Senin, 14 Februari 2011

RASULULLAH SAW YANG DI RINDUKAN..

Anakku,
Beliau SAW berperawakan sedang,
bahunya bidang, tidak tinggi tidak pendek.
Tubuhnya bagus, bila berjalan beliau berjalan cepat dan gontai.

Rambutnya lebat mencapai telinga,
tidak terlalu keriting, tidak pula lurus kaku, tapi ikal bergelombang.
Warnanya kehitam hitaman, walaupun panjang tapi sangat terurus rapi tidak melampaui daun telinganya.
Apabila beliau menyisir,
maka dibelahnya menjadi dua, sehingga selalu tampak bersih

Bila beliau mengenakan pakaian merah,
tak ada seorangpun menandingi ketampanan beliau.
Bila beliau berjalan, berjalannya tegap dan gontai seakan akan sedang turun ketempat yang rendah.

Telapak tangan dan kakinya tebal,
kepalanya besar, demikian pula tulang persendiannya.
Dahinya lebar, alisnya melengkung bagaikan dua bulan sabit yang terpisah,
diantara keduanya terdapat urat yang tampak kemerah merahan bila Beliau marah.
Hidungnya mancung, di puncaknya ada cahaya yang memancar,
hingga orang yang tidak mengamatinya akan mengira puncak hidungnya lebih mancung.

Janggotnya tebal, kumisnya di cukur, kedua pipinya mulus,
mulutnya lebar serasi dengan bentuk wajahnya, giginya agak jarang teratur rapi,
Kulitnya putih ke merah merahan,
matanya lenbar , belahan matanya panjang, matanya hitam pekat dan bulu matanya lentik,
dagunya tidak lancip dan wajahnya cerah agak bundar.
Bercahaya bagaikan bulan purnama.

Lehernya mulus dan tegak bagaikan leher kendi.
Bentuk tubuhnya sedang sedang saja, badannya berisi, perut dan dadanya sejajar,tidak gemuk,
dadanya bidang, jarak antara kedua bahunya lebar dan tulang persendiannya besar.

Bagian badannya yang tidak di tumbuhi rambut nampak bersih bercahaya.
Dari pangkal leher sampai kepusat tumbuh rambut yang tebal bagaikan garis,
kedua susu dan perutnya bersih selain yang dsebutkan tadi.

Kedua hasta dan bahu dan dada bagian atas berbulu halus.
Kedua ruas tulang tangannya panjang, telapak tangannya lebar.
Kedua telapak tangan dan kakinya tebal, jemarinya panjang,
lekukan telapak kakinya tidak menempel ke tanah.
Kedua kakinya licin sehingga airpun tidak menempel, daging tumitnya tipis.

Bila berjalan diangkat kakinya dengan tegap, ia melangkah dengan mantap dan berjalan dengan sopan.
Jalannya cepat, gontai seakan beliau turun ke tempat yang rendah,
pandangan matanya mengarah kebawah, hingga pandangan kebumi lebih lama dari pandangannya kelangit, pandangannya penuh makna.

Bila beliau menoleh seseorang, maka beliau memalingkan seluruh badannya.
Bila ada sahabat berjalan, maka beliau berjalan dibelakangnya dan bila berpapasan beliau menyapanya dengan salam.

Tak ada tandingan atas sempurnanya ke tampanan beliau diantara makhluk .
Wajah beliau bagaikan rembulan, beliau lebih indah di bandingkan rembulan purnama.
Gigi seri beliau yang renggang, bila berbicara terlihat seperti ada cahaya yang memancar dari antara kedua gigi serinya itu.
Kulitnya yang putih, seakan akan terbentuk dari perak

Diantara kedua bahunya terdapat tanda kenabian KHATAMUN NUBUWAH.

Beliau memiliki hati yang paling pemurah diantara manusia.
Ucapannya merupakan perkataan yang paling benar diantara semua orang.
Perangainya amat lembut dan paling ramah dalam pergaulan.

Barangsiapa yang melihatnya, pastilah akan menaruh hormat padanya.
Barangsiapa yang pernah berkumpul dengan Beliau tentulah ia akan mencintainya.
Yang menceritakan sifatnya, pastilah akan berkata;
" Belum pernah aku melihat sebelum dan sesudahnya orang yang seistimewa BELIAU SAW".

Anakku,
Sekelumit gambaran RASULULLAH SAW yang kita rindukan.
Kita yang hanya membaca dan mendengar riwayat BELIAU SAW,
hanya bisa berurai air mata menahan RINDU yang bersangatan.

Wahai ALLAH...,jumpakan kami , kumpulkan kami dengan KEKASIH MU yang kami RINDUI , yang kami IMPI IMPI, yang kami CINTAI.
Amiin...!
[dikutip dari HR. Imam at Tirmidzi ].



Solo, 21.10.10
abuaisyah.

Minggu, 13 Februari 2011

KETIKA MENAPAKI USIA 40 TAHUN


Jangan menunda berbuat kebaikan, karena tidak ada yg tahu umur kita kecuali ALLAH SWT

Umur 40 tahun adalah Usia yang matang bagi seseorang dalam berfikir dan bertindak oleh karena itu mudahlah dimengerti jika batas nasib seseorang ditentukan saat mencapai umur 40 tahun

Sebagai orang Islam akan mudah memahami hal ini karena , Allah sebagai pencipta manusia memberi perhatian khusus pada umur 40 tahun yaitu dalam Al-Quran Surat Al-Ahqaf yat ke 15

Imam Al Ghazali dalam kitabnya Ayyuhal Walad :
“Barangsiapa yang telah melampui usia 40 tahun , tak jua bertaubat, sedangkan kebaikannya tidak dapat mengalahkan kejahatannya, maka hendaklah dia mempersiapkan dirinya untuk masuk kedalam Neraka” Wallahu a'lam.

Bukankah tidak ada yang tahu pasti kapan umur kita ...
Boleh jadi ketika hendak bertaubat di usia 60, namun Allah telah memanggil pulang diusia 41 .. atau bahkan di usia 20 - 30 ... tidak ada yang mampu menjamin umur kita sampai besok.

Bertaubatlah saudaraku,
Sebelum ajal menjemput .. dan diri tak membawa bekal yang cukup untuk kehidupan yang abadi ..





Jadi sudah seharusnya  :

1. Berbuat lebih baik kepada kedua Orang tua, karena atas perjuangannya kita bisa menjadi seperti sekarang ini.

2.Mensyukuri nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita dengan banyak berbuat baik dan beramal saleh yg diridhoi oleh Allah SWT dan menambah amalan dalam beribadah.

3.Bertaubat dan berserah diri yang artinya tidak berbuat dosa dan maksiat serta berserah diri bahwa segala sesuatu datangnya dari Allah dan akan kembali lagi kepadaNya

Nasib Baik dan Buruk kita bukan tergantung pada orang lain tapi tergantung pada diri kita sendiri” Oleh karena itu bersegeralah untuk mengubah nasib kita baik di Dunia maupun di Akhirat .



Firman Allah dalam Surat. Aali-Imran ayat 133 :

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (QS. 3:133)





Ayesha Natasja

KEMURNIAN JIWA

KEHIDUPAN senantiasa diwarnai dengan cobaan. Orang yang memandang dengan mata HATI yang jernih dan bimbingan cahaya al-Qur’an akan bisa menyaksikan betapa hebat ujian dan cobaan yang datang dan pergi silih berganti. Fitnah datang bertubi-tubi. Sehingga hal itu membuat sebagian orang terhempas oleh ombak fitnah yang dia alami. Namun, di sisi lain ada pula orang yang tetap tegar menghadapi terpaan gelombang fitnah ini dengan taufik dari ALLAH سبحانا وتعاﱃ kepada dirinya. Inilah sunnatullah di jagad raya yang akan memisahkan barisan hamba-hamba yang berbahagia dengan hamba-hamba yang binasa.



ALLAH سبحانا وتعاﱃ berfirman di dalam kitab-NYA yang mulia,

“Sungguh berbahagia orang yang menyucikan jiwanya dan sungguh merugi orang yang justru mengotorinya.” (Asy Syams: 9-10)

ALLAH lah yang telah menciptakan jiwa dengan segenap tabiat dan perangainya. Dan ALLAH pula yang mengilhamkan kepadanya potensi untuk bertakwa dan potensi untuk berbuat dosa. Maka barang siapa yang memilih ketaatan kepada ALLAH dan Rasul-NYA صلیﷲ علیﻪ و سلم serta menjunjung tinggi hal itu di atas segala-galanya maka sungguh dia telah menyucikan jiwanya dan membersihkannya dari akhlak-akhlak yang rendah dan tercela. Dan orang yang menyucikan jiwanya itu berarti akan merasakan kebahagiaan hakiki di dunia dan di akhiratnya, semoga ALLAH memasukkan kita ke dalam golongan ini. Sebaliknya, barang siapa yang justru memperturutkan kemauan hawa nafsunya tanpa mematuhi rambu-rambu syariat yang ditetapkan oleh ALLAH yang Maha bijaksana, maka sesungguhnya dia telah mengotori jiwanya. Dan jelas sudah bagi kita bahwa orang yang mengotori jiwanya akan merasakan kerugian dan kesempitan hidup di dunia maupun akhiratnya.


