Sabtu, 05 Maret 2011

BERSUCI SEBELUM MEREBAHKAN DIRI ... (SATU HAL YANG DIJAGA OLEH PARA KEKASIH ALLAH)


  Bismillahirahmannirahim,

Kematian, tidak ada seorangpun yang bisa memperkirakan kedatangannya. Sakit memang terkadang merupakan pendahuluan sebelum datangnya kematian. Namun tidak jarang orang yang sebelumnya sehat wal alfiat, tanpa adanya sebab akhirnya meninggal dunia. Bahkan kematian mungkin akan datang disaat manusia sedang tidur.

Tidur merupakan kematian kecil, yaitu perpaduan antara kehidupan dan kematian. Ketika seorang sedang tidur berarti ruhnya berpisah sementara dari badannya. Maka saat ia bangun dari tidurnya berarti Allah berkenan mengembalikan ruh ke dalam jasad orang itu. Namun jika Allah berkehendak lain, Dia akan menahan ruh orang itu untuk selamanya sehingga tidak kembali ke badannya. Dan inilah yang disebut dengan peristiwa kematian.


"Allah menggenggam jiwa manusia ketika matinya dan menggenggam jiwa (manusia) yang belum mati di waktu tidurnya. Maka dia tahanlah jiwa orang yang telah ditetapkan kematiannya, dan dia lepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya dalam hal ini terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir." (QS. Az Zumar: 42)


Seorang mukmin yang mengerti dan meyakini konsep ini tentu tidak akan berangkat tidur begitu saja tanpa mempersiapkan kemungkinan dirinya tidak bangun lagi untuk selamanya. Rasulullah SAW telah memberikan teladan kepada kita untuk melazimi amalan-amalan sunah sebelum tidur, salah satunya adalah wudhu. Tujuannya agar setiap muslim dalam kondisi suci pada setiap keadaannya, termasuk saat tidur. Hingga bila memang ajalnya datang menjemput, maka diapun kembali kehadapan Rabb-Nya dalam keadaan suci.


Suatu ketika sahabat Al-Bara' bin 'Azib berkata, Rasulullah SAW bersabda kepadaku:

"Apabila kamu mendatangi tempat tidurmu, maka berwudhulah seperti wudhumu ketika hendak shalat. Kemudian berbaringlah di atas bagian tubuh yang kanan. Lalu ucapkanlah: "Ya Allah, aku menyerahkan diriku kepada-Mu, aku menyerahkan urusanku kepada-Mu, aku menyandarkan punggungku kepada-Mu, karena senang dan takut. Tidak ada tempat perlindungan dan penyelematan dari-Mu kecuali kepada-Mu. Aku beriman kepada kitab yang telah Engkau turunkan dan Nabi yang telah Engkau utus." Apabila kamu meninggal dunia, maka kamu meninggal dalam keadaan fitrah. Dan jadikanlah ia ucapan terakhirmu." (HR. Bukhari)


Maksud firah dalam hadits ini adalah berada diatas dinul Islam, yaitu bertauhid kepada Allah subhana wa Ta'ala. Orang yang meninggal dunia dalam keadaan bertauhid maka akan dimasukkan ke dalam jannah. Dengan menjalankan sunnah ini, juga akan menyebabkan seseorang bermimpi baik dalam tidurnya dan terjauhkan diri dari permainan setan yang selalu mengincarnya.


Sedang manfaat lainnya, Malaikat - makhluk Allah yang mulia, yang memiliki penampilan istimewa, dimana tahlil dan tasbih makan dan minumnya, yang selalu taat terhadap perintah Rabbnya- akan selalu menyertai para hambanya yang selalu bersuci dan memohonkan ampunan kepada Allah atas dosa-dosanya.

Dari Ibnu Abbas ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Sucikanlah badan kalian niscaya Allah mensucikan kalian. Tidaklah seorang hamba bermalam dalam keadaan suci kecuali pada baju dalamnya terdapat malaikat yang bermalam bersamanya. Dia tidak berbalik di waktu malam kecuali malaikat itu berdoa, 'Ya Allah, ampunilah hamba-Mu karena ia bermalam dalam keadaan suci". (Diriwayatkan oleh At Thabrani)


Ketika harus tidur dalam keadaan junub ..

Memang ketika seorang dalam keadaan junub, lebih utama jika ia bersegera untuk mandi. Namun Rasulullah SAW memberikan rukhsah kepada orang yang sedang junub untuk menunda mandi dan menggantinya dengan berwudhu sebelum tidur.

Dari Aisyah, ia berkata bahwa apabila Rasulullah SAW hendak tidur, padahal beliau sedang junub, maka beliau berwudhu terlebih dahulu seperti wudhu untuk mengerjakan shalat, sesudah itu barulah beliau tidur. (HR. Bukhari dan Muslim). Salah satu sebabnya adalah karena malaikat enggan mendekati seseorang yang tidur dalam keadaan junub, padahal ia belum berwudhu.

Dari Ammar bin Yasir, Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya malaikat tidak akan mendekati jenazah orang kafir, orang yang melumuri tubuhnya dengan za'faran (kunyit) dan seorang yang sedang junub; kecuali ketika hendak makan, minum, dan tidur ia berwudhu terlebih dahulu." (HR Abu Dawud dan Ahmad)


Dari Abu Hurairah , pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda :
Ssungguhnya umatku dipanggil pada hari kiamat dalam keadaan bersinar muka, tangan dan kakinya karena "wudhu". Maka barangsiapa diatara kamu mampu memperpanjang sinarnya, hendaklah dia (sering) melakukannya
(HR. Bukhari - Muslim).


