Imam Ali Zainal Abidin melanjutkan pertanyaannya, “Dan ketika mandi serta membersihkan diri sebelum memulai ihram, adakah engkau berniat mandi dan membersihkan diri dari segala pelanggaran dan dosa-dosa ?”.
Syibli : “Tidak Guru”.
Ali ZA : “Kalau begitu, engkau tidak berhenti di Miqat, tidak menanggalkan pakaian yang terjahit, dan tidak pula mandi membersihkan diri! Ketika mandi dan berihram serta mengucapkan niat untuk memasuki ibadah haji, adakah engkau menetapkan niat untuk membersihkan diri dengan cahaya taubat yang tulus kepada Allah SWT ?”.
Syibli : “Tidak, wahai Guru”..
Ali ZA : “Dan pada saat niat ber-ihram, adakah engkau berniat mengharamkan atas dirimu segala yang diharamkan oleh Allah Azza wa Jalla ?”.
Syibli : “Tidak, wahai Guru”..
Ali ZA : “Dan ketika mulai mengikatkan diri dalam ibadah haji,adakah engkau pada waktu yang sama telah melepaskan juga ikatan selain bagi Allah ?”.
Syibli : “Tidak, wahai Guru”..
Ali ZA : ”Kalau begitu, engkau tidak membersihkan diri, tidak ber-ihram, dan tidak pula mengikatkan diri dalam ibadah haji! Bukankah engkau telah memasuki Miqat, lalu shalat ihram dua rakaat, dan setelah itu mulai menyerukan talbiah?
Syibli : “Ya, benar wahai Guru”.
Ali ZA : “Apakah ketika memasuki Miqat engkau meniatkannya sebagai ziarah menuju keridlaan Allah ?”.
Syibli : “Tidak, wahai Guru”..
Ali ZA : “Dan ketika shalat ihram dua rakaat, adakah engkau berniat mendekatkan diri, ber-taqarrub kepada Allah, dengan mengerjakan suatu amalan yang paling utama di antara segala macam amal, yaitu shalat, yang juga merupakan kebaikan yang utama di antara kebaikan-kebaikan yang dikerjakan oleh hamba-hamba-Nya.”
Syibli : “Tidak, wahai Guru”..
Ali ZA : “Kalau begitu, engkau tidak memasuki Miqat, tidak ber-talbiah, dan tidak shalat ihram dua rakaat! Apakah engkau telah memasuki Masjidil Haram, memandang Ka'bah, serta shalat di sana ?”
Syibli : “Ya, benar, wahai Guru”.
Ali ZA : “Ketika memasuki Masjidil Haram, adakah engkau berniat mengharamkan atas dirimu segala macam pergunjingan terhadap diri kaum Muslimin ?”.
Syibli : “Tidak, wahai Guru”.
Ali ZA : “Dan ketika sampai di kota Makkah, adakah engkau mengukuhkan niat untuk menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan ?”.
Syibli : “Tidak, wahai Guru”.
Ali ZA : “Kalau begitu, engkau tidak memasuki Masjidil Haram, tidak memandang Ka'bah, dan tidak pula bershalat di sana! Apakah engkau telah ber-thawaf mengelilingi Ka'bah Baitullah dan telah menyentuh rukun-rukunnya ?”.
Syibli : “Ya Guru”.
Ali ZA : “Pada saat ber-thawaf, adakah engkau berniat berjalan dan berlari menuju keridlaan Allah yang Maha Mengetahui segala yang ghaib dan tersembunyi ?”.
Syibli : “Tidak, wahai Guru”..
Ali ZA : “Kalau begitu, engkau tidak ber-thawaf mengelilingi Baitullah dan tidak menyentuh rukun-rukunnya. Dan apakah engkau telah berjabatan dengan Hajar Aswad dan berdiri (bershalat) di tempat Maqam Ibrahim ?”.
Syibli : “Ya!, Guru”.
Mendengar jawaban itu, Ali Zainal Abidin tiba-tiba berteriak, menangis, dan meratap, dengan suara merawankan hati seperti hendak meninggalkan hidup ini, seraya berucap, "Oh...oh.....Barangsiapa berjabatan tangan dengan Hajar Aswad, maka seakan-akan ia berjabatan tangan dengan Allah SWT! Oleh karena itu, ingatlah baik-baik, wahai insan yang merana dan sengsara. Janganlah sekali-kali berbuat sesuatu yang menyebabkan engkau kehilangan kemuliaan yang telah kau capai, serta membatalkan kehormatan itu dengan pembangkanganmu terhadap Allah dan mengerjakan yang diharamkan-Nya, sebagaimana dilakukan oleh mereka yang bergelimang dalam dosa-dosa !"