Saudaraku, perjalanan hidup kita di dunia adalah singkat. Tidakkah kita ingat belasan atau beberapa puluh tahun yang silam kita masih kanak-kanak. Ketika itu kita masih asyik dengan permainan bersama teman sepergaulan. Ketika itu kita masih belum mengenal makna syahadat dengan benar. Ketika itu kita masih belum mengenal hakikat tauhid yang sesungguhnya. Yang kita mengerti ketika itu bahwa tauhid adalah mengakui bahwa ALLAH itu esa, titik. Demikian pula kita belum mengenal dakwah salaf dan para ulama yang telah menghabiskan umurnya, mencurahkan pikiran dan tenaganya demi memperjuangkan dakwah yang mulia ini. Kemudian setelah kita dewasa ALLAH berkenan mengaruniakan hidayah kepada kita untuk belajar tauhid dan mengenal seluk beluknya. Dan ALLAH juga membukakan kepada kita berbagai referensi ilmiah yang telah ditulis oleh para ulama dari masa ke masa. Akankah kita sia-siakan hidayah ini dengan menenggelamkan diri dalam kemaksiatan dan kerusakan akhlak? Akankah kita wujudkan rasa syukur ini dengan melakukan perbuatan yang dimurkai oleh-NYA?


Saudaraku, semua manusia pasti pernah berbuat salah. Akan tetapi yang menjadi persoalan sekarang adalah apakah kita sudah bertaubat dengan ikhlas dan sungguh-sungguh dari setiap dosa dan kesalahan kita. Itulah pertanyaan besar yang akan sangat sulit dijawab oleh orang yang sama sekali tidak mau mempedulikan kondisi HATInya. Adapun orang yang mendapatkan taufik dari ALLAH untuk berpikir dan merenungkan setiap aktivitas yang dia kerjakan, maka dia akan bisa merasakan bahwa sesungguhnya menundukkan hawa nafsu dan mewujudkan taubat yang sejati tidaklah seringan mengucapkannya dengan lisan. Terlebih lagi pada masa seperti sekarang ini, ketika berbagai fitnah laksana gelombang lautan yang datang menghempas silih berganti.


Oleh sebab itu, melalui tulisan yang singkat ini ada baiknya kita sedikit mengupas kiat (tips. rahsia) agar seorang hamba bisa memiliki jiwa yang tenang alias nafsul muthma’innah, bukan nafsu yang senantiasa menyesali diri (nafsul lawwamah) ataupun nafsu yang selalu mengajak kepada keburukan (nafsu ammarah bi suu’).


ALLAH سبحانا وتعاﱃ berfirman (maksudnya),

“Orang-orang yang HATInya merasa tentram karena mengingat ALLAH. Ketahuilah bahwa dengan mengingat ALLAH maka HATI akan menjadi tentram.” (Ar Ra’d: 28)

Seorang hamba akan memiliki jiwa yang tenang tatkala ia selalu berusaha mengingat ALLAH, baik dalam keadaan bersama orang ataupun sendiri, dalam posisi duduk, berdiri, ataupun berbaring. ALLAH سبحانا وتعاﱃ berfirman (maksudnya),

“Orang-orang yang selalu mengingat ALLAH dalam keadaan berdiri, duduk, maupun berbaring.” (Ali ‘Imran: 191)

ALLAH سبحانا وتعاﱃ memerintahkan pula agar kita selalu berzikir kepada-NYA dan tidak lalai dari mengingat-NYA. ALLAH سبحانا وتعاﱃ berfirman (maksudnya),

“Dan ingatlah Rabbmu di dalam HATImu dengan penuh perendahan diri, merasa takut, dan tanpa mengeraskan suara di waktu pagi ataupun di waktu sore. Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (Al A’raaf : 205)


Dengan berzikir kepada ALLAH maka HATI akan hidup. Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan, “Dzikir bagi HATI laksana air bagi ikan. Lalu apakah yang akan terjadi pada seekor ikan jika dipisahkan dari air?” (lihat Al Wabil Ash Shayyib).


Seorang hamba yang selalu mengingat ALLAH akankah ia terus menerus berbuat maksiat tanpa menyimpan perasaan menyesal dan tekad kuat untuk tidak mengulangi kemaksiatannya? Akankah dia merasa aman dari makar ALLAH? Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan,

“Orang mukmin mengerjakan berbagai ketaatan dalam keadaan takut, HATI yang bergetar, dan penuh kekhawatiran. Adapun orang yang fajir (pendosa) melakukan berbagai kemaksiatan dalam keadaan merasa aman.” (lihat Tafsir Ibnu Katsir terhadap Al A’raaf ayat 99)

ALLAH سبحانا وتعاﱃ berfirman (maksudnya),

“Apakah mereka merasa aman dari makar ALLAH, tidak ada yang merasa aman dari makar ALLAH selain orang-orang yang merugi.” (Al A’raaf : 99)

Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma menceritakan bahwa Rasulullah صلیﷲ علیﻪ و سلمpernah ditanya tentang dosa-dosa besar? Maka beliau menjawab,

“Mempersekutukan ALLAH, berputus asa dari rahmat ALLAH, dan merasa aman dari makar ALLAH.” (HR. Al Bazzar dalam Musnad [106], dihasankan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ [4479])

Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh hafizahullah menjelaskan,

“Perasaan aman dari makar ALLAH itu berasal dari ketiadaan rasa takut dan meninggalkan ibadah khauf. Ibadah khauf adalah ibadah HATI. Rasa takut ini, yaitu khauf ibadah, muncul karena pengagungan terhadap ALLAH jalla jalaluhu. Apabila rasa takut ini telah bersemayam dalam HATI seorang hamba, maka hamba itu akan berusaha untuk melakukan hal-hal yang diridhai-NYA serta menjauhkan diri dari melakukan hal-hal yang dilarang ALLAH. Dia akan mengagungkan ALLAH jalla wa ‘ala dengan melakukan hal-hal yang akan mendekatkan diri kepada-NYA dalam bentuk rasa takut di dalam dirinya…” (Kifayatul Mustazid bi Syarhi Kitab At Tauhid, hal. 188)

Rasulullah صلیﷲ علیﻪ و سلمbersabda,

“Apabila engkau melihat ALLAH memberikan kesenangan dunia kepada seorang hamba padahal dia sedang bergelimang dengan kemaksiatan, sesungguhnya itulah sebenarnya istidraj.” (HR. Ahmad, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abi Hatim)

Isma’il bin Rafi’ mengatakan,

“Termasuk merasa aman dari makar ALLAH adalah apabila seorang hamba terus menerus melakukan perbuatan dosa dan dia berangan-angan untuk mendapatkan ampunan dari ALLAH.” (lihat Fathul Majid, hal. 347)


ALLAH سبحانا وتعاﱃ berfirman (maksudnya),

“ALLAH yang melihat kalian ketika berdiri untuk sholat serta menyaksikan perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.” (Asy Syu’ara: 218-219)

ALLAH سبحانا وتعاﱃ juga berfirman (maksudnya),

“Dan Dia bersama kalian di mana saja kalian berada.” (Al Hadid: 4)

ALLAH سبحانا وتعاﱃ juga berfirman (maksudnya),

“Sesungguhnya ALLAH, tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi-NYA baik yang ada di bumi ataupun yang ada di langit.” (Ali ‘Imran: 5)

ALLAH سبحانا وتعاﱃ juga berfirman (maksudnya),

“Sesungguhnya Rabbmu benar-benar mengawasi.” (Al Fajr: 14)

ALLAH سبحانا وتعاﱃ juga berfirman (maksudnya),

“ALLAH mengetahui pandangan mata khianat serta apa yang tersembunyi di dalam dada.” (Ghafir : 19)



Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

“Ketahuilah, sesungguhnya KECINTAAN yang paling berguna secara mutlak, CINTA yang paling wajib, CINTA paling tinggi dan paling mulia adalah MENCINTAI sesuatu yang menjadikan HATI tunduk MENCINTAI-NYA; yaitu sesuatu yang menciptakan seluruh makhluk demi beribadah kepada-NYA. Dengan dasar CINTA inilah langit dan bumi tegak. Di atas tujuan inilah seluruh makhluk diciptakan. Inilah rahasia kalimat syahadat la ilaha illallah. Karena makna ilah adalah sesuatu yang menjadi dipuja oleh HATI dengan rasa CINTA, pemuliaan, pengagungan, perendahan diri dan ketundukan. Sedangkan ketundukan dan peribadatan tidak boleh ditujukan kecuali kepada-NYA semata. Hakikat ibadah itu adalah kesempurnaan rasa CINTA yang diiringi dengan ketundukan serta perendahan diri yang sempurna. Kesyirikan dalam hal ibadah jenis ini merupakan tindakan zalim yang paling zalim yang tidak akan diberikan ampun oleh ALLAH. ALLAH سبحانا وتعاﱃ DICINTAI karena kemuliaan diri-NYA sendiri yang sempurna dari seluruh sisi. Adapun selain ALLAH, maka ia DICINTAI apabila bersesuaian dengan KECINTAAN kepada-NYA.”

