Sabtu, 05 Maret 2011

MERAIH DERAJAT IHSAN



Bismillahirrahmannirahim,

DERAJAT IHSAN merupakan tingkatan tertinggi keislaman seorang hamba. Tidak semua orang bisa meraih derajat yang mulia ini. Hanya hamba-hamba الله yang khusus saja yang bisa mencapai derajat m

ulia ini. Oleh karena itu, merupakan keutamaan tersendiri bagi hamba yang mampu meraihnya. Semoga الله ‘Azza wa Jalla menjadikan kita termasuk di dalamnya.


ANTARA ISLAM, IMAN DAN IHSAN

Suatu ketika Malaikat Jibril عليه السلام datang di majelis Rasulullah صلی الله علیﻪ و سلم dan para sahabatnya dalam rupa manusia, kemudian menanyakan kepada Rasulullah صلی الله علیﻪ و سلم beberapa pertanyaan. Di antara pertanyaannya adalah tentang makna Islam, Iman, dan IHSAN. Kemudian Rasulullah صلی الله علیﻪ و سلم menjawabnya dan dibenarkan oleh Jibril. Berdasarkan hadist riwayat Muslim , para ulama membagi agama Islam menjadi tiga tingkatan yaitu islam, iman, dan IHSAN.


Tingkatan agama yang paling tinggi adalah IHSAN, kemudian iman, dan paling rendah adalah islam. Kaum muhsinin (orang-orang yang memiliki sifat IHSAN) merupakan hamba pilihan dari hamba-hamba الله yang shalih. Oleh sebab itu, sebagian ulama menjelaskan jika IHSAN sudah terwujud berarti iman dan islam juga sudah terwujud pada diri seorang hamba. Jadi, setiap muhsin pasti mukmin dan setiap mukmin pasti muslim. Namun tidak berlaku sebaliknya. Tidak setiap muslim itu mukmin dan tidak setiap mukmin itu mencapai derajat muhsin. Pelaku IHSAN adalah hamba pilihan dari hamba-hamba الله yang shalih. Oleh karena itu, di dalam الْقُرْآنَ disebutkan hak-hak mereka secara khusus tanpa menyebutkan hak yang lainnya.



MAKNA IHSAN

Kata IHSAN (berbuat baik) merupakan kebalikan dari kata al isaa-ah (berbuat buruk), yakni perbuatan seseorang untuk melakukan perbuatan yang ma’ruf dan menahan diri dari dosa. Dia mendermakan kebaikan kepada hamba الله yang lainnya baik melalui hartanya, kehormatannya, ilmunya, maupun raganya.


Adapun yang dimaksud IHSAN bila dinisbatkan kepada peribadatan kepada الله adalah sebagaimana yang disabdakan oleh Rasululluah صلی الله علیﻪ و سلم dalam hadist Jibril :

“’Wahai Rasulullah, apakah IHSAN itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu menyembah الله seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (H.R. Muslim 102)

Dalam hadits Jibril, tingkatan Islam yang ketiga ini memiliki satu rukun. Nabi صلی الله علیﻪ و سلم menjelaskan mengenai IHSAN yaitu ‘Engkau beribadah kepada الله seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak mampu melihat-Nya, الله akan melihatmu.’ Itulah pengertian IHSAN dan rukunnya.


Syaikh ‘Abdurrahman as Sa’di menjelaskan bahwa IHSAN mencakup dua macam, yakni IHSAN dalam beribadah kepada الله dan IHSAN dalam menunaikan hak sesama makhluk. Ihsan dalam beribadah kepada الله maknanya beribadah kepada الله seolah-olah melihat-Nya atau merasa diawasi oleh-Nya. Sedangkan IHSAN dalam hak makhluk adalah dengan menunaikan hak-hak mereka. Ihsan kepada makhluk ini terbagi dua, yaitu yang wajib dan sunnah. Yang hukumnya wajib misalnya berbakti kepada orang tua dan bersikap adil dalam bermuamalah. Sedangkan yang sunnah misalnya memberikan bantuan tenaga atau harta yang melebihi batas kadar kewajiban seseorang. Salah satu bentuk IHSAN yang paling utama adalah berbuat baik kepada orang yang berbuat jelek kepada kita, baik dengan ucapan atau perbuatannya.



TINGKATAN IHSAN

Syaikh Sholeh Alu Syaikh hafidzahullah memberikan penjelasan bahwa inti yang dimaksud dengan IHSAN adalah membaguskan amal. Batasan minimal seseorang dapat dikatakan telah melakukan IHSAN di dalam beribadah kepada الله yaitu apabila di dalam memperbagus amalannya niatnya ikhlas yaitu semata-mata mengharap pahala-Nya dan sesuai dengan sunnah Nabi صلی الله علیﻪ و سلم . Inilah kadar IHSAN yang wajib yang harus ditunaikan oleh setiap muslim yang akan membuat keislamannya menjadi sah. Adapun kadar IHSAN yang mustahab (dianjurkan) di dalam beribadah kepada الله memiliki dua tingkatan, yaitu :



PERTAMA - TINGKATAN MUROQOBAH

Yakni seseorang yang beramal senantiasa merasa diawasi dan diperhatikan oleh الله dalam setiap aktivitasnya. Ini berdasarkan sabda Nabi صلی الله علیﻪ و سلم

فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

(jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu)

Tingkatan muroqobah yaitu apabila seseorang tidak mampu memperhatikan sifat-sifat الله, dia yakin bahwa الله melihatnya. Tingkatan inilah yang dimiliki oleh kebanyakan orang. Apabila seseorang mengerjakan shalat, dia merasa الله memperhatikan apa yang dia lakukan, lalu dia memperbagus shalatnya tersebut. Hal ini sebagaimana الله firmankan dalam surat Yunus ,

وَمَاتَكُونُ فِي شَأْنٍ وَمَاتَتْلُوا مِنْهُ مِنْ قُرْءَانٍ وَلاَتَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلاَّ كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا إِذْ تُفِيضُونَ فِيهِ …{61}

“Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya…” (Yunus: 61)


KEDUA - TINGKATAN MUSYAHADAH

Tingkatan ini lebih tinggi dari yang pertama, yaitu seseorang senantiasa memeperhatikan sifat-sifat الله dan mengaitkan seluruh aktifitasnya dengan sifat-sifat tersebut. Inilah realisasi dari sabda Nabi صلی الله علیﻪ و سلم:

أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاه

(‘Kamu menyembah الله seakan-akan kamu melihat-Nya’)


Pada tingkatan ini seseorang beribadah kepada الله, seakan-akan dia melihat-Nya. Yang dimaksud adalah memperhatikan sifat-sifat الله, yakni dengan memperhatikan pengaruh sifat-sifat الله bagi makhluk. Apabila seorang hamba sudah memiliki ilmu dan keyakinan yang kuat terhadap sifat-sifat الله, dia akan mengembalikan semua tanda kekuasaan الله pada nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dan inilah tingkatan tertinggi dalam derajat IHSAN.



KEUTAMAAN IHSAN

الله سبحانا وتعاﱃ berfirman,

إِنَّ اللهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ {128}

“Sesungguhnya الله beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat IHSAN.” (An Nahl: 128)

Dalam ayat ini الله menunjukkan keutamaan seorang muhsin yang bertakwa kepada الله, yang tidak meninggalkan kewajibannya dan menjauhi segala yang haram. Kebersamaan الله dalam ayat ini adalah kebersamaan yang khusus. Kebersamaan khusus yakni dalam bentuk pertolongan, dukungan, dan petunjuk jalan yang lurus sebagai tambahan dari kebersamaan الله yang umum (yakni pengilmuan الله). Makna dari firman الله وَالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ ( dan orang-orang yang berbuat IHSAN) adalah yang mentaati Rabbnya, yakni dengan mengikhlaskan niat dan tujuan dalam beribadah serta melaksankanan syariat الله dengan petunjuk yang telah dijelasakan oleh Rasulullah صلی ﷲ علیﻪ و سلم .


Dalam ayat lain الله berfirman,

وَأَنفِقُوا فِي سَبِيلِ اللهِ وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ {195}

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan الله, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya الله menyukai orang-orang yang berbuat IHSAN.” (Al Baqarah:195)


Ketika menafsirkan ayat ini Syaikh As Sa’di menjelaskan bahwa IHSAN pada ayat ini mecakup seluruh jenis IHSAN. Hal ini karena tidak ada pembatasan pada ayat ini. Maka termasuk di dalamnya IHSAN dengan harta, kemuliaan, pertolongan, perbuatan memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mengajarkan ilmu yang bermanfaat, dan perbuatan IHSAN lain yng diperintahkan oleh الله. Termasuk di dalamnya juga adalah IHSAN dalam beribadah kepada الله. Hal ini sebagaimnan sabda Nabi ‘Kamu menyembah الله seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu ..’ Barangsiapa yang memiliki sifat IHSAN tersebut, maka dia tergolong orang-orang yang الله terangkan dalam firman-Nya (artinya):

“Bagi orang-orang yang berbuat IHSAN, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (melihat wajah الله سبحانا وتعاﱃ)” (QS Yunus: 26) الله akan bersamanya, memberinya petunjuk, membimbingnya, serta menolongnya dalam setiap urusannya.

الله سبحانا وتعاﱃ juga berfirman (artinya),

“Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) الله dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya الله menyediakan bagi siapa yang berbuat IHSAN (kebaikan) diantaramu pahala yang besar.” (Al Ahzab: 29)



PENERAPAN MAKNA IHSAN DALAM KEHIDUPAN

Pembaca yang dirahmati الله, sikap IHSAN ini harus berusaha kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika kita berbuat amalan kataatan, maka perbuatan itu selalu kita niatkan untuk الله. Sebaliknya jika terbesit niat di hati kita untuk berbuat keburukan, maka kita TIDAK mengerjakannya karena sikap IHSAN yang kita miliki. Seseorang yang sikap IHSANNYA kuat akan rajin berbuat kebaikan karena dia berusaha membuat senang الله yang selalu melihatnya. Sebaliknya dia malu berbuat kejahatan karena dia selalu yakin الله melihat perbuatannya. IHSAN adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah, dan akhlak seorang hamba. Oleh karena itu, semua orang yang menyadari akan hal ini tentu akan berusaha dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya agar sampai pada tingkat tersebut. Siapa pun kita, apa pun profesi kita, di mata الله tidak ada yang lebih mulia dari yang lain, kecuali mereka yang telah naik ke tingkat IHSAN dalam seluruh amalannya. Kalau kita cermati pembahasan di atas, untuk meraih derajat IHSAN, sangat erat kaitannya dengan benarnya pengilmuan seseorang tentang nama-nama dan sifat-sifat الله.



Semoga Allah memberi kita karunia IHSAN dan mewujudkan IHSAN dalam diri kita, sebelum الله mengambil ruh ini dari jasad kita. Semoga bermanfaat. Allahul musta’an ..
Aamiin yaa Robbal alamin ..



Wallahua'lam bishawab,
Abu ‘Athifah Adika Mianoki

Tidak ada komentar:

Posting Komentar