Perhiasan orang mukmin (di surga) akan sampai pada tempat-tempat yang dibasahi oleh air wudhu (HR. Muslim)

Barangsiapa wudhu lalu membaguskan wudhunya maka kesalahan2nya keluar dari jasadnya hingga keluar dari bawah kukunya (HR Muslim)

Tidak seorangpun dari kamu berwudhu lalu dia bersungguh-sungguh (menyempurnakan wudhunya ) kemudian berdoa : Saya bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq selain Allah , tiada sekutu bagiNYA, dan saya bersaksi bahwa Muhammad itu adalah utusan Allah" melainkan dibukakan untuknya pintu-pintu surga yang delapan, ia boleh masuk dari pintu mana saja ia suka
(HR Muslim)


Subhanallah, begitu banyak manfaat yang akan kita dapat jika mau melazimi bersuci setiap saat.



Wallahua'lam bishawab,
Barakallahufikum,

Disadur dari : Majalah Islam Ar- Risalah Hal. 54 Edisi 94 / Vol. VIII / No.10  April 2009

~Vicky R. ~

YA ALLAH ...



Ya Allah,
Pemberi Rahmat dan Karunia ..
Kami datang kepadaMU ..
dengan segala ketidakberdayaan ..
dengan segala kelemahan kami ...
Ampunilah kami, Ya Rabbi ..
Sayangilah kami ..
tertatih-tatih kami menggapai CintaMU ..


Wahai Allah
Sang Pemilik Cahaya ..
Sang Pemilik kebenaran ..
Sang Pencukup segala kebutuhan ..
Sang Pemelihara keimanan ..


Dzat yang Kursinya luas meliputi langit dan bumi ..
Yang tidak merasa berat memelihara keduanya ..
Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar ..


Ya Allah, bagiMU segala puji ..
dan bagiMU segala kebenaran ..
Puji yang tak terbatas dan tak berujung ..
Puji yang tak terjangkau baginya sebelum dan sesudah ..
Kami tak kuasa memujiMU sebagaimana kebesaranMU ..
dan tiada lisan maupun akal seorangpun yg sempurna,
menggapai hakikat pujiMU ..


Bukakanlah mata hati kami dengan Cahaya MU ..
Berilah kami pemahaman tentang MU ..
Tunjukkanlah kepada kami jalan menuju MU ..
Ringankanlah jalan itu dengan karunia MU ..
KekuasaanMU melampui segala kemampuan ..


Ya Rabbi ..
Wahai Allah Pemilik Arasy yang Agung ..
Jadikanlah kami termasuk dalam golongan
orang-orang yang mencintaiMU ..
dan takut terhadapMU ..
Berilah kami nikmat Cinta ..
dalam bersujud dan menyebut asma KebesaranMU ..
Karuniakanlah pada kami ..
Cinta pada jalanMU ..
Anugerahkan kami ..
nikmat memandang MU ..


Wahai Allah
KasihMU tak terbatas ..
RahmatMu luas tak terjangkau ..
Cukuplah Engkau bagi kami ..
Tidak ada Tuhan selain Engkau ..
Wahai Dzat yang dengan Nya, dari Nya dan kepada Nya
kami kembali ..


La ilaha illa Allah Cahaya Singgasana Arasy Allah
La ilaha illa Allah Cahaya Lembaran (Lauh) Allah
La ilaha illa Allah , Muhammad Rasulullah


Puti Melati
04.02.11

RENUNGAN HIKMAH ...

Dalam Kesunyian..

Semoga Allah... yang maha lembut dan mengetahui segala kelembutan yang terlukis dihati ini, selalu memberikan kemampuan kepada kita untuk bisa memahami hikmah dari segala kejadian yang terjadi terhadap diri kita, agar kita tidak pernah bisa tertipu oleh diri sendiri,

Kecewa, meratap, menangis, jengkel dan apapun bentuknya yang membuat hati ini gundah adalah salah satu karunia Allah yang sangat besar yang telah di berikan kepada kita.

ketika saya terbaring lemas dan merenungi suatu kejadian, saya merasakan hal serupa, dan dampak yang saya dapatkan adalah ingin lebih dekat lagi dengan yang telah menciptakan alam semesta ini.

Semua itu saya anggap hal yang sangat positf.

Tetapi ketika saya merenung lebih dalam alasan apa yang membuat saya merasa kecewa, meratap, menangis dan jengkel, semua itu hanya karena gara-gara yang bersifat duniawi semata,..

ah sungguh malu rasanya hati ini, kenapa dunia yang menjadikan alasan untuk itu semua.

Hanya karena sakit….
Hanya karena sesuatu tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan,…
Hanya karena di tinggal pasangan,…
Hanya karena di dzolimi,.. .
Hanya karena di fitnah,… dan karena hanya seribu satu macam persoalaan dunia yang membuat saya menangis..

Ya Allah ampunilah hambaMU ini..

Saya belum pernah merasa Kecewa, meratap, menangis dan jengkel dengan alasan dzolim kepadaMU ya Allah…

ketika sholat tidak khusyu…
ketika sedekah karena ria…
ketika merasa amal ini sia-sia…
ketika senyum hanya ingin di pandang oleh manusia… dan yang paling utama ketika saya tidak berani melihat kekurangan diri ini...