Beliau melanjutkan,

“Kewajiban untuk MENCINTAI ALLAH Yang Maha Suci ditunjukkan oleh seluruh kitab yang diturunkan, dibuktikan pula oleh dakwah semua Rasul-NYA dan juga fitrah yang telah dikaruniakan ALLAH kepada diri hamba-hamba-NYA, selaras dengan akal sehat yang diberikan kepada mereka, sesuai dengan hikmah penganugerahan nikmat kepada mereka. Karena sesungguhnya HATI-HATI manusia tercipta dalam keadaan MENCINTAI sosok (bentuk, peribadi) yang telah menganugerahkan kenikmatan dan berbuat baik kepadanya. Lantas bagaimana lagi rasa CINTA terhadap sosok yang menjadi sumber segala kebaikan yang ada ? Segala macam nikmat yang ada pada makhluk-NYA maka itu semua berasal dari ALLAH سبحانا وتعاﱃ yang tidak ada sekutu bagi-NYA, sebagaimana ditegaskan oleh ALLAH سبحانا وتعاﱃ dalam firman-NYA (maksudnya),


“Dan nikmat apapun yang ada pada kalian maka semuanya berasal dari ALLAH. Kemudian apabila kalian tertimpa musibah maka kepada-NYA lah kalian memulangkan urusan.” (An-Nahl: 53)


Nama-nama yang paling indah dan sifat-sifat maha tinggi yang diperkenalkan kepada hamba-hamba-NYA untuk menyingkap jati diri-NYA serta pengaruh-pengaruh yang timbul dari berbagai ciptaan-NYA maka itu semua merupakan bagian dari kesempurnaan, puncak kemuliaan dan keagungan-NYA.” (Ad-Daa’ wad Dawaa’, hal. 256)



Syaikhul Islam berkata,

“… sesungguhnya apabila HATI seseorang telah bisa merasakan manisnya penghambaan diri kepada ALLAH dan lazatnya MENCINTAI-NYA maka tidak akan ada sesuatu yang lebih disukainya daripada hal itu sampai-sampai dia pun lebih mengedepankan CINTAnya kepada ALLAH di atas apa saja. Dengan sebab itulah orang-orang yang benar-benar ikhlas beramal karena ALLAH bisa terbebas dari perbuatan jelek dan keji, sebagaimana difirmankan ALLAH سبحانا وتعاﱃ (maksudnya),


“Demikianlah, Kami palingkan darinya (Nabi Yusuf) perbuatan yang jelek dan keji. Sesungguhnya dia adalah termasuk hamba Kami yang terpilih (ikhlas).” (Yusuf: 24)

Kemudian beliau melanjutkan,

“Karena sesungguhnya orang yang mukhlis lillaah bisa merasakan manisnya penghambaan dirinya kepada ALLAH sehingga bisa membentengi dirinya dari penghambaan kepada selain ALLAH. Demikian pula, dia telah merasakan manisnya CINTA kepada ALLAH sehingga mampu membentenginya dari KECINTAAN kepada selain-NYA. Hal itu dikarenakan HATI yang sehat dan selamat tidak akan bisa merasakan sesuatu yang lebih lazat, lebih menyenangkan, lebih menggembirakan dan lebih nikmat daripada manisnya iman yang menyimpan sikap penghambaan diri, KECINTAAN dan ketaatan menjalankan agama hanya kepada ALLAH. Dan itu semua menuntut ketertarikan HATI yang begitu dalam kepada ALLAH. Sehingga HATInya akan menjadi senantiasa kembali taat dan mengingat ALLAH, merasa takut hukuman-NYA, berharap dan cemas karena-NYA. Sebagaimana yang dijelaskan oleh ALLAH سبحانا وتعاﱃ dalam firman-NYA (maksudnya),


“Yaitu barang siapa yang merasa takut kepada Ar-Rahman dalam keadaan dia tidak melihat-NYA dan menghadap ALLAH dengan HATI yang kembali taat.” (Qaaf: 33)


Karena seorang PENCINTA tentu akan merasa khawatir apa yang dicarinya menjadi sirna atau apa yang ditakutkannya benar-benar terjadi. Oleh sebab itu tidaklah seseorang menjadi hamba ALLAH yang sejati kecuali dirinya berada dalam keadaan takut serta berharap-harap. Hal itu sebagaimana yang difirmankan ALLAH سبحانا وتعاﱃ (maksudnya),

“Sesembahan-sesembahan yang diseru selain ALLAH itu adalah justru beramal demi mencari kedekatan diri kepada ALLAH siapakah diantara mereka yang bisa menjadi paling dekat kepada-NYA, mereka mengharap rahmat-NYA dan khawatir tertimpa azab-NYA. Sesungguhnya azab Rabbmu harus ditakuti dan diwaspadai.” (Al-Israa’: 57) …” (Al-’Ubudiyah, hal. 108)



Ibnul Qayyim berkata,

“Kelazatan sesuatu mengikuti rasa CINTA terhadapnya. Kelazatan itu akan semakin menguat seiring dengan menguatnya rasa CINTA dan akan melemah pula sering dengan melemahnya rasa CINTA. Setiap kali keinginan dan kerinduan kepada sosok yang DICINTAI semakin menguat maka kelazatan yang dirasakan ketika menemuinya juga akan terasa semakin sempurna. CINTA dan kerinduannya kepada ALLAH itu tergantung pada ma’rifah dan ilmu yang dimilikinya. Setiap kali ilmunya tentang ALLAH bertambah sempurna maka KECINTAAN kepada-NYA pun semakin bertambah sempurna. Apabila kenikmatan yang sempurna di akhirat dan kelazatan yang tiada tara itu berporos pada ilmu dan KECINTAAN maka barang siapa yang lebih dalam keimanan dan pengetahuannya kepada ALLAH, kepada nama-nama dan sifat-sifat-NYA serta lebih dalam mengenal agama-NYA maka dia akan semakin MENCINTAI ALLAH. Demikian juga kelazatan yang dirasakannya ketika bertemu, bercengkerama dengan-NYA, memandang wajah-NYA serta mendengarkan ucapan-NYA pun akan semakin bertambah sempurna berbanding lurus dengan ilmu dan KECINTAANnya kepada ALLAH. Dan segala macam kelazatan, kenikmatan, kegembiraan, kesenangan yang ada di dunia ini apabila dibandingkan dengan hal itu maka ia laksana setetes embun di tengah-tengah samudra.

Maka bagaimana mungkin orang yang masih memiliki akal lebih mengutamakan suatu kelazatan yang sedikit dan amat terbatas bahkan tercampuri dengan berbagai dampak yang menyakitkan di atas kelazatan nan agung dan kekal abadi ? Tingkat kesempurnaan seorang hamba tergantung pada dua kekuatan ini : ilmu dan KECINTAAN. Ilmu yang paling utama adalah ilmu tentang ALLAH. CINTA tertinggi adalah CINTA kepada-NYA. Sedangkan sempurnanya kelazatan yang akan dirasakan olehnya bergantung pada kuat-lemahnya dua hal itu, wallaahul musta’aan.” (Ad-Daa’ wad-Dawaa’, hal. 52)


Semoga ALLAH memasukkan kita ke dalam golongan hamba-hamba-NYA yang memiliki nafsul muthma’innah. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘al aalihi wa shahibihi wa sallam, walhamdulillahi rabbil ‘alamin.



Abu Mushlih Ari Wahyudi
Shared By Bicara Hidayah


“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat (memuji dan berdoa) ke atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman bersalawatlah kamu ke atasnya serta ucapkanlah salam dengan penghormatan. “[Al-Ahzab: 56]

LURUSKANLAH NIAT KITA, MAKA SETIAP GERAK KEHIDUPAN AKAN BERNILAI IBADAH


LURUSKANLAH NIAT dan MOTIVASIMU ...Niscaya seluruh hidupmu akan menjadi IBADAH bagimu ( Yusuf Al Qardawi)


Sahabat ... dalam gerak aktivitas kehidupan kita bila seluruhnya kita niatkan IKHLAS mencari KERIDHAAN ALLAH , baik itu bekerja , menuntut ilmu, menikah & berkeluarga , mengerjakan pekerjaan rumah tangga, aktivitas sosial di masyarakat bahkan beristirahat pun kita niatkan untuk menjaga nikmat2 Allah ... Insya Allah semua akan bernilai pahala dan menjadi amal ibadah bagi kita di hadapanNYA ,,, amin.

MASA MUDA, WAKTU UTAMA BERAMAL SHOLEH

WAKTU muda, kata sebagian orang adalah waktu untuk hidup foya-foya, masa untuk bersenang-senang. Sebagian mereka mengatakan, “Kecil dimanja, muda foya-foya, tua kaya raya, dan mati masuk surga.” Inilah guyonan (Eng: joke, object of fun ) sebagian PEMUDA. Bagaimana mungkin waktu muda foya-foya, tanpa amalan sholeh, lalu mati bisa masuk surga[?] Sungguh hal ini dapat kita katakan sangatlah mustahil. Untuk masuk surga pastilah ada sebab dan tidak mungkin hanya dengan foya-foya seperti itu. Semoga melalui risalah ini dapat membuat para PEMUDA sadar, sehingga mereka dapat memanfaatkan waktu mudanya dengan sebaik-baiknya. Hanya pada ALLAH-lah tempat kami bersandar dan berserah diri.



WAHAI PEMUDA, HIDUP DI DUNIA HANYALAH SEMENTARA


Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah menasehati seorang sahabat yang tatkala itu berusia muda (berumur sekitar 12 tahun) yaitu Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma. (Syarh Al Arba’in An Nawawiyah Syaikh Sholeh Alu Syaikh, 294). Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang pundaknya lalu bersabda,

“Hiduplah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara.” (HR Bukhari no. 6416)

Lihatlah nasehat yang sangat bagus sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada sahabat yang masih berusia belia. Ath Thibiy mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memisalkan orang yang hidup di dunia ini dengan orang asing (al ghorib) yang tidak memiliki tempat berbaring dan tempat tinggal. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan lebih lagi yaitu memisalkan dengan pengembara. Orang asing dapat tinggal di negeri asing. Hal ini berbeda dengan seorang pengembara yang bermaksud menuju negeri yang jauh, di kanan kirinya terdapat lembah-lembah, akan ditemui tempat yang membinasakan, dia akan melewati padang pasir yang menyengsarakan dan juga terdapat perampok (perompak). Orang seperti ini tidaklah tinggal kecuali hanya sebentar sekali, sekejap mata.” (Dinukil dari Fathul Bariy, 18/224)


Negeri asing dan tempat pengembaraan yang dimaksudkan dalam hadits (hadith) ini adalah dunia dan negeri tujuannya adalah akhirat. Jadi, hadits ini mengingatkan kita dengan kematian sehingga kita jangan berpanjang angan-angan. Hadits ini juga mengingatkan kita supaya mempersiapkan diri untuk negeri akhirat dengan amal sholeh. (Lihat Fathul Qowil Matin)


Dalam hadits lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Apa peduliku dengan dunia?! Tidaklah aku tinggal di dunia melainkan seperti musafir yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu musafir tersebut meninggalkannya.” (HR. Tirmidzi no. 2551. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi)


‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu juga memberi petuah kepada kita,

“Dunia itu akan pergi menjauh. Sedangkan akhirat akan mendekat. Dunia dan akhirat tesebut memiliki anak. Jadilah anak-anak akhirat dan janganlah kalian menjadi anak dunia. Hari ini (di dunia) adalah hari beramal dan bukanlah hari perhitungan (hisab), sedangkan besok (di akhirat) adalah hari perhitungan (hisab) dan bukanlah hari beramal.” (HR. Bukhari secara mu’allaq –tanpa sanad)



MANFAATKANLAH WAKTU MUDA, SEBELUM DATANG WAKTU TUAMU


Lakukanlah lima hal sebelum terwujud lima hal yang lain. Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara:

[1] Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu,

[2] Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu,

[3] Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu,

[4] Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu,

[5] Hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, dikatakan oleh Adz Dzahabiy dalam At Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shogir)

* Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, maksudnya: “Lakukanlah ketaatan ketika dalam kondisi kuat untuk beramal (yaitu di waktu muda), sebelum datang masa tua renta (Eng: worn-out).”

* Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, maksudnya: “Beramallah di waktu sehat, sebelum datang waktu yang menghalangi untuk beramal seperti di waktu sakit.”

* Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, maksudnya: “Manfaatklah kesempatan (waktu luangmu) di dunia ini sebelum datang waktu sibukmu di akhirat nanti. Dan awal kehidupan akhirat adalah di alam kubur.”

* Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, maksudnya: ”Bersedekahlah dengan kelebihan hartamu sebelum datang bencana yang dapat merusak harta tersebut, sehingga akhirnya engkau menjadi fakir di dunia maupun akhirat.”

* Hidupmu sebelum datang kematianmu, maksudnya: “Lakukanlah sesuatu yang manfaat untuk kehidupan sesudah matimu, karena siapa pun yang mati, maka akan terputus amalannya.”

Al Munawi mengatakan,

“Lima hal ini (waktu muda, masa sehat masa luang, masa kaya dan waktu ketika hidup) barulah seseorang betul-betul mengetahui nilainya setelah kelima hal tersebut hilang.” (At Taisir Bi Syarh Al Jami’ Ash Shogir, 1/356)

Benarlah kata Al Munawi. Seseorang baru ingat kalau dia diberi nikmat sehat, ketika dia merasakan sakit. Dia baru ingat diberi kekayaan, setelah jatuh miskin. Dan dia baru ingat memiliki waktu semangat untuk beramal di masa muda, setelah dia nanti berada di usia senja yang sulit beramal. Penyesalan tidak ada gunanya jika seseorang hanya melewati masa tersebut dengan sia-sia.




ORANG YANG BERAMAL DI WAKTU MUDA AKAN BERMANFAAT UNTUK WAKTU TUA-NYA


>Dalam surat At Tiin, ALLAH telah bersumpah dengan tiga tempat diutusnya para Nabi ‘Ulul Azmi yaitu:

[1] Baitul Maqdis yang terdapat buah tin dan zaitun – tempat diutusnya Nabi ‘Isa ‘alaihis salam,

[2] Bukit Sinai yaitu tempat ALLAH berbicara langsung dengan Nabi Musa ‘alaihis salam,

[3] Negeri Mekah yang aman, tempat diutus Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.



Setelah bersumpah dengan tiga tempat tersebut, ALLAH Ta’ala pun berfirman,

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” (At Tiin [95] : 4-6)

Maksud ayat “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” ada empat pendapat. Di antara pendapat tersebut adala:

* “Kami telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya sebagaimana di waktu muda yaitu masa kuat dan semangat untuk beramal.” Pendapat ini dipilh oleh ‘Ikrimah.

* “Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya.” Menurut Ibnu ‘Abbas, ‘Ikrimah, Ibrahim dan Qotadah, juga Adh Dhohak, yang dimaksudkan dengan bagian ayat ini adalah “dikembalikan ke masa tua renta setelah berada di usia muda, atau dikembalikan di masa-masa tidak semangat untuk beramal setelah sebelumnya berada di masa semangat untuk beramal.” Masa tua adalah masa tidak semangat untuk beramal.

Seseorang akan melewati masa kecil, masa muda, dan masa tua. Masa kecil dan masa tua adalah masa sulit untuk beramal, berbeda dengan masa muda.



An Nakho’i mengatakan,

“Jika seorang mukmin berada di usia senja dan pada saat itu sangat sulit untuk beramal, maka akan dicatat untuknya pahala sebagaimana amal yang dulu dilakukan pada saat muda. Inilah yang dimaksudkan dengan firman ALLAH (yang artinya): bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.”

Ibnu Qutaibah mengatakan,

“Makna firman ALLAH (yang artinya), “Kecuali orang-orang yang beriman” adalah kecuali orang-orang yang beriman di waktu mudanya, di saat kondisi fit (semangat) untuk beramal, maka mereka di waktu tuanya nanti tidaklah berkurang amalan mereka, walaupun mereka tidak mampu melakukan amalan ketaatan di saat usia senja.


Karena ALLAH Ta’ala Maha Mengetahui, seandainya mereka masih diberi kekuatan beramal sebagaimana waktu mudanya, mereka tidak akan berhenti untuk beramal kebaikan. Maka orang yang gemar beramal di waktu mudanya, (di saat tua renta), dia akan diberi ganjaran sebagaimana di waktu mudanya.” (Lihat Zaadul Maysir, 9/172-174)

Begitu juga kita dapat melihat pada surat Ar Ruum ayat 54.

“ALLAH, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (Ar Ruum: 54)

Ibnu Katsir mengatakan,

“(Dalam ayat ini), ALLAH Ta’ala menceritakan mengenai fase (fasa) kehidupan, tahap demi tahap. Awalnya adalah dari tanah, lalu berpindah ke fase nutfah, beralih ke fase ‘alaqoh (segumpal darah), lalu ke fase mudh-goh (segumpal daging), lalu berubah menjadi tulang yang dibalut daging. Setelah itu ditiupkanlah ruh, kemudian dia keluar dari perut ibunya dalam keadaan lemah, kecil dan tidak begitu kuat. Kemudian si mungil (comel) tadi berkembang perlahan-lahan hingga menjadi seorang bocah kecil. Lalu berkembang lagi menjadi seorang PEMUDA, remaja. Inilah fase kekuatan setelah sebelumnya berada dalam keadaan lemah. Lalu setelah itu, dia menginjak fase dewasa (usia 30-50 tahun). Setelah itu dia akan melewati fase usia senja, dalam keadaan penuh uban. Inilah fase lemah setelah sebelumnya berada pada fase kuat. Pada fase inilah berkurangnya semangat dan kekuatan. Juga pada fase ini berkurang sifat lahiriyah maupun batin. Oleh karena itu, ALLAH Ta’ala berfirman (yang artinya), “kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban”.” (Tafsir Al Qur’an Al Azhim pada surat Ar Ruum ayat 54)

Jadi, usia muda adalah masa fit (semangat) untuk beramal. Oleh karena itu, manfaatkanlah dengan sebaik-baiknya. Janganlah disia-siakan.



