Minggu, 19 Desember 2010

MENCARI KHUSYU' DALAM SHOLAT

(45) Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) salat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk,

(46) (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.
(Al Baqarah, 2: 45-46)



ESENSI SHOLAT ADALAH DOA, BERDIALOG DENGAN ALLAH SECARA LANGSUNG

Kita sebenarnya diberi kesempatan untuk mengadu. Kita adukan semua persoalan kita kepada Allah. Kita adukan semua kebingungan kita, pekerjaan, rizki, kesehatan, cinta, dan semua apapun. Kita mengadu, dan kita pasrah menunggu dijawab. Dan pasti Allah menjawabnya langsung. Ruh bisa merasakannya, namun kalau dia dipaksa tertinggal-tinggal oleh gerakan badan, maka dia tidak sempat menikmati pertemuan dengan Allah itu.


SOLAT, TITIK AWAL MENUJU KEBAIKAN
Solat tak sekadar hubungan pribadi antara manusia dan Allah. Solat mengandung dimensi yang sangat luas. Solat yang khusyuk tak hanya mendekatkan hubungan manusia dengan Tuhan, tapi juga dapat menjadi daya dorong untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat yang tertib, saling menolong, senang bekerja keras, dan saling mengingatkan di dalam kebaikan.


SEDIKIT PEMIKIRAN TENTANG KHUSYU’
Khusyu’ dalam solat adalah impian setiap Muslim. Keadaan semacam ini telah banyak diceritakan dalam kisah-kisah inspiratif dari masa lampau yang mengundang decak kagum. Sebutlah misalnya tentang seorang sahabat Rasulullah  yang tubuhnya tertembus panah, kemudian ia minta agar panah tersebut dicabut ketika ia sedang solat saja. Ketika anak panah itu dicabut, ia seolah tidak merasakan sakit sama sekali lantaran khusyu’ dalam solatnya.


GERANGAN KONDISI SEMACAM APAKAH KHUSYU’ ITU SEBENARNYA?
Apakah khusyu’ itu berarti tidak memikirkan apa pun selain solat? Apakah kita seharusnya tidak mempedulikan hal-hal duniawi ketika solat?


Anggapan bahwa orang yang solat dengan khusyu’ hanya memfokuskan pikirannya pada satu kegiatan (yaitu solat) agaknya malah terbantahkan dengan berbagai teladan yang dilakukan sendiri oleh Rasulullah Beliau bahkan pernah melakukan solat sambil mengasuh anaknya (cucunya). Ketika berdiri, anak itu digendongnya, dan ketika ruku’ atau sujud, anak itu pun diturunkannya. Tentu saja hal ini menunjukkan bahwa beliau telah membagi pikirannya ketika solat. Di lain pihak, kita tidak mungkin menuduh Rasulullah  telah melaksanakan solat dengan tidak khusyu’. Kalau beliau saja tidak khusyu’, lalu siapa yang bisa melakukannya?



Di lain kesempatan, Rasulullah  juga pernah mempersingkat solat berjamaah yang dipimpinnya karena mendengar tangisan seorang anak. Beliau mempersingkat solat karena sadar bahwa sang ibu pastilah merasa khawatir karena mendengar tangisan anaknya. Artinya, beliau sempat berpikir dan membuat keputusan penting ketika sedang melakukan solat. Sekali lagi, Rasulullah   adalah contoh terbaik dalam hal solat khusyu’. Hal ini tidak bisa dibantah oleh siapa pun.





JADI, BAGAIMANAKAH KHUSYU’ ITU SEBENARNYA?

Memusatkan pikiran kepada satu hal dalam solat agaknya tidaklah dimungkinkan. Solat itu sendiri terdiri dari berbagai gerakan dan bacaan. Kita harus mengendalikan ucapan kita, membaca doa-doa dan ayat-ayat Al-Qur’an menurut aturan tertentu, dan hal itu pasti menuntut pembagian konsentrasi. Demikian pula pengaturan gerakan pastilah memerlukan kesadaran yang cukup. Jika kita melepaskan kesadaran dalam segala hal, maka barangkali solat kita akan tampak seperti tari-tarian orang yang menelan ekstasi atau orang yang sedang kesurupan. Tapi solat tidak seperti demikian. Solat adalah rangkaian perbuatan yang dilakukan secara teratur dengan penuh kesadaran.



“Dan mohonlah pertolongan dengan sabar dan solat. Dan sesungguhnya solat itu berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’. (Yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menjumpai Rabb mereka dan sesungguhnya mereka akan kembali kepada-Nya.” (Al-Baqarah [2] : 45 - 46)



Allah  sendiri mengatakan bahwa solat itu berat (yang artinya memang seharusnya kita merasa bahwa solat itu adalah suatu ibadah yang cukup kompleks). Pada ayat ke-45 di atas, Allah menegaskan bahwa hanya orang-orang yang khusyu’ sajalah yang bisa mendapatkan manfaat terbesar dalam solat. Ayat selanjutnya memberi kita informasi yang kita butuhkan untuk memahami makna khusyu’ yang sebenarnya.