Saya hanya berusaha sekuat tenaga agar saya tampak sempurna di hadapan manusia dengan berbagai macam cara,

tapi saya belum pernah melakukan sekuat tenaga berusaha tampil maksimal untukMU ya Allah…

Duhai Allah yang memilik cayaha, betapa gelap hati ini tanpa cahayaMU, karuniakanlah cahayaMU itu kedalam sanubariku, agar hambaMU ini bisa lebih jujur melihat kekurangan diri ini…

Duhai Allah....
Ijinkan kami selalu berada dlm genggaman-MU,..
dan jangan Engkau lepaskan, walau dalam hitungan terkecil sekalipun ,..
ijinkan kami selalu lebih mencintai-MU,
melebihi segala apapun yg ada di muka bumi ini,...
Jauhkan kami dari rasa Hampa, Kecewa, dan Sakit hati,.
Jadikan kami selalu sujud dgn khusyu hanya Pada-MU,..



By: SriPurna Ciptati

MERAIH DERAJAT IHSAN



Bismillahirrahmannirahim,

DERAJAT IHSAN merupakan tingkatan tertinggi keislaman seorang hamba. Tidak semua orang bisa meraih derajat yang mulia ini. Hanya hamba-hamba الله yang khusus saja yang bisa mencapai derajat m

ulia ini. Oleh karena itu, merupakan keutamaan tersendiri bagi hamba yang mampu meraihnya. Semoga الله ‘Azza wa Jalla menjadikan kita termasuk di dalamnya.


ANTARA ISLAM, IMAN DAN IHSAN

Suatu ketika Malaikat Jibril عليه السلام datang di majelis Rasulullah صلی الله علیﻪ و سلم dan para sahabatnya dalam rupa manusia, kemudian menanyakan kepada Rasulullah صلی الله علیﻪ و سلم beberapa pertanyaan. Di antara pertanyaannya adalah tentang makna Islam, Iman, dan IHSAN. Kemudian Rasulullah صلی الله علیﻪ و سلم menjawabnya dan dibenarkan oleh Jibril. Berdasarkan hadist riwayat Muslim , para ulama membagi agama Islam menjadi tiga tingkatan yaitu islam, iman, dan IHSAN.


Tingkatan agama yang paling tinggi adalah IHSAN, kemudian iman, dan paling rendah adalah islam. Kaum muhsinin (orang-orang yang memiliki sifat IHSAN) merupakan hamba pilihan dari hamba-hamba الله yang shalih. Oleh sebab itu, sebagian ulama menjelaskan jika IHSAN sudah terwujud berarti iman dan islam juga sudah terwujud pada diri seorang hamba. Jadi, setiap muhsin pasti mukmin dan setiap mukmin pasti muslim. Namun tidak berlaku sebaliknya. Tidak setiap muslim itu mukmin dan tidak setiap mukmin itu mencapai derajat muhsin. Pelaku IHSAN adalah hamba pilihan dari hamba-hamba الله yang shalih. Oleh karena itu, di dalam الْقُرْآنَ disebutkan hak-hak mereka secara khusus tanpa menyebutkan hak yang lainnya.



MAKNA IHSAN

Kata IHSAN (berbuat baik) merupakan kebalikan dari kata al isaa-ah (berbuat buruk), yakni perbuatan seseorang untuk melakukan perbuatan yang ma’ruf dan menahan diri dari dosa. Dia mendermakan kebaikan kepada hamba الله yang lainnya baik melalui hartanya, kehormatannya, ilmunya, maupun raganya.


Adapun yang dimaksud IHSAN bila dinisbatkan kepada peribadatan kepada الله adalah sebagaimana yang disabdakan oleh Rasululluah صلی الله علیﻪ و سلم dalam hadist Jibril :

“’Wahai Rasulullah, apakah IHSAN itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu menyembah الله seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (H.R. Muslim 102)

Dalam hadits Jibril, tingkatan Islam yang ketiga ini memiliki satu rukun. Nabi صلی الله علیﻪ و سلم menjelaskan mengenai IHSAN yaitu ‘Engkau beribadah kepada الله seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak mampu melihat-Nya, الله akan melihatmu.’ Itulah pengertian IHSAN dan rukunnya.


Syaikh ‘Abdurrahman as Sa’di menjelaskan bahwa IHSAN mencakup dua macam, yakni IHSAN dalam beribadah kepada الله dan IHSAN dalam menunaikan hak sesama makhluk. Ihsan dalam beribadah kepada الله maknanya beribadah kepada الله seolah-olah melihat-Nya atau merasa diawasi oleh-Nya. Sedangkan IHSAN dalam hak makhluk adalah dengan menunaikan hak-hak mereka. Ihsan kepada makhluk ini terbagi dua, yaitu yang wajib dan sunnah. Yang hukumnya wajib misalnya berbakti kepada orang tua dan bersikap adil dalam bermuamalah. Sedangkan yang sunnah misalnya memberikan bantuan tenaga atau harta yang melebihi batas kadar kewajiban seseorang. Salah satu bentuk IHSAN yang paling utama adalah berbuat baik kepada orang yang berbuat jelek kepada kita, baik dengan ucapan atau perbuatannya.