JIKA ENGKAU MASIH BERADA DI USIA MUDA,

MAKA JANGANLAH KATAKAN: JIKA BERUSIA TUA, BARU AKU AKAN BERAMAL



Daud Ath Tho’i mengatakan,

"Sesungguhnya malam dan siang adalah tempat persinggahan manusia sampai dia berada pada akhir perjalanannya. Jika engkau mampu menyediakan bekal di setiap tempat persinggahanmu, maka lakukanlah. Berakhirnya safar boleh jadi dalam waktu dekat. Namun, perkara akhirat lebih segera daripada itu. Persiapkanlah perjalananmu (menuju negeri akhirat). Lakukanlah apa yang ingin kau lakukan. Tetapi ingat, kematian itu datangnya tiba-tiba." (Kam Madho Min ‘Umrika?, Syaikh Abdurrahman As Suhaim)

Semoga maksud kami dalam tulisan ini sama dengan perkataan Nabi Syu’aib,

“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) ALLAH. Hanya kepada ALLAH aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (Hud [11] : 88)

Semoga ALLAH memperbaiki keadaan segenap PEMUDA yang membaca risalah ini. Semoga ALLAH memberi taufik dan hidayah kepada mereka ke jalan yang lurus.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala wa alihi wa shohbihi wa sallam.





Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

UPAYA MENGHIDUPKAN QALBU

KALAU ada satu keberuntungan bagi manusia dibanding dengan hewan (haiwan), maka itu adalah bahwa manusia memiliki kesempatan untuk ma’rifat (kesanggupan mengenal Allah). Kesanggupan ini dikaruniakan Allah karena manusia memiliki akal dan yang terutama sekali HATI nurani. Inilah karunia Allah yang sangat besar bagi manusia.

Orang-orang yang HATInya benar-benar berfungsi akan berhasil mengenali dirinya dan pada akhirnya akan berhasil pula mengenali Tuhannya. Tidak ada kekayaan termahal dalam hidup ini, kecuali keberhasilan mengenali diri dan Tuhannya.

Karenanya, siapapun yang tidak bersungguh-sungguh menghidupkan HATI nuraninya, dia akan jahil, akan bodoh, baik dalam mengenal dirinya sendiri, lebih-lebih lagi dalam mengenal Allah Azza wa Jalla, Zat yang telah menyempurnakan kejadiannya dan pula mengurus tubuhnya lebih daripada apa yang bisa ia lakukan terhadap dirinya sendiri.

Orang-orang yang sepanjang hidupnya tidak pernah mampu mengenal dirinya dengan baik, tidak akan tahu harus bagaimana menyikapi hidup ini, tidak akan tahu indahnya hidup. Demikian pun, karena tidak mengenal Tuhannya, maka hampir dapat dipastikan kalau yang dikenalnya hanyalah dunia ini saja, dan itu pun sebagian kecil belaka.

Akibatnya, semua kalkulasi perbuatannya, tidak bisa tidak, hanya diukur oleh aksesoris keduniaan belaka. Dia menghargai orang semata-mata karena orang tersebut tinggi pangkat, jabatan, dan kedudukannya, ataupun banyak hartanya. Demikian pula dirinya sendiri merasa berharga di mata orang, itu karena ia merasa memiliki kelebihan duniawi dibandingkan dengan orang lain. Adapun dalam perkara harta, gelar(an), pangkat, dan kedudukan itu sendiri, ia tidak akan mempedulikan dari mana datangnya dan kemana perginya karena yang penting baginya adalah ada dan tiadanya.

Sebagian besar orang ternyata tidak mempunyai cukup waktu dan kesungguhan untuk bisa mengenali HATI nuraninya sendiri. Akibatnya, menjadi tidak sadar, apa yang harus dilakukan di dalam kehidupan dunia yang serba singkat ini. Sayang sekali, HATI nurani itu - berbeda dengan dunia - tidak bisa dilihat dan diraba. Kendatipun demikian, kita hendaknya sadar bahwa HATIlah pusat segala kesejukan dan keindahan dalam hidup ini.

Seorang ibu yang tengah mengandung ternyata mampu menjalani hari-harinya dengan sabar, padahal jelas secara duniawi tidak menguntungkan apapun. Yang ada malah berat melangkah, sakit, lelah, mual. Walaupun demikian, semua itu toh tidak membuat sang ibu berbuat aniaya terhadap jabang bayi yang dikandungnya.

Datang saatnya melahirkan, apa yang bisa dirasakan seorang ibu, selain rasa sakit yang tak terperikan. Tubuh terluka, darah bersimbah, bahkan tak jarang berjuang diujung maut. Ketika jabang bayi berhasil terlahir ke dunia, subhanallaah, sang ibu malah tersenyum bahagia.

Sang bayi yang masih merah itu pun dimomong (dijaga, pelihara, Eng: Look after) siang malam dengan sepenuh kasih sayang. Padahal tangisnya di tengah malam buta membuat sang ibu terkurangkan jatah (membahagi masa) istirahatnya. Siang malam dengan sabar ia mengganti popok (Eng: diaper) yang sebentar-sebentar basah dan sebentar-sebentar belepotan (Calit, lumur, Eng: smeared) kotoran bayi. Cucian pun tambah menggunung karena tak jarang pakaian sang ibu harus sering diganti karena terkena pipis (kencing kanak2) si jantung HATI. Akan tetapi, Masya Allah, semua beban derita itu toh tidak membuat ia berlaku kasar atau mencampakkan sang bayi.

Ketika tiba saatnya si buah HATI belajar berjalan, ibu pun dengan seksama membimbing dan menjaganya. HATInya selalu cemas jangan-jangan si mungil (eng: cute) yang tampak kian hari semakin lucu itu terjatuh atau menginjak (jijak) duri. Saatnya si anak harus masuk sekolah, tak kurang-kurangnya menjadi beban orang tua. Demikian pula ketika memasuki dunia remaja, mulai tampak kenakalannya, mulai sering membuat kesal orang tua. Sungguh menjadi beban batin yang tidak ringan.

Pendek kata, sewaktu kecil menjadi beban, sudah besar pun tak kurang menyusahkan. Begitu panjang rentang (jengkal, jarak) waktu yang harus dijalani orang tua dalam menanggung segala beban, namun begitu sedikit balas jasa anak. Bahkan tak jarang sang anak malah membuat durhaka, menelantarkan, dan mencampakkan kedua orang tuanya begitu saja manakala tiba saatnya mereka tua renta (tak berupaya, worn-out).

Mengapa orang tua bisa sedemikian tahan untuk terus menerus berkorban bagi anak-anaknya? Karena, keduanya mempunyai HATI nurani, yang dari dalamnya terpancar kasih sayang yang tulus suci. Walaupun tidak ada imbalan langsung dari anak-anaknya, namun nurani yang memiliki kasih sayang inilah yang memuatnya tahan terhadap segala kesulitan dan penderitaan. Bahkan sesuatu yang menyengsarakan pun terasa tidak menjadi beban.

Oleh karena itu, beruntunglah orang yang ditakdirkan memiliki kekayaan berupa harta yang banyak, akan tetapi yang harus selalu kita jaga dan rawat sesungguhnya adalah kekayaan batin kita berupa HATI nurani ini. HATI nurani yang penuh cahaya kebenaran akan membuat pemiliknya merasakan indah dan lazatnya hidup ini karena selalu akan merasakan kedekatan dengan Allah Azza wa Jalla. Sebaliknya, waspadalah bila cahaya HATI nurani menjadi redup. Karena, tidak bisa tidak, akan membuat pemiliknya selalu merasakan kesengsaraan lahir batin lantaran senantiasa merasa terjauhkan dari rahmat dan pertolongan-Nya.

Allah Maha tahu akan segala lintasan HATI. Dia menciptakan manusia beserta segala isinya ini dari unsur tanah; dan itu berarti senyawa dengan tubuh kita karena sama-sama terbuat dari tanah. Karenanya, untuk memenuhi kebutuhan kita tidaklah cukup dengan berdzikir, tetapi harus dipenuhi dengan aneka perangkat dan makanan, yang ternyata sumbernya dari tanah pula.

Bila perut terasa lapar, maka kita santap aneka makanan, yang sumbernya ternyata dari tanah. Bila tubuh kedinginan, kita pun mengenakan pakaian, yang bila ditelusuri, ternyata unsur-unsurnya terbuat dari tanah. Demikian pun bila suatu ketika tubuh kita menderita sakit, maka dicarilah obat-obatan, yang juga diolah dari komponen-komponen yang berasal dari tanah pula. Pendek kata, untuk segala keperluan tubuh, kita mencarikan jawabannya dari tanah.

Akan tetapi, QALBU ini ternyata tidak senyawa dengan unsur-unsur tanah, sehingga hanya akan terpuaskan laparnya, dahaganya, sakitnya, serta kebersihannya semata-mata dengan mengingat Allah.

:::: "Alaa bizikrillaahi tathmainul quluub." (QS. Ar Rad [13] : 28). Camkan, HATImu hanya akan menjadi tentram jikalau engkau selalu ingat kepada Allah!”

Kita akan banyak mempunyai banyak kebutuhan untuk fisik kita, tetapi kita pun memiliki kebutuhan untuk QALBU kita. Karenanya, marilah kita mengarungi dunia ini sambil memenuhi kebutuhan fisik dengan unsur duniawi, tetapi QALBU atau HATI nurani kita tetap tertambat kepada Zat Pemilik dunia. Dengan kata lain, tubuh sibuk dengan urusan dunia, tetapi HATI harus sibuk dengan Allah yang memiliki dunia. Inilah sebenarnya yang paling harus kita lakukan.

Sekali kIta salah dalam mengelola HATI – tubuh dan HATI sama-sama sibuk dengan urusan dunia – kita pun akan stress jadinya. Hari-hari pun akan senantiasa diliputi kecemasan. Kita akan takut ada yang menghalangi, takut tidak kebagian, takut terjegal (Eng: stop, intercept, keep an opponent from winning), dan seterusnya. Ini semua diakibatkan oleh sibuknya seluruh jasmani dan rohani kita dengan urusan dunia semata.

Inilah sebenarnya yang sangat potensial membuat redupnya HATI nurani. Kita sangat perlu meningkatkan kewaspadaan agar jangan sampai mengalami musibah semacam ini.

Bagaimana caranya agar kita mampu senantiasa membuat HATI nurani ini tetap bercahaya? Secara umum solusinya adalah sebagaimana yang diungkapkan di atas : kita harus senantiasa berjuang sekuat-kuatnya agar HATI ini jangan sampai terlalaikan dari mengingat Allah. Mulailah dengan mengenali apa yang ada pada diri kita, lalu kenali apa arti hidup ini. Dan semua ini bergantung kecermatan kepada ilmu. Kemudian gigihlah untuk melatih diri mengamalkan sekecil apapun ilmu yang dimiliki dengan ikhlas. Jangan lupa untuk selalu memilih lingkungan orang yang baik, orang-orang yang shalih. Mudah-mudahan ikhtiar ini menjadi jalan bagi kita untuk dapat lebih mengenal Allah, Zat yang telah menciptakan dan mengurus kita. Dialah satu-satunya Zat Maha Pembolak-balik HATI, yang sama sekali tidak sesulit bagi-Nya untuk membalikan HATI yang redup dan kusam menjadi terang benderang dengan cahaya-Nya. Wallahu’alam.

Oleh: KH. Abdullah Gymnastiar

HANYA ALLAH SAJA TUJUANKU.



anakku,
berbisik bisiklah engkau dengan RABB..,
DIA sangatlah dekat dengan mu.

berbisiklah dengan manja..,
penuh kehangatan jiwa.

sandarkan lah jiwamu penuh mesra..,
di haribaan RABB .

ungkapkan RASA CINTA dan RINDU...,
di kelembutan pinta KEKASIH SEJATI ...

DIA lah MAHA PELINDUNG dalam hidupmu..,
jangan palingkan hatimu.

DIA MAHA pencemburu..,
maka DIA ciptakan hanya satu QOLBU di dada mu.

Cukuplah ALLAH saja.
Cukuplah dia saja dalam hatimu.

Cukuplah DIA saja labuhan CINTA mu.
HAsbiyallah yang di RINDU.

subhanallah...!

Hanya ALLAH saja tujuanku.
Wahai ALLAH AKU RINDU..amiin


abuaisyah, 12.06,10.
bekasi.

KADAR CINTA.


anakku,

Kadar CINTA kepada ALLAH SWT....,
SEDALAM apa tenggelam di samudera KALAM NYA [Al Qur'an] YANG MULIA.

kadar CINTA kepada NYA...,
SEJAUH mana diri hanyut di arus kekhusyukan saat JUMPA dalam SHOLAT

kadar CINTA kepada NYA....,
SELUAS apa hamparan lautan NIKMAT DZIKIR dilayari saat khalwat.

tak terkesan dengan apa yang pergi
tak terganggu dengan apa yang disekeliling.

tak tergoda dengan apa yang datang.
tak terpesona dengan apa yang tampak

tak harap dengan apa yang samar.
tak sedih dengan apa yang luput.
Qolbu sibuk bersama NYA.
SubhanAllah walhamdulillah walaillahailAllah Allahuakbar..



bekasi 21.04,2010
abuaisyah

NIKMATNYA MENUTUP AURAT

Nikmatnya Menutup Aurat, Demi menjalankan yang wajib
Sehingga.....
Aku ingin menjadi wanita shalehah
Aku ingin ta'at menjalankan perintahnya untuk mencapai ridho Allah semata
Aku ingin mewujudkan rasa syukur atas nikmat yang tak terhingga


Nikmatnya Menutup Aurat, Demi memuliakannya
Sehingga.....
Selalu ingin memperlihatkan keindahan dan kecantikan dari dalam
Selalu ingin lebih dekat dan rindu bertemu dengannya
Selalu takut kapan ajal menjemput


Nikmatnya Menutup Aurat, Demi meninggikan derajat
Sehingga....
Dapat menundukkan pandangan hingga Allah memasukkan cahaya kedalam hati.
Dapat merubah pandangan tidak menjadi maksiat
Dapat menutup jalannya setan yang mudah menyalakan api syahwat


Nikmatnya Menutup Aurat, Demi menapak jalan ke surga
Sehingga.....
Menjadikan tubuhku dilindungi pakaian taqwa
Menjadikan malu sebagai perhiasan jiwaku
Menjadikan ketakutan akan azab panasnya api neraka


Nikmatnya Menutup Aurat, Demi meninggikan izzah(kemuliaan) diri sebagai muslimah
Sehingga...
Lebih terhormat dengan tidak mengumbar aurat
Lebih merasa aman dari berbagai gangguan fitnah
Lebih membuat khusyu dan bersahaja


Nikmatnya Menutup Aurat
"Aku Ingin Selalu Dapat Menjadikan Lebih Baik"
amin.



Endah Parvaty

TIPS BERSABAR

SABAR KETIKA DISAKITI ORANG LAIN

TERDAPAT beberapa faktor yang... dapat membantu seorang hamba untuk dapat melaksanakan kesabaran jenis kedua (yaitu bersabar ketika disakiti orang lain, ed). [Di antaranya adalah sebagai berikut:]

PERTAMA

Hendaknya dia mengakui bahwa ALLAH سبحانا وتعاﱃ adalah Zat yang menciptakan segala perbuatan hamba, baik itu gerakan, diam dan keinginannya. Maka segala sesuatu yang dikehendaki ALLAH untuk terjadi, pasti akan terjadi. Dan segala sesuatu yang tidak dikehendaki ALLAH untuk terjadi, maka pasti tidak akan terjadi. Sehingga, tidak ada satupun benda meski seberat dzarrah (semut kecil, ed) yang bergerak di alam ini melainkan dengan izin dan kehendak ALLAH. Oleh karenanya, hamba adalah ‘alat’. Lihatlah kepada Zat yang menjadikan pihak lain menzalimimu dan janganlah anda melihat tindakannya terhadapmu. (Apabila anda melakukan hal itu), maka anda akan terbebas dari segala kedongkolan dan kegelisahan.


KEDUA

Hendaknya seorang mengakui akan segala dosa yang telah diperbuatnya dan mengakui bahwasanya tatkala ALLAH menjadikan pihak lain menzalimi (dirinya), maka itu semua dikarenakan dosa-dosa yang telah dia perbuat sebagaimana firman ALLAH سبحانا وتعاﱃ,

•••• “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka itu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan ALLAH memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy Syuura: 30).
Apabila seorang hamba mengakui bahwa segala musibah yang menimpanya dikarenakan dosa-dosanya yang telah lalu, maka dirinya akan sibuk untuk bertaubat dan memohon ampun kepada ALLAH atas dosa-dosanya yang menjadi sebab ALLAH menurunkan musibah tersebut. Dia justru sibuk melakukan hal itu dan tidak menyibukkan diri mencela dan mengolok-olok berbagai pihak yang telah menzaliminya.

(Oleh karena itu), apabila anda melihat seorang yang mencela manusia yang telah menyakitinya dan justru tidak mengoreksi diri dengan mencela dirinya sendiri dan beristighfar kepada ALLAH, maka ketahuilah (pada kondisi demikian) musibah yang dia alami justru adalah musibah yang hakiki. (Sebaliknya) apabila dirinya bertaubat, beristighfar dan mengucapkan, “Musibah ini dikarenakan dosa-dosaku yang telah saya perbuat.” Maka (pada kondisi demikian, musibah yang dirasakannya) justru berubah menjadi kenikmatan.

Ali bin Abi Thalib radliALLAHu ‘anhu pernah mengatakan sebuah kalimat yang indah,

“Hendaknya seorang hamba hanya berharap kepada Rabb-nya dan hendaknya dia takut terhadap akibat yang akan diterima dari dosa-dosa yang telah diperbuatnya.” [1]

Dan terdapat sebuah atsar yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Tholib dan selainnya, beliau mengatakan,

“Musibah turun disebabkan dosa dan diangkat dengan sebab taubat.”


KETIGA


Hendaknya seorang mengetahui pahala yang disediakan oleh ALLAH سبحانا وتعاﱃ bagi orang yang memaafkan dan bersabar (terhadap tindakan orang lain yang menyakitinya). Hal ini dinyatakan dalam firman-NYA,

•••• “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) ALLAH. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (Asy Syuura: 40).