Ali ZA : “ Ketika berdiri di Maqam Ibrahim, adakah engkau mengukuhkan niat untuk tetap berdiri di atas jalan ketaatan kepada Allah dan meninggalkan jauh-jauh segala maksiat?
Syibli : “Tidak, wahai Guru”.
Ali ZA : "Dan ketika shalat dua rakaat di Maqam Ibrahim, adakah engkau berniat mengikuti jejak Nabi Ibrahim a.s. dalam shalat beliau, serta menentang segala bisikan syetan ?".
Syibli : “Tidak, wahai Guru”..
Ali ZA : “Kalau begitu engkau tidak berjabatan tangan dengan Hajar Aswad, tidak berdiri di Maqam Ibrahim, dan tidak pula shalat dua rakaat di dalamnya. Apakah engkau telah mendatangi dan memandangi sumur Zamzam dan minum airnya?”.
Syibli : “Ya Guru”.
Ali ZA : “Apakah engkau pada saat memandangnya berniat menujukan pandanganmu kepada semua bentuk kepatuhan kepada Allah, serta memejamkan mata dari setiap maksiat kepada-Nya ?”.
Syibli : “Tidak, wahai Guru”..
Ali ZA : “Kalau begitu engkau tidak memandangnya dan tidak pula minum airnya!. Apakah engkau telah mengerjakan sa'i
antara Shafa dan Marwah, serta berjalan pulang-pergi antara kedua bukit itu ?
Syibli : “Ya, benar”.
Ali ZA : “Dan pada saat-saat itu, adakah engkau menempatkan dirimu di antara harapan akan rahmat Allah dan ketakutan menghadapi azab-Nya ?”
Syibli : “Tidak, wahai Guru”..
Ali ZA : “Kalau begitu, engkau tidak mengerjakan sa'i dan tidak berjalan pulang- pergi antara keduanya! Engkau telah pergi ke Mina ?”.
Syibli : “Ya”.
Ali ZA : “Ketika itu, adakah engkau menguatkan niat akan berusaha sungguh-sungguh agar semua orang selalu merasa aman dari gangguan lidah, hati serta tanganmu sendiri ?”.
Syibli : “Tidak, wahai Guru”..
Ali ZA : “Kalau begitu, engkau belum pergi ke Mina! Dan adakah engkau telah ber-wuquf di Arafah, mendaki Jabal Rahmah, mengunjungi Wadi Namirah, serta menghadapkan doa-doa kepada Allah di bukit-bukit As Shakharaat ?”.
Syibli : “Ya, benar”.
Ali ZA : “Ketika berdiri wuquf di Arafah, adakah engkau dalam kesempatan itu benar-benar menghayati ma'rifat akan kebesaran Allah serta mendalami pengetahuan tentang hakikat ilmu yang akan mengantarkanmu kepada-Nya ? Dan apakah ketika itu menyadari benar-benar betapa Allah yang Maha Mengetahui meliputi segala perbuatan, perasaan, serta kata-kata hati sanubarimu ?”.
Syibli : “Tidak, wahai Guru”..
Ali ZA : “Dan ketika mendaki Jabal Rahmah, adakah engkau sepenuh nya mendambakan rahmat Allah bagi setiap orang mukmin, serta mengharapkan bimbingan-Nya atas setiap orang Muslim ?”.
Syibli : “Tidak, wahai Guru”.
Ali ZA : “Dan ketika berada di Wadi Namirah, adakah engkau berketetapan hati untuk tidak meng-amar-kan sesuatu yang ma'ruf, sebelum meng-amar-kannya pada dirimu sendiri ? Dan tidak melarang seseorang melakukan sesuatu sebelum engkau melarang diri sendiri ?”.
Syibli : “Tidak, wahai Guru”.
Ali ZA : “Dan ketika berdiri di bukit-bukit di sana, adakah engkau menyadarkan diri bahwa tempat itu menjadi saksi atas segala kepatuhan kepada Allah dan mencatatnya bersama-sama para malaikat pencatat, atas perintah Allah, Tuhan sekalian langit ?”.