TINGKATAN IHSAN

Syaikh Sholeh Alu Syaikh hafidzahullah memberikan penjelasan bahwa inti yang dimaksud dengan IHSAN adalah membaguskan amal. Batasan minimal seseorang dapat dikatakan telah melakukan IHSAN di dalam beribadah kepada الله yaitu apabila di dalam memperbagus amalannya niatnya ikhlas yaitu semata-mata mengharap pahala-Nya dan sesuai dengan sunnah Nabi صلی الله علیﻪ و سلم . Inilah kadar IHSAN yang wajib yang harus ditunaikan oleh setiap muslim yang akan membuat keislamannya menjadi sah. Adapun kadar IHSAN yang mustahab (dianjurkan) di dalam beribadah kepada الله memiliki dua tingkatan, yaitu :



PERTAMA - TINGKATAN MUROQOBAH

Yakni seseorang yang beramal senantiasa merasa diawasi dan diperhatikan oleh الله dalam setiap aktivitasnya. Ini berdasarkan sabda Nabi صلی الله علیﻪ و سلم

فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

(jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu)

Tingkatan muroqobah yaitu apabila seseorang tidak mampu memperhatikan sifat-sifat الله, dia yakin bahwa الله melihatnya. Tingkatan inilah yang dimiliki oleh kebanyakan orang. Apabila seseorang mengerjakan shalat, dia merasa الله memperhatikan apa yang dia lakukan, lalu dia memperbagus shalatnya tersebut. Hal ini sebagaimana الله firmankan dalam surat Yunus ,

وَمَاتَكُونُ فِي شَأْنٍ وَمَاتَتْلُوا مِنْهُ مِنْ قُرْءَانٍ وَلاَتَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلاَّ كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا إِذْ تُفِيضُونَ فِيهِ …{61}

“Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya…” (Yunus: 61)


KEDUA - TINGKATAN MUSYAHADAH

Tingkatan ini lebih tinggi dari yang pertama, yaitu seseorang senantiasa memeperhatikan sifat-sifat الله dan mengaitkan seluruh aktifitasnya dengan sifat-sifat tersebut. Inilah realisasi dari sabda Nabi صلی الله علیﻪ و سلم:

أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاه

(‘Kamu menyembah الله seakan-akan kamu melihat-Nya’)


Pada tingkatan ini seseorang beribadah kepada الله, seakan-akan dia melihat-Nya. Yang dimaksud adalah memperhatikan sifat-sifat الله, yakni dengan memperhatikan pengaruh sifat-sifat الله bagi makhluk. Apabila seorang hamba sudah memiliki ilmu dan keyakinan yang kuat terhadap sifat-sifat الله, dia akan mengembalikan semua tanda kekuasaan الله pada nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dan inilah tingkatan tertinggi dalam derajat IHSAN.



KEUTAMAAN IHSAN

الله سبحانا وتعاﱃ berfirman,

إِنَّ اللهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ {128}

“Sesungguhnya الله beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat IHSAN.” (An Nahl: 128)

Dalam ayat ini الله menunjukkan keutamaan seorang muhsin yang bertakwa kepada الله, yang tidak meninggalkan kewajibannya dan menjauhi segala yang haram. Kebersamaan الله dalam ayat ini adalah kebersamaan yang khusus. Kebersamaan khusus yakni dalam bentuk pertolongan, dukungan, dan petunjuk jalan yang lurus sebagai tambahan dari kebersamaan الله yang umum (yakni pengilmuan الله). Makna dari firman الله وَالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ ( dan orang-orang yang berbuat IHSAN) adalah yang mentaati Rabbnya, yakni dengan mengikhlaskan niat dan tujuan dalam beribadah serta melaksankanan syariat الله dengan petunjuk yang telah dijelasakan oleh Rasulullah صلی ﷲ علیﻪ و سلم .


Dalam ayat lain الله berfirman,

وَأَنفِقُوا فِي سَبِيلِ اللهِ وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ {195}

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan الله, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya الله menyukai orang-orang yang berbuat IHSAN.” (Al Baqarah:195)


Ketika menafsirkan ayat ini Syaikh As Sa’di menjelaskan bahwa IHSAN pada ayat ini mecakup seluruh jenis IHSAN. Hal ini karena tidak ada pembatasan pada ayat ini. Maka termasuk di dalamnya IHSAN dengan harta, kemuliaan, pertolongan, perbuatan memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mengajarkan ilmu yang bermanfaat, dan perbuatan IHSAN lain yng diperintahkan oleh الله. Termasuk di dalamnya juga adalah IHSAN dalam beribadah kepada الله. Hal ini sebagaimnan sabda Nabi ‘Kamu menyembah الله seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu ..’ Barangsiapa yang memiliki sifat IHSAN tersebut, maka dia tergolong orang-orang yang الله terangkan dalam firman-Nya (artinya):

“Bagi orang-orang yang berbuat IHSAN, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (melihat wajah الله سبحانا وتعاﱃ)” (QS Yunus: 26) الله akan bersamanya, memberinya petunjuk, membimbingnya, serta menolongnya dalam setiap urusannya.

الله سبحانا وتعاﱃ juga berfirman (artinya),

“Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) الله dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya الله menyediakan bagi siapa yang berbuat IHSAN (kebaikan) diantaramu pahala yang besar.” (Al Ahzab: 29)



PENERAPAN MAKNA IHSAN DALAM KEHIDUPAN

Pembaca yang dirahmati الله, sikap IHSAN ini harus berusaha kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika kita berbuat amalan kataatan, maka perbuatan itu selalu kita niatkan untuk الله. Sebaliknya jika terbesit niat di hati kita untuk berbuat keburukan, maka kita TIDAK mengerjakannya karena sikap IHSAN yang kita miliki. Seseorang yang sikap IHSANNYA kuat akan rajin berbuat kebaikan karena dia berusaha membuat senang الله yang selalu melihatnya. Sebaliknya dia malu berbuat kejahatan karena dia selalu yakin الله melihat perbuatannya. IHSAN adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah, dan akhlak seorang hamba. Oleh karena itu, semua orang yang menyadari akan hal ini tentu akan berusaha dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya agar sampai pada tingkat tersebut. Siapa pun kita, apa pun profesi kita, di mata الله tidak ada yang lebih mulia dari yang lain, kecuali mereka yang telah naik ke tingkat IHSAN dalam seluruh amalannya. Kalau kita cermati pembahasan di atas, untuk meraih derajat IHSAN, sangat erat kaitannya dengan benarnya pengilmuan seseorang tentang nama-nama dan sifat-sifat الله.