MEREKA YANG KHUSYU’ DITANDAI OLEH SEBUAH SIFAT

Cukup sederhana, ternyata. Mereka yang khusyu’ ditandai oleh sebuah sifat: yakin bahwa dirinya akan menjumpai Allah (dalam solat) dan suatu hari nanti akan kembali kepada-Nya. Sederhana, tapi bukan perkara yang mudah.



Hal ini kemudian membawa kita pada berbagai konsekuensi. Barangkali perlu dibuat berjilid-jilid buku untuk menjabarkan keseluruhan konsekuensi dari khusyu’ tersebut. Yang jelas, mereka yang khusyu’ ditandai oleh sikap khidmatnya yang luar biasa ketika sedang melaksanakan solat, karena mereka yakin bahwa mereka tengah ‘berjumpa’ dengan Rabb-nya, yaitu Dzat yang memiliki dirinya dan menjadi satu-satunya tempat kembali untuknya kelak. Tentu saja masih banyak sikap lainnya yang akan muncul di luar solat sebagai konsekuensi dari keyakinan ini, namun itu masalah lain lagi.





KETIKA SOLAT KITA SEDANG MENGHADAP ALLAH

Sekarang kita telah memiliki sedikit gambaran mengenai sikap khusyu’ dalam solat. Konkretnya, kita harus meyakini bahwa ketika solat kita sedang menghadap Allah , bukan yang lain. Dengan demikian, kita harus mengatur setiap ucapan dan gerakan kita.



Sebagai perbandingan, anggaplah anda sedang berbincang-bincang dengan seorang ulama yang paling Anda hormati. Bagaimanakah sikap Anda? Tentu Anda akan mengatur ucapan anda, khawatir kalau-kalau Anda akan memberikan kesan buruk di hadapannya. Setiap kata yang mengalir dari mulut akan dipilih baik-baik dan diusahakan terucap dengan sejelas mungkin. Tidak terburu-buru, tapi juga tidak terlalu lambat.





BAGAIMANA DENGAN BAHASA TUBUH ANDA?

Tentu saja anda tidak akan bergerak serampangan. Anda tidak akan mengobrol dengannya sekedar basa-basi. Anda tentu akan berbincang-bincang dengan sangat serius dan tidak membuat gerakan yang tidak perlu. Anda tidak akan menggaruk-garuk ketiak di hadapan seseorang yang amat dihormati, bukan?



Sekarang refleksikanlah sikap tersebut dengan solat Anda! Tentu saja Allah  jauh lebih mulia daripada ulama mana pun, bahkan Dia-lah Yang Maha Mulia, tidak ada bandingannya dengan apa pun. Jika kita mengatur ucapan dan gerak-gerik kita di hadapan seorang ulama, lebih-lebih lagi di hadapan Allah!





KEHADIRAN ALLAH BISA DIRASAKAN DI SELURUH RUANGAN

Kita berdiri tegak untuk solat dengan postur yang sempurna layaknya prajurit yang akan melaksanakan upacara bendera. Kita bersiap untuk melakukan sesuatu yang amat formal. Ketika akan bertemu Allah , tentu saja kita dituntut untuk mengatur sikap. Kita menundukkan wajah kita, menatap ke arah sujud karena rasa takut dan khidmat kepada Allah. Kehadiran-Nya bisa dirasakan di seluruh ruangan, bahkan seluruh alam berkhidmat kepada-Nya.



Kemudian mulailah kita mengangkat tangan untuk takbiratul ihram. Tidak perlu terburu-buru, tidak perlu dilambat-lambatkan. Gunakanlah waktu secukupnya untuk tetap merasakan kehadiran-Nya. Setelah itu, mulailah membaca surah Al-Fatihah dan seterusnya dengan tertib. Tidak boleh ada kata yang salah terucap, huruf yang tidak jelas makhraj-nya, kalimat yang tidak jelas maknanya, bacaan yang kita tidak mengerti maksudnya, dan penuturannya pun harus terlantun dengan indah bagaikan lagu. Kita tengah berhadapan dengan Allah.



Setelah selesai membaca Al-Fatihah dan beberapa ayat tambahan, maka kita mulai melakukan ruku’.

Gerakan ini tidak dimulai jika bacaan kita belum selesai. Sebaliknya, bacaan ruku’ pun tidak dilakukan sebelum kita benar-benar sampai pada posisi akhir ruku’ tersebut. Segalanya harus tertib dan formal. Di hadapan kita ada Allah Yang Maha Melihat.