Ditinjau dari segi penunaian balasan, manusia terbagi ke dalam tiga golongan, yaitu
[1] golongan yang zalim karena melakukan pembalasan yang melampaui batas,
[2] golongan yang moderat yang hanya membalas sesuai haknya dan
[3] golongan yang muhsin (berbuat baik) karena memaafkan pihak yang menzalimi dan justru meniggalkan haknya untuk membalas.

ALLAH سبحانا وتعاﱃ menyebutkan ketiga golongan ini dalam ayat di atas, bagian pertama bagi mereka yang moderat, bagian kedua diperuntukkan bagi mereka yang berbuat baik dan bagian akhir diperuntukkan bagi mereka yang telah berbuat zalim dalam melakukan pembalasan (yang melampaui batas).

(Hendaknya dia juga) mengetahui panggilan malaikat di hari kiamat kelak yang akan berkata,

أَلاَ لِيَقُمْ مَنْ وَجَبَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ

•••• “Perhatikanlah! Hendaknya berdiri orang-orang yang memperoleh balasan yang wajib ditunaikan oleh ALLAH!” [2]


(Ketika panggilan ini selesai dikumandangkan), tidak ada orang yang berdiri melainkan mereka yang (sewaktu di dunia termasuk golongan) yang (senantiasa) memaafkan dan bersabar (terhadap gangguan orang lain kepada dirinya).

Apabila hal ini diiringi dengan pengetahuan bahwa segala pahala tersebut akan hilang jika dirinya menuntut dan melakukan balas dendam, maka tentulah dia akan mudah untuk bersabar dan memaafkan (setiap pihak yang telah menzaliminya).


KEEMPAT

Hendaknya dia mengetahui bahwa apabila dia memaafkan dan berbuat baik, maka hal itu akan menyebabkan hatinya selamat dari (berbagai kedengkian dan kebencian kepada saudaranya) serta hatinya akan terbebas dari keinginan untuk melakukan balas dendam dan berbuat jahat (kepada pihak yang menzaliminya). (Sehingga) dia memperoleh kenikmatan memaafkan yang justru akan menambah kelezatan dan manfaat yang berlipat-lipat, baik manfaat itu dirasakan sekarang atau nanti.

Manfaat di atas tentu tidak sebanding dengan “kenikmatan dan manfaat” yang dirasakannya ketika melakukan pembalasan. Oleh karenanya, (dengan perbuatan di atas), dia (dapat) tercakup dalam firman ALLAH سبحانا وتعاﱃ,

وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

••• “ALLAH menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali Imran: 134).

(Dengan melaksanakan perbuatan di atas), dirinya pun menjadi pribadi yang dicintai ALLAH. Kondisi yang dialaminya layaknya seorang yang kecurian satu dinar, namun dia malah menerima ganti puluhan ribu dinar. (Dengan demikian), dia akan merasa sangat gembira atas karunia ALLAH yang diberikan kepadanya melebihi kegembiraan yang pernah dirasakannya.


KELIMA

Hendaknya dia mengetahui bahwa seorang yang melampiaskan (BM: melepaskan)dendam semata-mata untuk kepentingan nafsunya, maka hal itu hanya akan mewariskan kehinaan di dalam dirinya. Apabila dia memaafkan, maka ALLAH justru akan memberikan kemuliaan kepadanya. Keutamaan ini telah diberitakan oleh Rasulullah صلیﷲ علیﻪ و سلم melalui sabdanya,

وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا

•••• “Kemuliaan hanya akan ditambahkan oleh ALLAH kepada seorang hamba yang bersikap pemaaf.”[3]
(Berdasarkan hadits di atas) kemuliaan yang diperoleh dari sikap memaafkan itu (tentu) lebih disukai dan lebih bermanfaat bagi dirinya daripada kemuliaan yang diperoleh dari tindakan pelampiasan dendam. Kemuliaan yang diperoleh dari pelampiasan dendam adalah kemuliaan lahiriah semata, namun mewariskan kehinaan batin. (Sedangkan) sikap memaafkan (terkadang) merupakan kehinaan di dalam batin, namun mewariskan kemuliaan lahir dan batin.


KEENAM

Dan hal ini merupakan salah satu faktor yang paling bermanfaat-, yaitu hendaknya dia mengetahui bahwa setiap balasan itu sesuai dengan amalan yang dikerjakan. (Hendaknya dia menyadari) bahwa dirinya adalah seorang yang zalim lagi pendosa. Begitupula hendaknya dia mengetahui bahwa setiap orang yang memaafkan kesalahan manusia terhadap dirinya, maka ALLAH pun akan memaafkan dosa-dosanya.

Dan orang yang memohonkan ampun setiap manusia yang berbuat salah kepada dirinya, maka ALLAH pun akan mengampuninya. Apabila dia mengetahui pemaafan dan perbuatan baik yang dilakukannya kepada berbagai pihak yang menzalimi merupakan sebab yang akan mendatangkan pahala bagi dirinya, maka tentulah (dia akan mudah) memaafkan dan berbuat kebajikan dalam rangka (menebus) dosa-dosanya. Manfaat ini tentu sangat mencukupi seorang yang berakal (agar tidak melampiaskan dendamnya).


KETUJUH

Hendaknya dia mengetahui bahwa apabila dirinya disibukkan dengan urusan pelampiasan dendam, maka waktunya akan terbuang sia-sia dan hatinya pun akan terpecah (tidak dapat berkonsentrasi untuk urusan yang lain-pent). Berbagai manfaat justru akan luput dari genggamannya. Dan kemungkinan hal ini lebih berbahaya daripada musibah yang ditimbulkan oleh berbagai pihak yang menzhaliminya. Apabila dia memaafkan, maka hati dan fisiknya akan merasa “fresh” untuk mencapai berbagai manfaat yang tentu lebih penting bagi dirinya daripada sekedar mengurusi perkara pelampiasan dendam.


KEDELAPAN


Sesungguhnya pelampiasan (pelepasan) dendam yang dilakukannya merupakan bentuk pembelaan diri yang dilandasi oleh keinginan melampiaskan hawa nafsu.

Rasulullah صلیﷲ علیﻪ و سلم tidak pernah melakukan pembalasan yang didasari keinginan pribadi, padahal menyakiti beliau termasuk tindakan menyakiti ALLAH سبحانا وتعاﱃ dan menyakiti beliau termasuk di antara perkara yang di dalamnya berlaku ketentuan ganti rugi.

Jiwa beliau adalah jiwa yang termulia, tersuci dan terbaik. Jiwa yang paling jauh dari berbagai akhlak yang tercela dan paling berhak terhadap berbagai akhlak yang terpuji. Meskipun demikian, beliau tidak pernah melakukan pembalasan yang didasari keinginan pribadi (jiwanya) (terhadap berbagai pihak yang telah menyakitinya).

Maka bagaimana bisa salah seorang diantara kita melakukan pembalasan dan pembelaan untuk diri sendiri, padahal dia tahu kondisi jiwanya sendiri serta kejelekan dan aib yang terdapat di dalamnya? Bahkan, seorang yang arif tentu (menyadari bahwa) jiwanya tidaklah pantas untuk menuntut balas (karena aib dan kejelekan yang dimilikinya) dan (dia juga mengetahui bahwa jiwanya) tidaklah memiliki kadar kedudukan yang berarti sehingga patut untuk dibela.


KESEMBILAN

Apabila seorang disakiti atas tindakan yang dia peruntukkan kepada ALLAH (ibadah-pent), atau dia disakiti karena melakukan ketaatan yang diperintahkan atau karena dia meninggalkan kemaksiatan yang terlarang, maka (pada kondisi demikian), dia wajib bersabar dan tidak boleh melakukan pembalasan. Hal ini dikarenakan dirinya telah disakiti (ketika melakukan ketaatan) di jalan ALLAH, sehingga balasannya menjadi tanggungan ALLAH.

Oleh karenanya, ketika para mujahid yang berjihad di jalan ALLAH kehilangan nyawa dan harta, mereka tidak memperoleh ganti rugi karena ALLAH telah membeli nyawa dan harta mereka.

Dengan demikian, ganti rugi menjadi tanggungan ALLAH, bukan di tangan makhluk. Barangsiapa yang menuntut ganti rugi kepada makhluk (yang telah menyakitinya), tentu dia tidak lagi memperoleh ganti rugi dari ALLAH. Sesungguhnya, seorang yang mengalami kerugian (karena disakiti) ketika beribadah di jalan ALLAH, maka ALLAH berkewajiban memberikan gantinya.

Apabila dia tersakiti akibat musibah yang menimpanya, maka hendaknya dia menyibukkan diri dengan mencela dirinya sendiri. Karena dengan demikian, dirinya tersibukkan (untuk mengoreksi diri dan itu lebih baik daripada) dia mencela berbagai pihak yang telah menyakitinya.

Apabila dia tersakiti karena harta, maka hendaknya dia berusaha menyabarkan jiwanya, karena mendapatkan harta tanpa dibarengi dengan kesabaran merupakan perkara yang lebih pahit daripada kesabaran itu sendiri.