Semoga Allah memberi kita karunia IHSAN dan mewujudkan IHSAN dalam diri kita, sebelum الله mengambil ruh ini dari jasad kita. Semoga bermanfaat. Allahul musta’an ..
Aamiin yaa Robbal alamin ..



Wallahua'lam bishawab,
Abu ‘Athifah Adika Mianoki

MASA MUDA CERMINAN MASA TUA


SEGALA puji bagi ﷲ , Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.



Rasulullah صلیﷲ علیﻪ و سلم pernah memberi nasehat pada Ibnu ‘Abbas -رضي الله عنه -,

“Jagalah ﷲ , niscaya ﷲ akan menjagamu.” [1]

Yang dimaksud menjaga ﷲ di sini adalah menjaga batasan-batasan, hak-hak, perintah, dan larangan-larangan ﷲ . Yaitu seseorang menjaganya dengan melaksanakan perintah ﷲ, menjauhi larangan-NYA, dan tidak melampaui batas dari batasan-NYA (berupa perintah maupun larangan ﷲ ). Orang yang melakukan seperti ini, merekalah yang menjaga diri dari batasan-batasan ﷲ sebagaimana yang ﷲ puji dalam kitab-NYA,

“Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada Setiap hamba yang selalu kembali (kepada ﷲ ) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-NYA), (yaitu) orang yang takut kepada Tuhan yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan Dia datang dengan hati yang bertaubat.” (Qaaf: 32-33)

Yang dimaksud dengan menjaga di sini adalah menjaga setiap perintah ﷲ dan menjaga diri dari berbagai dosa serta bertaubat darinya. [2]


Di antara bentuk penjagaan hak ﷲ sebagai berikut:


Yang utama untuk dijaga adalah shalat lima waktu yang wajib sebagaimana yang ﷲ firmankan (artinya),

“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa (shalat Ashar)[3]. Berdirilah untuk ﷲ (dalam shalatmu) dengan khusyu’.” (Al Baqarah: 238)


Yang dimaksud shalat wustho di sini adalah shalat Ashar menurut kebanyakan ulama. Nabi صلیﷲ علیﻪ و سلم memperingatkan keras orang yang meninggalkan shalat Ashar sebagaimana dalam sabdanya (artinya),

“Barangsiapa meninggalkan shalat Ashar, maka hapuslah amalannya.” [4]

ﷲ Ta’ala pun memuji orang-orang yang menjaga shalatnya dalam ayat lainnya (artinya),

“Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.” (Al Ma’arij: 34)

Begitu pula termasuk dalam hal ini adalah dengan menjaga thoharoh (taharah/bersuci) karena thoharoh adalah pembuka shalat. Nabi صلیﷲ علیﻪ و سلم bersabda (artinya),

“Tidak ada yang selalu menjaga wudhu melainkan ia adalah seorang mukmin.”[5]


Begitu pula kita diperintahkan untuk menjaga kepala dan perut. Sebagaimana Nabi صلیﷲ علیﻪ و سلم bersabda (artinya),

“Sifat malu pada ﷲ yang sebenarnya adalah engkau menjaga kepalamu dan setiap yang ada di sekitarnya, begitu pula engkau menjaga perutmu serta apa yang ada di dalamnya.” [6]

Yang dimaksud menjaga kepala dan setiap apa yang ada di sekitarnya, termasuk di dalamnya adalah menjaga pendengaran, penglihatan dan lisan dari berbagai keharaman. Sedangkan yang dimaksud menjaga perut dan segala apa yang ada di dalamnya, termasuk di dalamnya adalah menjaga hati dari terjerumus dalam yang haram.[7] ﷲ Ta’ala berfirman (artinya),

“Dan ketahuilah bahwasanya ﷲ mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-NYA.” (Al Baqarah: 235)

ﷲ Ta’ala juga berfirman (artinya),

“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (Al Isro’: 36)



Dari Abu Hurairah, Rasulullah صلیﷲ علیﻪ و سلم bersabda (artinya),

“Barangsiapa yang menjamin padaku apa yang ada di antara dua janggutnya (yaitu bibirnya) dan antara dua kakinya (yaitu kemaluan), maka ia akan masuk surga.”[8]


ﷲ memuji orang-orang yang menjaga kemaluan dalam beberapa ayat. ﷲ Ta’ala berfirman (artinya),

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya ﷲ Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat“.” (An Nur: 30)

“Laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) ﷲ , ﷲ telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al Ahzab: 35)

“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.” (Al Mu’minun: 5-6) [9]

Yang lebih penting dari hal di atas dan merupakan hak ﷲ yang paling utama untuk dijaga adalah mentauhidkan ﷲ dan tidak menyekutukan ﷲ dengan selain-NYA (baca: berbuat syirik). Karena syirik adalah kezholiman yang teramat besar. Luqman pernah berkata pada anaknya,

إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ



“Sesungguhnya kesyirikan adalah kezholiman yang paling besar.” (Luqman: 13)

Nabi صلیﷲ علیﻪ و سلم ketika membonceng Mu’adz dengan keledai -yang bernama ‘Ufair-, beliau bersabda (artinya),

“Wahai Mu’adz, tahukah engkau apa hak ﷲ yang wajib ditunaikan oleh hamba-NYA dan apa hak hamba yang berhak ia dapat dari ﷲ ?” Mu’adz mengatakan, ”ﷲ dan Rasul-NYA yang lebih tahu.” Nabi صلیﷲ علیﻪ و سلم pun menjawab, “Hak ﷲ yang wajib ditunaikan oleh setiap hamba adalah mereka harus menyembah ﷲ dan tidak boleh berbuat syirik pada-NYA dengan sesuatu apa pun. Sedangkan hak hamba yang berhak ia dapat adalah Allahh tidak akan menyiksa orang yang tidak berbuat syirik kepada-NYA dengan sesuatu apa pun.” [10]

Inilah hak ﷲ yang mesti dan wajib ditunaikan oleh setiap hamba sebelum hak-hak lainnya.



Barangsiapa menjaga diri dengan melakukan perintah dan menjauhi larangan, maka ia akan mendapatkan penjagaan dari ﷲ Ta’ala.

احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ



“Jagalah ﷲ , niscaya ﷲ akan menjagamu.”

Inilah yang dimaksud al jaza’ min jinsil ‘amal, yaitu balasan sesuai dengan amal perbuatan. Sebagaimana ﷲ mengatakan dalam ayat-ayat lainnya.

وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ



“Dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu.” (Al Baqarah: 40)



فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ



“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.” (Al Baqarah: 152)



إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ



“Jika kamu menolong (agama) ﷲ , niscaya Dia akan menolongmu.” (Muhammad: 7)



Jika seseorang menjaga hak-hak ﷲ sebagaimana yang telah disebutkan di atas, maka ﷲ pun akan selalu menjaganya. Bentuk penjagaan ﷲ ada dua macam, yaitu:

* ﷲ akan menjaga urusan dunianya yaitu ia akan mendapatkan penjagaan diri, anak, keluarga dan harta.

* Penjagaan yang lebih dari penjagaan yang diatas, yaitu ﷲ akan menjaga agama dan keimanannya.


Di antara bentuk penjagaan ﷲ adalah ia akan selalu mendapatkan penjagaan dari malaikat ﷲ. Sebagaimana ﷲ Ta’ala berfirman (artinya),

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah ﷲ .” (Ar Ro’du: 11)

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan (artinya),

“Setiap hamba memiliki malaikat yang selalu menemaninya. Malaikat tersebut akan menjaganya siang dan malam. Mereka akan menjaganya danri berbagai kejelekan dan kejadian-kejadian.” [11]

Ibnu ‘Abbas رضي الله عنه mengatakan (artinya),

“Mereka adalah para malaikat yang akan selalu menjaganya atas perintah ﷲ . Jika datang ajal barulah malaikat-malaikat tadi meninggalkannya.”

Inilah salah bentuk penjagaan ﷲ melalui para malaikat bagi orang yang selalu menjaga hak-hak ﷲ.


Begitu pula ﷲ akan menjaga seseorang di waktu tuanya, jika ia selalu menjaga hak ﷲ di waktu mudanya. ﷲ akan menjaga pendengaran, penglihatan, kekuatan dan kecerdasannya. Inilah maksud yang kami singgung dalam judul artikel ini.


Sebagaimana kami pernah membaca dalam salah satu buku fiqh madzhab Syafi’i, matan Abi Syuja’. Dalam buku tersebut diceritakan mengenai penulis matan yaitu Al Qodhi Abu Syuja’ (Ahmad bin Al Husain bin Ahmad Asy Syafi’i rahimahullah Ta’ala). Perlu diketahui bahwa beliau adalah di antara ulama yang meninggal dunia di usia sangat tua. Umur beliau ketika meninggal dunia adalah 160 tahun (433-596 Hijriyah). Beliau terkenal sangat dermawan dan zuhud. Beliau sudah diberi jabatan sebagai qodhi pada usia belia yaitu 14 tahun. Keadaan beliau di usia senja (di atas 100 tahun), masih dalam keadaan sehat wal afiat. Begitu pula ketika usia senja semacam itu, beliau masih diberikan kecerdasan. Tahukah Anda apa rahasianya? Beliau tidakk punya tips khusus untuk rutin olahraga atau yang lainnya. Namun perhatikan apa tips beliau,

“Aku selalu menjaga anggota badanku ini dari bermaksiat pada ﷲ di waktu mudaku, maka ﷲ pun menjaga anggota badanku ini di waktu tuaku.”

Cobalah lihat, beliau bukanlah memberikan kita tips untuk banyak olahraga. Namun apa tips beliau? Yaitu taat pada ﷲ dan menjauhi segala maksiat di waktu muda. [12]


Ibnu Rajab rahimahullah juga pernah menceritakan bahwa sebagian ulama ada yang sudah berusia di atas 100 tahun. Namun ketika itu, mereka masih diberi kekuatan dan kecerdasan. Coba bayangkan bagaimana dengan keadaan orang-orang saat ini yang berusia seperti itu? Diceritakan bahwa di antara ulama tersebut pernah melompat dengan lompatan yang amat jauh. Kenapa bisa seperti itu? Ulama tersebut mengatakan (artinya),

“Anggota badan ini selalu aku jaga agar jangan sampai berbuat maksiat di kala aku muda. Balasannya, ﷲ menjaga anggota badanku ini di waktu tuaku.”