TIDAK SALING MENGEJAR DAN MEMBURU
Selanjutnya, setiap gerakan dan bacaan harus dilakukan dengan tertib, tidak saling mengejar dan memburu. Selesaikan sebuah gerakan, baru membaca doa. Selesaikan doa, baru melakukan gerakan berikutnya. Tidak boleh ada overlap dalam sebuah ibadah formal. Ini tidak main-main.

Demikian seterusnya hingga akhirnya kita mengucapkan salam sebagai tanda selesainya ibadah solat. Setiap rukun solat harus ditunaikan sebaik mungkin, serapi mungkin, dan tertib.


IA TAHU PERSIS BAHWA SOLAT ADALAH IBADAH YANG BUKAN MAIN-MAIN

Barangkali sahabat yang tertusuk anak panah tadi juga merasa sakit ketika anak panah itu dicabut dari tubuhnya ketika solat. Hanya saja, ia begitu merasa takut di hadapan Allah dan berusaha sedemikian kerasnya untuk bersikap tertib ketika solat. Ia tidak berani untuk sekedar mengaduh atau meringis kesakitan. Ia tahu persis bahwa solat adalah ibadah yang bukan main-main. Ini ibadah serius.

Solat khusyu’ merupakan dambaan setiap kita, bahkan berbagai macam cara yang dilakukan seseorang untuk menggapai Solat khusyu’, diantara mereka ada yang mematikan lampu ketika Solat, ada yang memejamkan matanya, ada yang mengosongkan semua fikirannya, ada yang merasakan terbangnya rohnya ketika Solat, bahkan untuk menggapai kekhusyukan mereka membuat pelatihan-pelatihan Solat khusyu’.

Tentunya semua hal ini menimbulkan suatu pertanyaan, apakah memang seperti itu Solat khusyu’? Apakah cara-cara seperti tersebut sudah sesuai menurut tuntunan Rasulullah  ?

Insya Allah melalui beberapa edisi buletin ini kita akan kupas kenapa pentingnya Solat khusyu’? Apa definisi khusyu’ ? Apa hukumnya dan apa kiat-kiat untuk menggapainya?


PENTINGNYA KHUSYU’ DALAM SOLAT

Khusyu’ merupakan perkara agung, cepat sirnanya dan jarang keberadaanya ditemukan, khususnya di akhir zaman ini yang penuh dengan berbagai macam fitnah dan godaan, baik godaan dari manusia maupun godaan dari syetan yang berupaya memalingkan manusia dari kekhusyukan.

Jauhnya manusia dari kekhusyukan dalam melaksanakan Solat, hal ini adalah benar adanya, bahkan seorang sahabat besar yang bernama Huzaifah ibnu Yaman radhiyallahu ‘anhu telah menggambarkan: “Yang pertama kali yang akan hilang dari agamamu adalah khusyuk’, dan hal yang terakhir yang akan hilang dari agamamu adalah Solat. Betapa banyak orang Solat tetapi tiada kebaikan padanya, hampir saja engkau memasuki masjid, sementara tidak ditemukan diantara mereka orang yang khusyuk.” (Madarijussalikin, Imam Ibnul Qayyim 1/521)

Bila kita tanyakan dan kita pantau Solat yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin, maka jawabannya adalah mereka jauh dari kekhusyukan. Fikiran mereka menerawang entah kemana, hati mereka lalai, bahkan was-was dari syetanpun muncul tatkala mereka melaksanakan Solat. Oleh karena itu pembahasan seputar tentang Solat khusyuk ini merupakan pembahasan yang sangat penting sekali, dan dibutuhkan oleh kaum muslimin yang ingin meningkatkan kualitas ibadah Solatnya. Dimana hal ini akan membawa mereka kepada kebahagian dan kemenangan, sebagaimana yang telah disebutkan Allah SWT di dalam al-Qurân:

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang yang khusyu’ dalam Solatnya.” (Al-Mu’minuun: 1-2)



MAKNA KHUSYU’

Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya mengatakan bahwa Khusyu’ adalah: “Ketenangan, tuma’ninah, pelan-pelan, ketetapan hati, tawadhu’, serta merasa takut dan selalu merasa diawasi oleh Allah ‘Azza wa Jalla.”