Syibli : “Tidak, wahai Guru”..
Ali ZA : “Kalau begitu, engkau tidak ber-wuquf di Arafah, tidak mendaki Jabal Rahmah, tidak mengenal Wadi Namirah, dan tidak pula berdoa di tempat-tempat itu!. Apakah engkau telah melewati kedua bukit Al 'Alamain, mengerjakan shalat dua rakaat sebelumnya, dan setelah itu meneruskan perjalanan ke Muzdalifah untuk memungut batu-batu di sana, kemudian melewati Masy'arul Haram ?”
Syibli : “ Ya Guru”.
Ali ZA : “Dan ketika shalat dua rakaat, adakah engkau meniatkannya sebagai shalat syukur, pada malam menjelang tanggal sepuluh Dzulhijjah, dengan mengharapkan tersingkirnya segala kesulitan serta datangnya segala kemudahan ?”.
Syibli : “Tidak, wahai Guru”.
Ali ZA : “Dan ketika lewat di antara kedua bukit itu dengan sikap lurus tanpa menoleh ke kanan atau ke kiri, adakah engkau saat itu meneguhkan niat untuk tidak bergeser dari Islam, agama yang haq, baik ke arah kanan ataupun kiri. Tidak dengan hatimu, tidak pula dengan lidahmu, ataupun dengan semua gerak-gerik anggota tubuhmu yang lain ?”.
Syibli : “Tidak, wahai Guru”..
Ali ZA : “Dan ketika menuju Muzdalifah untuk memungut batu-batu disana, adakah engkau berniat membuang jauh-jauh dari dirimu segala macam maksiat dan kejahilan terhadap Allah dan sekaligus menguatkan hatimu untuk tetap mengejar ilmu dan amal yang diridlai-Nya ?”
Syibli : “Tidak, wahai Guru”.
Ali ZA : “Dan ketika melewati Al Masy'arul Haram, adakah engkau mengisyaratkan kepada dirimu sendiri, agar ber-syi'ar seperti orang-orang yang penuh takwa dan takut kepada Allah Azza wa Jalla ?”
Syibli : “Tidak, wahai Guru”.
Ali ZA : “Kalau begitu, engkau tidak melewati Al 'Alamain, tidak shalat dua rakaat, tidak berjalan ke Muzdalifah, tidak memungut batu-batu di sana, dan tidak pula lewat di Masy'arul Haram. Wahai, Syibli, apakah engkau telah mencapai Mina, melempar Jumrah, mencukur rambut, menyembelih qurban, bershalat di Masjid Khaif, kemudian kembali ke Makkah dan mengerjakan Thawaf Ifadhah ?”
Syibli : “Ya, benar wahai Guru”.
Ali ZA : “Ketika sampai di Mina dan melempar Jumrah, adakah engkau berketetapan hati bahwa engkau kini telah sampai ke tujuan dan bahwa Tuhanmu telah memenuhi segala hajatmu ?
Syibli : “Tidak, wahai Guru”.
Ali ZA : “Dan pada saat melempar Jumrah, adakah engkau meniatkan dalam hati bahwa dengan itu engkau telah mencukur dari dirimu segala kenistaan dan bahwa engkau telah keluar dari segala dosa seperti ketika baru lahir dari perut ibumu?
Syibli : “Tidak, wahai Guru”..
Ali ZA : “Dan ketika shalat di Masjid Khaif, adakah engkau berniat untuk tidak memiliki perasaan khauf (takut), kecuali kepada Allah serta dosa-dosamu sendiri ? Dan bahwa engkau tiada mengharapkan sesuatu, kecuali rahmat-Nya ?
Syibli : “Tidak, wahai Guru”.
Ali ZA : “Dan pada saat memotong hewan qurban adakah engkau berniat memotong urat ketamakan dan kerakusan dan berpegang pada sifat wara' yang sesungguhnya? Dan bahwa engkau mengikuti jejak Nabi Ibrahim a.s. yang rela memotong leher putera kesayangannya, buah hati dan penyegar jiwanya, agar menjadi teladan bagi manusia sesudahnya; semata-mata demi mengikuti perintah Allah ?
Syibli : “Tidak, wahai Guru”.
Ali ZA : “Dan ketika kembali ke Makkah dan mengerjakan Thawaf Ifadlah, adakah engkau meniatkan berifadlah dari pusat rahmat Allah, kembali kepada kepatuhan terhadap-Nya, berpegang teguh pada kecintaan kepada-Nya, menunaikan segala perintah-Nya, serta bertaqarrub selalu kepada-Nya ?”.
Syibli : “Tidak, wahai Guru”.
Ali ZA : “Kalau begitu, engkau tidak mencapai Mina, tidak melempar Jumrah, tidak mencukur rambut, tidak menyembelih qurban, tidak mengerjakan manasik, tidak bershalat di Masjid Khaif, tidak berthawaful Ifadlah, dan tidak pula mendekat kepada Tuhan-mu! "Kembalilah, kembalilah wahai Syibli! Sebab, engkau sesungguhnya belum menunaikan hajimu!”.
Mendengar itu Syibli menangis tersedu-sedu; meratapi dan menyesali segala sesuatu yang telah dilakukannya dalam masa hajinya. Dan semenjak itu ia giat memperdalam ilmunya, sehingga pada tahun berikutnya ia kembali mengerjakan haji dengan ma'rifat (ilmu yang lebih sempurna) serta keyakinan penuh.
Sahabatku rahimakumullah,
Seluruh ritual Haji sebagaimana ibadah lain tentu saja mempunyai aspek lahir dan bathin. Pada hakikatnya orang yang melaksanakan haji adalah memenuhi panggilan Allah, menjadi manusia mulia sebagai tamu Allah dan tentu saja sebenarnya setiap yang menunaikan ibadah haji sudah pasti berjumpa dengan yang punya rumah, jumpa dengan yang mengundang yaitu Allah SWT.
Ibadah haji, kata Al-Hujwiri dalam kitab Kasyful Mahjub, merupakan suatu tindakan mujahadah (upaya spiritual melawan hawa nafsu dan kecenderungan rendah) untuk memperoleh kesadaran musyahadah (penyaksian, sejenis pengetahuan langsung tentang hakikat). Yakni proses kegigihan seorang hamba untuk mengunjungi kota suci Mekah sebagai sarana upaya bertemu (liqa) Tuhan.
Mujahadah merupakan sarana yang menghubungkan diri seorang hamba untuk bertemu Tuhan. Dalam makna ini, berpakaian ihram, thawaf, sai, berdiam di Arafah dan Muzdalifah, melemparkan batu serta menyembelih hewan kurban adalah sarana yang mengantarkan kedirian hamba menuju Tuhannya. Sementara musyahadah merupakan titik orientasi dari segala bentuk prosesi tersebut, yakni terciptanya kondisi percintaan (hubb) antara hamba dan Tuhan.
Maka tujuan esensial haji yang sebenarnya bukan mengunjungi Kabah, tetapi untuk memperoleh musyahadah-meski mujahadah tidak menjadi sebab langsung musyahadah.
Pergi ke Mekah, melihat Kabah, merupakan sebab tidak langsung. Setiap sebab bergantung pada penciptanya. Dari tempat tersembunyi mana pun kuasa ilahi tampak dan dari mana pun keinginan salik (perintis jalan tasawuf) bisa dipenuhi. Yang bernilai sebenarnya bukanlah Kabah, melainkan musyahadah dan fana (penafian diri). Tujuan mistikus bukanlah tempat suci itu sendiri, karena seorang pecinta Tuhan diharamkan memandang tempat suci-Nya. Tempat suci suatu saat bisa dicapai dan pada saat lain bisa ditinggalkan, tetapi musyahadah bisa dinikmati selalu.
Setiap kali ada mujahadah. Di situ sebenarnya tidak ada tempat suci. Tempat suci ada pada saat musyahadah. Bila seseorang memiliki "penglihatan", seluruh alam semesta adalah tempat suci.
Yang tergelap di dunia ini, kata Al-Hujwiri adalah rumah kekasih yang tanpa kekasih. Agar bukan kegelapan yang didapat, maka seorang hamba mestinya menggerakkan prosesi ibadah hajinya dari mujahadah ke musyahadah.
Wallahualam bissawab.
Dikutip dari : Hidup dan Pikiran Ali Zainal Abidin Cucu Rasulullah SAW, Mizan.
Bârakallâhu lî wa lakum,
Semoga Bermanfaat
"Utamakan SEHAT untuk duniamu, Utamakan AKHLAK dan SHALAT untuk akhiratmu"