Namun ada orang yang sebaliknya, sudah berusia senja, jompo (Eng: old, infirm) dan biasa mengemis pada manusia. Para ulama pun mengatakan tentang orang tersebut, jompo “Inilah orang yang selalu melalaikan hak ﷲ di waktu mudanya, maka ﷲ pun melalaikan dirinya di waktu tuanya.” [13]

Begitu pula ﷲ akan menjaga keturunan orang-orang sholih dan selalu taat pada ﷲ . Di antaranya kita dapat melihat pada kisah dua anak yatim yang mendapat penjagaan ﷲ karena ayahnya adalah orang yang sholih. ﷲ Ta’ala berfirman (artinya),

“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh.” (Al Kahfi: 82)

‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz pernah mengatakan,

“Barangsiapa seorang mukmin itu mati (artinya: ia selalu menjaga hak ﷲ , pen), maka ﷲ akan senantiasa menjaga keturunan-keturunannya.”

Sa’id bin Al Musayyib mengatakan pada anaknya (artinya),

“Wahai anakku, aku selalu memperbanyak shalatku dengan tujuan supaya ﷲ selalu menjagamu.”[14]

Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan,

“Barangsiapa menjaga (hak-hak) ﷲ , maka ﷲ akan menjaganya dari berbagai gangguan.”

Sebagian salaf mengatakan (artinya), “Barangsiapa bertakwa pada ﷲ , maka ﷲ akan menjaga dirinya. Barangsiapa lalai dari takwa kepada ﷲ , maka ﷲ tidak ambil peduli padanya. Orang itu berarti telah menyia-nyiakan dirinya sendiri. ﷲ sama sekali tidak butuh padanya.”

Jika seseorang berbuat maksiat, maka ia juga dapat melihat tingkah laku yang aneh pada keluarganya bahkan pada hewan tunggangannya. Sebagaimana sebagian salaf mengatakan,

“Jika aku bermaksiat pada ﷲ , maka pasti aku akan menemui tingkah laku yang aneh pada budakku bahkan juga pada hewan tungganganku.” [15]


Penjagaan yang lebih dari penjagaan yang semua sebelumnya, yaitu ﷲ akan menjaga agama dan keimanannya. ﷲ akan menjaga dirinya dari pemikiran rancu (Eng: confused)yang bisa menyesatkan dan dari berbagai syahwat yang diharamkan. Inilah penjagaan yang lebih luar biasa dari penjagaan pertama tadi.

Hal ini dapat kita lihat sebagaimana dalam do’a sebelum tidur yang Nabi صلیﷲ علیﻪ و سلم (artinya),

“Dengan menyebut nama-Mu, aku meletakkan lambungku, dan dengan nama-Mu aku mengangkatnya. Jika engkau ingin menarik jiwaku, maka ampunilah ia. Jika engkau ingin membiarkannya, maka jagalah ia sebagaimana engkau menjaga hamba-hambaMu yang sholih” [16]

Dalam do’a ini terlihat bahwa ﷲ akan senantiasa menjaga orang-orang yang sholih.[17]

Demikian pembahasan yang singkat dari hadits di atas. Semoga hadits ini bisa selalu menjadi pengingat dalam setiap langkah kita. Jagalah hak ﷲ , niscaya ﷲ akan menjagamu.


Segala puji bagi ﷲ yang dengan nikmat-NYA segala kebaikan menjadi sempurna.





Muhammad Abduh Tuasikal

MENJADI BIDADARI SURGA UNTUK LELAKI , UNTUK WANITA YANG MANA ...

HARAPAN dan tujuan hidup setiap manusia di dunia ini adalah, untuk memperoleh tempat terindah setelah kematiannya kelak, mendapatkan kenikmatan dan kebahagian hakiki, syurga الله سبحانا وتعاﱃ yang penuh keindahan disana. Karena itu merupakan tujuan utama kehidupan manusia di alam fana.


Tidak ada seorang manusiapun yang ingin terjerumus kedalam siksaan pedih api neraka. Namun sangat disayangkan, tujuan utama itu terkadang hanya dijadikan angan-angan dan hayalan belaka oleh majoritas manusia tanpa menempuh jalan dan beramal sholeh yang membawa dirinya masuk ke dalam Syurga. Tentu tindakan dan sikap seperti ini merupakan hal yang lucu bahkan termasuk golongan yang tidak tahu diri. Naudzubillahi mindzalik…


Syurga hanya diperuntukkan sebagai ganjaran bagi hamba-hamba الله yang sholeh, yang taat terhadap perintah-NYA dan menjauhi segala larangan-NYA. الله سبحانا وتعاﱃ menceritakan berbagai macam fasilitas dan kenikmatan yang didapatkan di dalam syurga agar manusia tertarik dan termotivasi untuk beramal shaleh (soleh), bergegas untuk beribadah dan berlumba dalam kebaikan.


Ketika kita membuka lembaran-lembaran ayat suci الْقُرْآنَ, kita menemukan bahwa الله سبحانا وتعاﱃ ketika menyebut amalan shaleh, DIA mengiringinya dengan menyebut ganjaran pahala dan perolehan syurga yang dihiasai dengan sungai-sungai yang mengalir di bawahnya, berbagai macam buah-buahan kesukaan manusia, kebun yang indah, istana megah yang terbuat dari emas dan mutiara, tempat tidur, permadani dan bantal dari emas dan permata. Tak ada kehidupan yang paling indah selain di alam syurga sana.


Selain itu, الله سبحانا وتعاﱃ juga menceritakan bahwa di dalamnya terdapat BIDADARI-BIDADARI cantik bermata jeli yang menjadi isteri bagi kaum Adam yang berada di Syurga.


Dalilnya adalah firman الله سبحانا وتعاﱃ dalam surat Ar Rahman, ayat 56-60, artinya:

"Di dalam syurga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)."

dan surat al Waaqi'ah, ayat 35-38, artinya:

"Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya,"



الله juga berfirman (yang artinya):

“Tetapi hamba-hamba الله yang dibersihkan (dari dosa). Mereka itu memperoleh rezki yang tertentu, yaitu buah-buahan. Dan mereka adalah orang-orang yang dimuliakan, di dalam syurga-syurga yang penuh nikmat, di atas tahta tahta kebesaran berhadap-hadapan. Diedarkan kepada mereka gelas yang berisi khamer dari sungai yang mengalir. Warnanya putih bersih, sedap rasanya bagi orang orang yang minum. Tidak ada dalam khamer itu al kohol dan mereka tiada mabuk karenanya. Disisi mereka ada BIDADARI-BIDADARI yang tidak liar pandangannya dan jelita matanya, seakan-akan mereka adalah telur (burung unta) yang tersimpan dengan baik.” (Ash Shaaffaat, 40-49)


Kenapa الله سبحانا وتعاﱃ menceritakan BIDADARI bermata jeli yang merupakan isteri untuk kaum lelaki syurga dan tidak menceritakan suami-suami untuk kaum wanita?



الله menciptakan putera-putera Adam dengan tabiat yang unik, yaitu sangat tertarik dan senang terhadap wanita yang cantik. Anak Adam ini sanggup berkorban dan melakukan apa saja untuk mendapatkan wanita yang disukainya. Maka الله سبحانا وتعاﱃ menyebut para BIDADARI yang cantik, bermata jeli sebagai ganjaran bagi mereka yang beriman. Dengan tujuan, agar anak Adam yang penuh ego ini tertarik dan berlumba-lumba beribadah kepada الله, antusias (Eng: enthusiastic) beramal shaleh, dan berbuat baik terhadap sesama dan lingkungan alam sekitarnya.


Berbeda dengan wanita yang memiliki sifat malu, bahkan sangat malu sekali. Tabiat wanita sekalipun suka terhadap lelaki namun perasaan malu yang dimilikinya dapat menahan dirinya untuk menampakan rasa suka itu.

Muslim Newly-wed Couple
Dengan demikian الله سبحانا وتعاﱃ tidak mendorong dan memotivasi kaum hawa untuk beramal shaleh dengan cara menceritakan ganjaran yang membuat mereka malu ketika dibaca atau didengar. Misalnya, dengan menceritakan keperkasaan, ketampanan, keanggunan, dan keshalehan pasangan yang mereka dapatkan di syurga kelak.


الله سبحانا وتعاﱃ tidak memotiviasi mereka dengan hal seperti itu. Namun dengan tidak menyebut pasangan yang mereka dapatkan, bukan berarti الله سبحانا وتعاﱃ tidak memberikan pasangan di syurga. Wanita sholehah yang tidak menikah di dunia atau wanita sholehah yang sudah menikah di dunia tetapi suaminya kelak masuk nereka, mereka akan mendapatkan pasangan lelaki perkasa, tampan, penuh romantis dari golongan manusia yang menyejukan hati dan pandangan mata mereka di dalam syurga.


Bagaimanapun cantik jelitanya BIDADARI di Syurga sana, namun tetap lebih cantik dan mulia wanita sholehah yang pernah hidup di dunia. Disebabkan ibadah dan ketaatan yang mereka lakukan semasa hidup di dunia. Mereka tidak akan mengalami rasa letih, tidak akan tua dan mereka akan tetap perawan selama-lamanya. Subhanallah...


Dari Aisyah Radhiyallahu anha, ﺮﺴﻮلﷲ صلی الله علیﻪ و سلم bersabda :

“Sungguh syurga itu tidak dimasuki oleh wanita tua, sesungguh الله apabila memasukan mereka kedalam syurga DIA akan merubahnya menjadi perawan-perawan. (HR Ath Thabrani)

(Hadis ini dhaif, karena di dalam sanadnya terdapat perawi bernama Mus'idah Bin al Yasa', dia adalah perawi lemah. Begitu penuturan Ibnu Hajr al Haitsami dalam kitab Majmauz zawaidnya.)

Di dalam syurga tidak ada seorangpun manusia yang tidak memperoleh pasangan, baik laki-laki maupun wanita. Sebagaimana hadis ﺮﺴﻮلﷲ صلی الله علیﻪ و سلم yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya dari Abu Hurairah رضي الله عنه beliau bersabda (artinya):

”Tidak ada seorang pun di dalam syurga itu yang sendirian (tidak mempunyai pasangan)."

Jadi baik laki-laki atau perempan penghuni syurga yang tidak mendapatkan pasangan di dunia, الله akan menikahkan mereka di syurga kelak dengan pasangan penghuni syurga.



Tidak usah merasa terzalimi karena sekedar الله tidak menyebutkan pasangan bagi kaum wanita di Syurga kelak. الله سبحانا وتعاﱃ Maha Adil terhadap hamba-NYA, tak ada seorang hambapun yang dizalimi-NYA.



الله a'lam bisshawab.




Bohri Rahman, Lc
Shared by Bicara Hidayah