Setiap orang yang tidak mampu bersabar terhadap panas terik di siang hari, terpaan hujan dan salju serta rintangan perjalanan dan gangguan perampok, maka tentu dia tidak usah berdagang.

Realita ini diketahui oleh manusia, bahwa setiap orang yang memang jujur (dan bersungguh-sungguh) dalam mencari sesuatu, maka dia akan dianugerahi kesabaran dalam mencari sesuatu itu sekadar kejujuran (dan kesungguhan) yang dimilikinya.


KESEPULUH

Hendaknya dia mengetahui kebersamaan, kecintaan ALLAH dan ridl(h)a-NYA kepada dirinya apabila dia bersabar. Apabila ALLAH membersamai seorang, maka segala bentuk gangguan dan bahaya -yang tidak satupun makhluk yang mampu menolaknya- akan tertolak darinya. ALLAH سبحانا وتعاﱃ berfirman,

وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ

•••• “ALLAH menyukai orang-orang yang bersabar.” (Ali ‘Imran: 146).


KESEBELAS

Hendaknya dia mengetahui bahwa kesabaran merupakan sebagian daripada iman. Oleh karena itu, sebaiknya dia tidak mengganti sebagian iman tersebut dengan pelampiasan dendam. Apabila dia bersabar, maka dia telah memelihara dan menjaga keimanannya dari aib (kekurangan). Dan ALLAH-lah yang akan membela orang-orang yang beriman.


KEDUA BELAS


Hendaknya dia mengetahui bahwa kesabaran yang dia laksanakan merupakan hukuman dan pengekangan terhadap hawa nafsunya. Maka tatkala hawa nafsu terkalahkan, tentu nafsu tidak mampu memperbudak dan menawan dirinya serta menjerumuskan dirinya ke dalam berbagai kebinasaan.

Tatkala dirinya tunduk dan mendengar hawa nafsu serta terkalahkan olehnya, maka hawa nafsu akan senantiasa mengiringinya hingga nafsu tersebut membinasakannya kecuali dia memperoleh rahmat dari Rabb-nya.

Kesabaran mengandung pengekangan terhadap hawa nafsu berikut setan yang (menyusup masuk di dalam diri). Oleh karenanya, (ketika kesabaran dijalankan), maka kerajaan hati akan menang dan bala tentaranya akan kokoh dan menguat sehingga segenap musuh akan terusir.


KETIGA BELAS

Hendaknya dia mengetahui bahwa tatkala dia bersabar , maka tentu ALLAH-lah yang menjadi penolongnya. Maka ALLAH adalah penolong bagi setiap orang yang bersabar dan memasrahkan setiap pihak yang menzaliminya kepada ALLAH.

Barangsiapa yang membela hawa nafsunya (dengan melakukan pembalasan), maka ALLAH akan menyerahkan dirinya kepada hawa nafsunya sendiri sehingga dia pun menjadi penolongnya.

Jika demikian, apakah akan sama kondisi antara seorang yang ditolong ALLAH, sebaik-baik penolong dengan seorang yang ditolong oleh hawa nafsunya yang merupakan penolong yang paling lemah?


KEEMPAT BELAS

Kesabaran yang dilakukan oleh seorang akan melahirkan penghentian kezhaliman dan penyesalan pada diri musuh serta akan menimbulkan celaan manusia kepada pihak yang menzalimi. Dengan demikian, setelah menyakiti dirinya, pihak yang zhalim akan kembali dalam keadaan malu terhadap pihak yang telah dizaliminya. Demikian pula dia akan menyesali perbuatannya, bahkan bisa jadi pihak yang zalim akan berubah menjadi sahabat karib bagi pihak yang dizhalimi. Inilah makna firman ALLAH سبحانا وتعاﱃ,

ô ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (34) وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ (35)

•••• “Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (Fushshilaat: 34-35).


KELIMA BELAS

Terkadang pembalasan dendam malah menjadi sebab yang akan menambah kejahatan sang musuh terhadap dirinya. Hal ini juga justru akan memperkuat dorongan hawa nafsu serta menyibukkan pikiran untuk memikirkan berbagai bentuk pembalasan yang akan dilancarkan sebagaimana hal ini sering terjadi.

Apabila dirinya bersabar dan memaafkan pihak yang menzhaliminya, maka dia akan terhindar dari berbagai bentuk keburukan di atas. Seorang yang berakal, tentu tidak akan memilih perkara yang lebih berbahaya.

Betapa banyak pembalasan dendam justru menimbulkan berbagai keburukan yang sulit untuk dibendung oleh pelakunya. Dan betapa banyak jiwa, harta dan kemuliaan yang tetap langgeng (Eng: permanent, BM: kekela, tetap) ketika pihak yang dizalimi menempuh jalan memaafkan.


KEENAM BELAS

Sesungguhnya seorang yang terbiasa membalas dendam dan tidak bersabar mesti akan terjerumus ke dalam kezaliman. Karena hawa nafsu tidak akan mampu melakukan pembalasan dendam dengan adil, baik ditinjau dari segi pengetahuan (maksudnya hawa nafsu tidak memiliki parameter yang pasti yang akan menunjukkan kepada dirinya bahwa pembalasan dendam yang dilakukannya telah sesuai dengan kezaliman yang menimpanya, pent-) dan kehendak (maksudnya ditinjau dari segi kehendak, hawa nafsu tentu akan melakukan pembalasan yang lebih, pent-).

Terkadang, hawa nafsu tidak mampu membatasi diri dalam melakukan pembalasan dendam sesuai dengan kadar yang dibenarkan, karena kemarahan (ketika melakukan pembalasan dendam) akan berjalan bersama pemiliknya menuju batas yang tidak dapat ditentukan (melampaui batas, pent-). Sehingga dengan demikian, posisi dirinya yang semula menjadi pihak yang dizalimi, yang menunggu pertolongan dan kemuliaan, justru berubah menjadi pihak yang zalim, yang akan menerima kehancuran dan siksaan.


KETUJUH BELAS

Kezaliman yang diderita akan menjadi sebab yang akan menghapuskan berbagai dosa atau mengangkat derajatnya. Oleh karena itu, apabila dia membalas dendam dan tidak bersabar, maka kezaliman tersebut tidak akan menghapuskan dosa dan tidakpula mengangkat derajatnya.


KEDELAPAN BELAS


Kesabaran dan pemaafan yang dilakukannya merupakan pasukan terkuat yang akan membantunya dalam menghadapi sang musuh.

Sesungguhnya setiap orang yang bersabar dan memaafkan pihak yang telah menzaliminya, maka sikapnya tersebut akan melahirkan kehinaan pada diri sang musuh dan menimbulkan ketakutan terhadap dirinya dan manusia. Hal ini dikarenakan manusia tidak akan tinggal diam terhadap kezaliman yang dilakukannya tersebut, meskipun pihak yang dizalimi mendiamkannya. Apabila pihak yang dizalimi membalas dendam, seluruh keutamaan itu akan terluput darinya.

Oleh karena itu, anda dapat menjumpai sebagian manusia, apabila dia menghina atau menyakiti pihak lain, dia akan menuntut penghalalan dari pihak yang telah dizaliminya. Apabila pihak yang dizalimi mengabulkannya, maka dirinya akan merasa lega dan beban yang dahulu dirasakan akan hilang.


KESEMBILAN BELAS

Apabila pihak yang dizalimi memaafkan sang musuh, maka hati sang musuh akan tersadar bahwa kedudukan pihak yang dizalimi berada di atasnya dan dirinya telah menuai keuntungan dari kezaliman yang telah dilakukannya. Dengan demikian, sang musuh akan senantiasa memandang bahwa kedudukan dirinya berada di bawah kedudukan pihak yang telah dizaliminya. Maka tentu hal ini cukup menjadi keutamaan dan kemuliaan dari sikap memaafkan.


KEDUA PULUH

Apabila seorang memaafkan, maka sikapnya tersebut merupakan suatu kebaikan yang akan melahirkan berbagai kebaikan yang lain, sehingga kebaikannya akan senantiasa bertambah.

Sesungguhnya balasan bagi setiap kebaikan adalah kontinuitas kebaikan (kebaikan yang berlanjut), sebagaimana balasan bagi setiap keburukan adalah kontinuitas keburukan (keburukan yang terus berlanjut). Dan terkadang hal ini menjadi sebab keselamatan dan kesuksesan abadi. Apabila dirinya melakukan pembalasan dendam, seluruh hal itu justru akan terluput darinya.

الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات[4]


Diterjemahkan dari risalah Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -semoga ALLAH merahmati beliau-



Penerjemah: Muhammad Nur Ichwan Muslim

Dan sifat sabar termasuk salah satu ciri yang melekat pada diri para Rasul manusia-manusia paling mulia di atas muka bumi. Allah Ta’ala berfirman, :::: “Sungguh para Rasul sebelum engkau (Muhammad) telah didustakan maka mereka pun bersabar terhadap pendustaan itu, dan mereka disakiti hingga tibalah pertolongan Kami.” (Al An’am: 34) :::: Demikianlah betapa agungnya sabar. Sampai-sampai Rasul bersabda, :::: “Sesungguhnya datangnya kemenangan itu bersama dengan kesabaran.” (Arba’in no. 19) ::::


Shared by Bicara Hidayah