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa Khusyu’ adalah: “Menghadapnya hati di hadapan Robb ‘Azza wa Jalla dengan sikap tunduk dan rendah diri.” (Madarijusslikin 1/520 )

Definisi lain dari khusyu’ dalam Solat adalah: “Hadirnya hati di hadapan Allah , sambil mengkonsertasikan hati agar dekat kepada Allah  dengan demikian akan membuat hati tenang, tenangnya gerakan-gerakannya, beradab di hadapan Robbnya, konsentrasi terhadap apa yang dia katakan dan yang dilakukan dalam Solat dari awal sampai akhir, jauh dari was-was syaithan dan pemikiran yang jelek, dan ia merupakan ruh Solat. Solat yang tidak ada kekhusyukan adalah Solat yang tidak ada ruhnya.” (Tafsir Taisir Karimirrahman, oleh Syaikh Abdurrahman Nashir as-Sa’di)


TEMPAT LETAKNYA KHUSYU’
Tempat khusyu’ adalah di hati, sedangkan buahnya akan tampak pada anggota badan. Anggota badan hanya akan mengikuti hati, jika kekhusyukan rusak akibat kelalaian dan kelengahan, serta was-was, maka rusaklah ‘ubudiyah anggota badan yang lain. Sebab hati adalah ibarat raja, sedangkan anggota badan yang lainnya sebagai pasukan dan bala tentaranya. Kepadanya-lah mereka ta’at dan darinya-lah sumber segala perintah, jika sang raja dipecat dengan bentuk hilangnya penghambaan hati, maka hilanglah rakyat yaitu anggota-anggota badan.

Dengan demikian, menampakkan kekhusyukkan dengan anggota badan, atau melalui gerakan-gerakan, supaya orang menyangka bahwa si fulan khusyu’, maka hal itu adalah sikap yang tercela, sebab diantara tanda-tanda keikhlasan adalah menyembunyikan kekhusyukan.

Suatu ketika Huzaifah bin Yaman radhiyallahu ‘anhu berkata: “Jauhilah oleh kalian kekhusyukan munafik, lalu ditanyakan kepadanya: Apa yang dimaksud kekhusyukan munafik? Ia menjawab: “Engkau melihat jasadnya khusyu’ sementara hatinya tidak”.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah membagi khusyu’ kepada dua macam, yaitu khusyu’ nifaq dan khusyuk iman.

Khusyu’ nifaq adalah: “Khusyu’ yang tampak pada permukaan anggota badan saja dalam sifatnya, yang dipaksakan dan dibuat-buat, sementara hatinya tidak khusyuk.”

Khusyuk iman adalah: “Khusyuknya hati kepada Allah  dengan sikap mengagungkan, memuliakan, sikap tenang, takut dan malu. Hatinya terbuka untuk Allah , dengan keterbukaan yang diliputi kehinaan karena khawatir, malu bercampur cinta menyaksikan nikmat-nikmat Allah ‘Azza wa Jalla dan kejahatan dirinya sendiri. Dengan demikian secara otomatis hati menjadi khusyu’ yang kemudian diikuti khusyu’nya anggota badan.”


HUKUM KHUSYU’ DALAM SOLAT
Menurut pendapat yang kuat, bahwa khusyu’ dalam Solat hukumnya wajib. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam menafsirkan firman Allah Ta’âla:

“Jadikanlah sabar dan Solat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu lebih berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (Al-Baqarah: 45)


Beliau rahimahullah mengomentari ayat tersebut dengan mengatakan: “Ayat tersebut mengandung celaan atas orang-orang yang tidak khusyu’ dalam Solat, celaan tidak akan terjadi kecuali karena meninggalkan perkara-perkara penting atau wajib, atau karena keharaman yang dilakukan”.

Kemudian bila kita lihat dalam al-Qurân Allah  menjelaskan sifat-sifat calon penghuni surga firdaus:

“Sungguh beruntunglah orang yang beriman, yaitu mereka yang khusyu’ dalam Solatnya.” (Al-Mu’minuun: 1-2)


Pada ayat ke 11 Allah  memberikan isyarat, (bagi orang yang khusyu’), dengan mengatakan:

“Mereka itulah, orang-orang yang mewarisi Surga Firdaus, mereka kekal di dalamnya.” (Al-Mu’minuun: 11)

Melalui ayat tersebut Allah  mengabarkan bahwa mereka (orang yang khusyu’) adalah calon pewaris Jannatul Firdaus. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa selain mereka tidak layak mewarisinya. Meraih surga bagi seorang muslim hukumnya adalah wajib, maka jalan atau wasilah untuk mencapai surga tersebut hukumnya juga wajib, dan Solat yang khusyu’ hukumnya ikut menjadi wajib karena merupakan salah satu sarana untuk meraih surga firdaus.






:::: 21 Jamadil Akhir 1431 ::::
Shared By Bicara Hidayah
Dipetik & Disunting Dari:
SHALAT SEBAGAI MEDITAS TERTINGGI DALAM ISLAM
Disarikan dari berbagai sumber oleh Budi Nugroho
http://erosandi.blogspot.com/2010/03/shalat-khusyu.html
SOLAT KHUSYU' MENURUT TUNTUNAN ROSULULLAH
Faishal Abdurrahman, Lc
http://baburrahman.wordpress.com/2008/06/07/sholat-khusyu-menurut-tuntunan-rosulullah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar